Revitalisasi Gerakan Koperasi untuk Kekuatan Ekonomi Nasional

  • Bagikan
Revitalisasi Gerakan Koperasi untuk Kekuatan Ekonomi sional
Revitalisasi Gerakan Koperasi untuk Kekuatan Ekonomi sional

MoneyTalk, Jakarta – Abdul Rohman Sukardi, seorang Eksponen 98 dan mantan aktivis Koperasi Mahasiswa, mengemukakan gagasannya mengenai pentingnya revitalisasi gerakan koperasi di Indonesia. Hal ini disampaikan pada MoneyTalk pada Rabu (22/10).

Gagasan ini sejalan dengan kebijakan Kabinet Merah Putih yang mengangkat koperasi sebagai kementerian mandiri. Ini langkah yang dapat diharapkan menjadi momentum penting untuk menghidupkan kembali amanat konstitusi yang sempat mati suri.

Pada masa Orde Baru, koperasi mengalami masa keemasan dengan dukungan penuh dari pemerintah. Ribuan koperasi berdiri dan beroperasi secara masif. Seiring dengan reformasi, gerakan koperasi mulai surut.

Koperasi digabungkan dengan UMKM, menyebabkan orientasi utamanya berubah menjadi pemberian kredit usaha kecil. Kebijakan itu tanpa memperhatikan apakah usaha tersebut berbasis pada kedaulatan ekonomi nasional atau hanya sekadar memperpanjang pemasaran produk luar negeri. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa gerakan koperasi semakin kehilangan arah.

Abdul Rohman Sukardi mengajukan tiga fokus utama yang harus menjadi prioritas untuk menghidupkan kembali gerakan koperasi:

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah digitalisasi database koperasi. Menurut Abdul Rohman, hal ini penting untuk memetakan koperasi yang benar-benar sehat secara bisnis dan membedakannya dari koperasi yang hanya ada di atas kertas. Dengan memanfaatkan teknologi digital, koperasi bisa membangun sinergi bisnis antar koperasi yang sudah ada serta mengembangkan pasar bersama, baik di dalam negeri maupun untuk ekspor.

Platform bisnis modern seperti Shopee, Tokopedia, dan Alibaba pada dasarnya bekerja dengan prinsip koperasi, namun minus kepemilikan bersama. Koperasi harus mampu bertransformasi dengan memperkuat jaringan distribusi dan pasar menggunakan teknologi digital agar dapat bersaing dengan platform bisnis swasta yang sudah eksis.

Langkah kedua adalah menghidupkan kembali advokasi yang kuat dari pemerintah untuk koperasi. Pada masa Orde Baru, koperasi memiliki pasar yang jelas, seperti distribusi sarana produksi pertanian yang harus melalui Koperasi Unit Desa (KUD). Gerakan koperasi mendapatkan ruang bisnis yang pasti, yang menjadi modal untuk terus berkembang. Namun, pasca reformasi, koperasi dibiarkan bersaing tanpa dukungan dari negara, sehingga kalah bersaing dengan perusahaan swasta besar.

Sukardi menyoroti kasus driver ojek dan taksi online (ojol-taksol) sebagai contoh nyata ketimpangan. Para driver diperlakukan sebagai mitra tanpa perlindungan yang memadai, sementara perusahaan aplikasi meraup keuntungan besar tanpa harus menanggung biaya operasional yang signifikan.

Seharusnya, para driver memiliki saham di perusahaan tersebut, sesuai dengan prinsip keadilan sosial dan amanat Pasal 33 UUD 1945. Inilah peran Kementerian Koperasi yang seharusnya hadir untuk menciptakan ruang bisnis yang lebih adil melalui koperasi.

Langkah ketiga adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM) perkoperasian. Di masa lalu, banyak Akademi Koperasi berdiri untuk mendidik para profesional yang paham dengan manajemen koperasi, dari bisnis hingga pemasaran. Abdul Rohman menekankan bahwa SDM yang mengelola koperasi harus memiliki keahlian yang berbeda dengan ekonomi konvensional karena koperasi berdiri di atas prinsip-prinsip idiologi yang berbeda.

Penyiapan SDM yang kompeten sangat penting untuk memastikan keberlangsungan koperasi, sehingga koperasi tidak hanya tumbuh secara kuantitas tetapi juga kualitas.

Gerakan koperasi di Indonesia telah melalui pasang surut sejarah. Kebijakan masa lalu seperti “kebijakan jenggot” di era Soeharto, di mana koperasi didukung penuh oleh negara, menimbulkan kritik bahwa koperasi hanya bertahan karena ditopang oleh kebijakan pemerintah.

Abdul Rohman menegaskan bahwa tanpa advokasi dari negara, koperasi sulit bersaing dengan perusahaan swasta besar. Oleh karena itu, kebijakan Presiden Prabowo dan Kabinet Merah Putih ini bisa menjadi titik balik yang penting untuk membangkitkan kembali koperasi sebagai ekonomi konstitusi yang berkeadilan sosial.

Mampukah Kabinet Merah Putih dan Kementerian Koperasi menghadirkan kebijakan yang lebih brilian dari era sebelumnya? Waktu akan menjawab. Harapan besar telah diletakkan untuk menghidupkan kembali amanat konstitusi melalui gerakan koperasi yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Abdul Rohman Sukardi berharap, dengan langkah-langkah yang tepat, koperasi dapat kembali menjadi kekuatan ekonomi nasional yang berdaya saing dan menjawab tantangan zaman.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *