Dunia Perbankan Terseret Digitalisasi, Transformasi dan Prospek Masa Depan

  • Bagikan
Dunia Perbankan Terseret Digitalisasi, Transformasi dan Prospek Masa Depan
Dunia Perbankan Terseret Digitalisasi, Transformasi dan Prospek Masa Depan

MoneyTalk, Jakarta – Perkembangan digitalisasi dalam sektor perbankan telah mengubah cara transaksi keuangan dilakukan secara signifikan. Hal ini terlihat dari data yang dirilis oleh Bank Indonesia per Agustus 2024, di mana tercatat adanya tren penurunan transaksi pembayaran menggunakan kartu debit atau ATM sebesar 6,82% year-on-year (yoy), dengan total transaksi mencapai 591,92 juta. Sebaliknya, transaksi digital seperti pembayaran menggunakan QR code dan kartu kredit terus menunjukkan tren kenaikan.

Digitalisasi yang semakin pesat telah mengubah preferensi masyarakat dalam melakukan pembayaran. Menurut Eri Budiono, Direktur Utama Bank Neo Commerce, sejak tahun 2009 sektor perbankan mulai terdorong oleh perkembangan teknologi digitalisasi yang awalnya dipicu oleh platform e-commerce dan ride hailing. Kemajuan ini menciptakan ekosistem baru yang memperkenalkan kemudahan bertransaksi secara digital, yang terus berkembang hingga hari ini.

Seiring dengan penetrasi smartphone yang semakin tinggi—mencapai 80% pada tahun 2024—dan dominasi generasi milenial serta Gen Z yang telah memasuki dunia kerja, permintaan akan layanan perbankan digital meningkat drastis. Generasi muda ini lebih memilih layanan yang cepat, mudah, dan dapat diakses kapan saja melalui perangkat mobile. Inilah yang memicu kenaikan transaksi digital di sektor perbankan dan pembayaran, seperti yang terlihat dari meningkatnya penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) serta fitur pembayaran lain di aplikasi perbankan digital.

“Tren ini kemungkinan besar akan terus berkembang dalam tiga hingga lima tahun ke depan. Pembayaran digital diprediksi akan menjadi instrumen pembayaran utama yang mengambil alih uang kartal,” ungkap Eri Budiono dalam dialog bersama Anneke Wijaya di Power Lunch, CNBC Indonesia.

Kolaborasi di tingkat regional, khususnya di ASEAN, juga menjadi pendorong kuat transformasi digital ini, di mana integrasi sistem pembayaran lintas negara berbasis digital menjadi agenda utama.

Bank Neo Commerce sebagai salah satu bank digital di Indonesia, telah mengambil peran penting dalam menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin digital. Bank ini mengklaim bahwa seluruh proses operasional, mulai dari pembukaan rekening hingga aplikasi pinjaman, dapat dilakukan secara digital dan cepat. Bank ini juga terus mengembangkan fitur-fitur relevan yang dapat menunjang aktivitas keuangan nasabah, seperti pembayaran tagihan, pajak, dan transaksi keuangan sehari-hari.

Menurut Eri Budiono, meskipun Bank Neo Commerce berfokus pada layanan digital, bank ini tetap mempertahankan cabang fisik untuk mendukung layanan yang membutuhkan interaksi langsung, seperti wealth management atau investasi reksa dana. Dengan memiliki cabang yang tetap, nasabah yang ingin berdiskusi mengenai instrumen investasi seperti emas atau obligasi dapat berkonsultasi secara langsung dengan tenaga ahli.

“Transaksi korporasi dan layanan konsultasi investasi tidak bisa sepenuhnya dilakukan secara digital, dan untuk itu kami masih mempertahankan keberadaan cabang,” jelas Eri.

Seiring dengan meningkatnya transaksi digital, Bank Neo Commerce saat ini memiliki lebih dari 27 juta nasabah. Sekitar 50% dari nasabah tersebut berusia antara 19 hingga 29 tahun, di mana kelompok ini menunjukkan kecenderungan untuk menggunakan layanan digital secara intensif. Selain itu, sekitar 70% dari nasabah Bank Neo Commerce tersebar di Pulau Jawa, sementara sisanya tersebar di Sumatera, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi.

Menariknya, mayoritas nasabah Bank Neo Commerce berasal dari segmen affluent atau kalangan menengah atas yang memiliki kemampuan untuk menabung dan menginvestasikan dananya. Meski demikian, Bank Neo Commerce juga melayani segmen masyarakat menengah ke bawah yang membutuhkan layanan perbankan dengan biaya lebih rendah. Hal ini dimungkinkan karena sebagai bank digital, Bank Neo Commerce memiliki struktur biaya operasional yang lebih rendah dibandingkan bank tradisional.

“Kami ingin nasabah tidak hanya menyimpan dana di deposito, tetapi juga mulai aktif bertransaksi melalui produk-produk lain seperti investasi atau pembayaran tagihan, sehingga pengalaman perbankan mereka lebih lengkap dan bervariasi,” tambah Eri.

Meski digitalisasi membawa berbagai peluang, perbankan juga menghadapi tantangan, khususnya di tengah tingginya suku bunga yang memengaruhi daya beli masyarakat. Namun, Bank Neo Commerce tetap optimis bahwa di masa depan, dengan suku bunga yang stabil, sektor perbankan digital akan terus tumbuh seiring dengan meningkatnya kebutuhan nasabah akan layanan yang lebih efisien dan personal.

“Digitalisasi perbankan di masa depan akan terus berkembang, dengan pembayaran digital menjadi pilihan utama. Namun, kita juga harus tetap fokus pada layanan yang dapat memberikan nilai tambah bagi nasabah, seperti wealth management, di mana interaksi personal tetap penting,” jelas Eri Budiono.

Dalam dunia yang semakin digital, kolaborasi dan inovasi akan menjadi kunci utama bagi bank untuk tetap relevan dan beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan nasabah. Dengan meningkatnya transaksi digital, bank yang dapat menawarkan solusi cepat, mudah, dan aman akan menjadi pilihan utama bagi masyarakat, terutama di era di mana kecepatan dan kenyamanan menjadi faktor krusial dalam transaksi keuangan.

Digitalisasi telah dan akan terus mengubah lanskap sektor perbankan secara signifikan. Pembayaran digital diproyeksikan menjadi instrumen pembayaran utama, sementara uang fisik atau kartal perlahan mulai tergantikan. Bank-bank yang berfokus pada digitalisasi, seperti Bank Neo Commerce, memiliki peluang besar untuk memimpin pasar, selama mereka terus berinovasi dan menjaga relevansi layanan terhadap kebutuhan nasabah yang semakin modern dan digital-savvy.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *