Data Terbaru BI, Tinggi Sekali Utang Luar Negeri Indonesia?

  • Bagikan
Data Terbaru BI, Tinggi Sekali Utang Luar Negeri Indonesia?
Data Terbaru BI, Tinggi Sekali Utang Luar Negeri Indonesia?

MoneyTalk, Jakarta – Bank Indonesia baru saja merilis data terbaru mengenai posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia untuk kuartal ketiga tahun 2024. Data yang dirilis menunjukkan peningkatan ULN Indonesia yang cukup signifikan, terutama di sektor pemerintah. Informasi ini segera menjadi sorotan di berbagai media ekonomi terkemuka, yang kemudian ditanggapi oleh ekonom Awalil Rizky dalam kanal YouTube-nya pada Jumat, 15 November 2024.

Melalui video tersebut, Awalil Rizky mengupas secara rinci tentang perkembangan ULN Indonesia serta memberikan komentar kritis terkait tren peningkatan utang. Berikut ini adalah rangkuman dan analisis dari pernyataan Awalil Rizky terkait data ULN yang baru saja dipublikasikan.

Bank Indonesia mengumumkan data ULN terbaru per akhir September 2024 dengan total sebesar USD 427,8 miliar, yang terdiri dari ULN pemerintah, Bank Indonesia, dan sektor swasta. Secara tahunan, ULN ini tumbuh sebesar 8,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Dalam rilis resminya, Bank Indonesia menyebut ULN Indonesia tetap terkendali meskipun mengalami peningkatan.

Namun, media ekonomi seperti Kontan.id memberikan perhatian khusus pada ULN pemerintah, yang naik sebesar 8,4% menjadi USD 204,1 miliar. Judul-judul berita yang mengangkat isu ini cenderung provokatif, seperti “Utang Luar Negeri Pemerintah Bengkak”, yang menurut Awalil Rizky menunjukkan adanya bias dalam pemberitaan untuk menarik perhatian pembaca (clickbait).

Awalil Rizky menjelaskan bahwa peningkatan ULN pemerintah sebesar 8,4% terjadi pada kuartal ketiga 2024, setelah sebelumnya pada kuartal kedua justru mengalami penurunan. Menurutnya, peningkatan ini disebabkan oleh dua faktor utama.

Peningkatan aliran masuk modal asing pada surat berharga negara (SBN), yang mencerminkan kepercayaan investor asing terhadap prospek ekonomi Indonesia.

Dalam penjelasannya, Awalil menyoroti bahwa meskipun Bank Indonesia menyebut ULN terkendali, ada risiko yang perlu diwaspadai, terutama terkait beban pembayaran bunga dan pokok utang yang semakin besar.

Awalil juga mengajak audiens untuk memahami perbedaan antara laporan resmi Bank Indonesia dan pemberitaan media. Menurutnya, Bank Indonesia cenderung memberikan narasi yang lebih positif dengan menyatakan bahwa ULN “terkendali” dan “sehat,” terutama karena sebagian besar ULN memiliki jatuh tempo jangka panjang (lebih dari satu tahun).

Namun, dari sudut pandang kritis, Awalil menyoroti bahwa rasio ULN terhadap PDB Indonesia mencapai 31,1%, yang menurutnya cukup tinggi dibandingkan dengan best practice internasional yang idealnya di bawah 25%. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam zona waspada dalam hal rasio ULN.

Data Bank Indonesia juga menunjukkan tren yang berbeda di sektor swasta. ULN sektor swasta justru mengalami kontraksi sebesar 0,6% dibandingkan tahun lalu. Awalil Rizky memberikan penjelasan bahwa penurunan ini terutama disebabkan oleh berkurangnya ULN di sektor lembaga keuangan, termasuk perbankan.

Menariknya, meskipun tercatat sebagai ULN swasta, sebagian besar ULN sektor ini justru berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang mencapai USD 45,78 miliar atau sekitar 23,4% dari total ULN swasta. Hal ini mengindikasikan bahwa BUMN berperan signifikan dalam struktur ULN, yang seringkali tidak disadari oleh publik.

Dalam ulasan terakhirnya, Awalil Rizky menyampaikan kekhawatiran terhadap potensi risiko dari peningkatan ULN. Terutama di tengah fluktuasi nilai tukar rupiah dan kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Beberapa risiko yang disorot

Pelemahan rupiah terhadap dolar AS dapat meningkatkan beban pembayaran ULN.

Risiko likuiditas: Meskipun sebagian besar ULN adalah jangka panjang, beban pembayaran bunga yang terus meningkat dapat membebani APBN di masa depan.

Aliran masuk modal asing yang besar ke SBN dapat berbalik arah jika sentimen investor global berubah, yang dapat menekan pasar keuangan domestik.

Menurut Awalil, pemerintah perlu lebih berhati-hati dalam mengelola ULN dan memastikan bahwa dana yang ditarik benar-benar digunakan untuk sektor-sektor prioritas yang produktif.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *