MoneyTalk, Jakarta – Kejaksaan Agung baru-baru ini menangkap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya karena diduga terlibat dalam praktik suap senilai Rp20 miliar terkait perkara yang melibatkan Gregorius Ronald Tannur. Penangkapan ini mengangkat isu mendalam tentang integritas sistem peradilan di Indonesia dan mempertanyakan kemampuan hukum untuk menjaga keadilan bagi semua pihak, terutama bagi mereka yang memiliki kekayaan.
Kasus ini bermula ketika Ronald Tannur, yang terlibat dalam perkara pidana, dibebaskan oleh hakim tanpa proses yang transparan. Keputusan bebasnya ini mengundang reaksi negatif dari publik, yang mempertanyakan apakah uang dapat membeli keadilan. Dalam konteks ini, eks Ketua Komisi Yudisial (KY), Prof. Mukti Fajar Nur Dewata dalam diskusi tayang di Nusantara TV pada Kamis (24/10), mengungkapkan bahwa ada dugaan mafia hukum yang beroperasi di balik layar, di mana orang kaya dapat dengan mudah memanipulasi hukum untuk kepentingan mereka.
Kejaksaan Agung melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tiga hakim setelah melakukan penyelidikan terkait dugaan suap. Penangkapan ini menambah daftar panjang skandal di lingkungan peradilan yang merusak reputasi dan integritas lembaga hukum di Indonesia. Menurut Mukti, tindakan ini menunjukkan bahwa ada pelanggaran serius dalam sistem hukum, di mana hakim tidak hanya melanggar kode etik, tetapi juga terlibat dalam praktik korupsi.
Dugaan Mafia Hukum
Mukti Fajar menyoroti bahwa sistem peradilan di Indonesia menghadapi tantangan serius.
“Ada mafia hukum yang beroperasi, dan ini merupakan indikasi bahwa orang kaya bisa membeli hukum dengan uang,” tegasnya.
Menurutnya, kekayaan sering kali menjadi alat untuk memanipulasi sistem hukum, di mana hakim dapat dengan mudah dipengaruhi oleh tawaran suap.
Dugaan ini semakin diperkuat dengan temuan bahwa putusan hakim tidak sesuai dengan bukti yang diajukan. Beberapa pelanggaran etik yang terdeteksi oleh KY meliputi perbedaan antara apa yang dibacakan oleh hakim di persidangan dengan apa yang tertulis dalam putusan.
“Ini adalah pelanggaran serius yang mencoreng martabat hakim,” ujarnya.
Komisi Yudisial, sebagai lembaga yang bertugas mengawasi perilaku hakim, telah melakukan investigasi mendalam sebelum penangkapan dilakukan. Mereka menemukan bukti-bukti pelanggaran etik yang cukup kuat untuk merekomendasikan pemecatan ketiga hakim tersebut. Proses pemeriksaan ini menunjukkan bahwa KY memiliki peran penting dalam menjaga integritas sistem peradilan, meskipun tantangan yang dihadapi sangat besar.
Mukti menjelaskan, jika pelanggaran ini dibiarkan tanpa tindakan tegas, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan akan semakin menurun.
“Kami di KY memiliki tugas untuk memastikan bahwa hakim yang melanggar etik mendapatkan sanksi yang setimpal,” jelasnya.
Ini termasuk rekomendasi untuk sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk menentukan sanksi berat bagi para hakim yang terlibat.
Skandal ini tidak hanya mengguncang dunia peradilan, tetapi juga memberikan dampak negatif terhadap kepercayaan publik. Banyak orang merasa bahwa hukum tidak adil, dan kekayaan menjadi jalan pintas untuk mendapatkan keadilan.
“Jika orang kaya bisa membeli hukum, lalu bagaimana dengan orang biasa?” tanya Mukti retoris.
Dampak jangka panjang dari kasus ini bisa sangat merusak, karena jika masyarakat kehilangan kepercayaan pada sistem peradilan, mereka akan cenderung mengandalkan cara-cara alternatif untuk mendapatkan keadilan, yang berpotensi menciptakan lebih banyak masalah sosial.
Kasus dugaan suap Rp 20 miliar yang melibatkan Ronald Tannur dan tiga hakim di Surabaya mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh sistem peradilan Indonesia. Di tengah kritik terhadap integritas dan keadilan hukum, pernyataan Mukti Fajar tentang keberadaan mafia hukum menambah kekhawatiran akan ketidakadilan yang mungkin terjadi di dalam sistem. Diperlukan langkah-langkah tegas dan transparan untuk memastikan bahwa hukum benar-benar dapat ditegakkan untuk semua, tanpa memandang status sosial atau kekayaan.
Akhirnya, kasus ini menjadi pengingat bahwa integritas hakim dan sistem hukum harus dijaga dengan baik, agar keadilan dapat ditegakkan secara adil dan merata. Hanya dengan cara ini, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dapat pulih dan dipertahankan.(c@kra)