Kekayaan Indonesia Dicuri Secara Legal, Sebuah Ironi Ekonomi

  • Bagikan
Kekayaan Indonesia Dicuri Secara Legal, Sebuah Ironi Ekonomi
Kekayaan Indonesia Dicuri Secara Legal, Sebuah Ironi Ekonomi

MoneyTalk, Jakarta – Indonesia negara yang kaya akan sumber daya alam, sering kali mengalami ironi yang menyakitkan. Dengan kekayaan alam yang melimpah dari minyak, gas, batubara, hingga emas, dan kekayaan maritim yang luas, Indonesia seharusnya menjadi salah satu negara paling makmur di dunia.

Kenyataannya, banyak rakyat Indonesia justru berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti membeli tahu, tempe, dan sembako setiap bulan. Mengapa hal ini bisa terjadi? Ada dugaan bahwa kekayaan Indonesia telah “dicuri” secara legal oleh kekuatan ekonomi global yang menguasai sumber daya negara ini dengan metode yang sistematis.

Sebuah video yang diunggah oleh kanal YouTube Mine Stack (Jumat (18/10) memberikan penjelasan mendalam tentang fenomena ini. Dalam video tersebut, narator mengutip karya Confessions of an Economic Hitman oleh John Perkins yang membongkar bagaimana kekuatan ekonomi global menggunakan teknik “penjajahan ekonomi” untuk menguasai kekayaan negara-negara berkembang.

Salah satu metode yang dijelaskan dalam video ini adalah penggunaan utang sebagai alat penguasaan. Negara-negara berkembang termasuk Indonesia kerap ditawari utang besar untuk pembangunan infrastruktur, seperti proyek kereta api cepat atau lainnya. Masalahnya bukan sekadar utang itu sendiri, melainkan kepada siapa utang tersebut dibayarkan.

Misalnya, dana pinjaman yang diterima untuk membangun proyek infrastruktur tidak sepenuhnya mengalir ke perusahaan lokal, melainkan ke perusahaan asing yang menangani proyek tersebut. Dalam beberapa kasus, perusahaan asing yang terlibat berasal dari negara pemberi pinjaman.

Sebagai hasilnya, Indonesia terjebak dalam utang yang besar tanpa memperoleh manfaat penuh dari pembangunan tersebut. Ketika utang menumpuk, negara harus membayar bunga dan pokok utang tersebut, yang akhirnya dibebankan kepada rakyat dalam bentuk pajak. Pajak dinaikkan, namun kekayaan rakyat tetap tidak bertambah, karena sumber daya alam yang dihasilkan justru mengalir ke luar negeri.

Salah satu contoh paling mencolok yang diangkat dalam video ini adalah kasus PT Freeport Indonesia. Selama bertahun-tahun tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang terletak di Papua dikuasai oleh perusahaan asing, dengan Indonesia hanya memperoleh sebagian kecil dari hasilnya. Video tersebut menyebut hingga 99% emas yang dihasilkan di Freeport mengalir keluar negeri, sementara Indonesia hanya mendapatkan sisanya.

Ini adalah contoh nyata dari bagaimana kekayaan alam Indonesia secara “legal” diambil oleh perusahaan asing, dengan persetujuan pemerintah Indonesia, sering kali tanpa sepengetahuan atau persetujuan rakyat. Kekayaan yang seharusnya menjadi milik bangsa ini malah diekspor dan menghasilkan keuntungan besar bagi negara lain.

Fenomena ini bukan hanya berdampak pada perekonomian negara, tetapi juga pada kehidupan rakyat secara keseluruhan. Ketika utang meningkat dan kekayaan alam diekspor keluar, rakyat miskin semakin terpinggirkan. Mereka tidak hanya kehilangan hak atas sumber daya alam mereka sendiri, tetapi juga dipaksa membayar utang yang dihasilkan dari kesepakatan yang tidak adil.

IMF dan Bank Dunia misalnya, sering kali menawarkan pinjaman kepada negara berkembang dengan syarat-syarat yang berat. Selain harus membayar bunga yang tinggi, negara-negara ini juga harus tunduk pada kebijakan ekonomi yang ditetapkan oleh pemberi pinjaman. Ini termasuk privatisasi aset publik, pemotongan anggaran untuk layanan sosial, dan penekanan pada produksi ekspor, yang semuanya merugikan rakyat miskin.

Meskipun video tersebut tidak memberikan solusi yang jelas, narasi yang dibangun memberikan pemahaman tentang apa yang perlu diperbaiki. Salah satu poin penting yang diangkat adalah pentingnya rakyat untuk menyadari situasi ini dan menuntut pemerintah untuk mewakili kepentingan nasional, bukan kepentingan perusahaan asing.

Contoh negara seperti Niger yang berhasil merebut kembali kendali atas sumber daya alam mereka menjadi inspirasi. Negara tersebut, yang sebelumnya dieksploitasi oleh Prancis, kini mulai menjual lithium—sumber daya penting untuk industri baterai—dengan harga pasar yang adil. Ini menunjukkan bahwa negara-negara berkembang bisa mendapatkan kendali penuh atas kekayaan alam mereka jika ada keberanian politik untuk melawan dominasi ekonomi global.

Selain itu, perlunya pemerintahan yang transparan dan akuntabel menjadi semakin penting. Pemerintah harus berhenti tunduk pada tekanan dari korporasi dan negara asing, serta memastikan bahwa sumber daya alam negara dikelola demi kesejahteraan rakyat, bukan untuk keuntungan segelintir elit.

Indonesia adalah negara yang sangat kaya, baik dari segi sumber daya alam maupun potensi ekonominya. Namun, jika kekayaan ini terus dikuasai oleh pihak asing, maka rakyat Indonesia akan terus hidup dalam kemiskinan. Ini bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga masalah kedaulatan nasional. Pemerintah, akademisi, dan seluruh elemen masyarakat perlu bersatu untuk menemukan cara mengakhiri “penjajahan ekonomi” ini dan mengembalikan kekayaan Indonesia kepada rakyatnya. Hanya dengan begitu, mimpi kemakmuran yang seharusnya menjadi hak semua orang Indonesia bisa terwujud.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *