MoneyTalk, Jakarta – Kasus pemecatan Ipda Rudy Soik baru-baru ini mengguncang publik, setelah ia membongkar dugaan praktik mafia bahan bakar minyak (BBM) di Nusa Tenggara Timur (NTT). Pemecatannya memicu spekulasi bahwa ada kaitan antara mafia BBM dan pemecatan tersebut.
Apakah benar ada oknum polisi yang terlibat dan ingin menghalangi langkah Rudy dalam mengungkap praktik ilegal ini? Apakah pemecatannya merupakan upaya untuk menutupi skandal besar di balik distribusi BBM bersubsidi di wilayah tersebut?
Sugeng Teguh Santoso, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Kamis (24/10), membedah kasus ini secara mendalam. Bersama host Charlie Adolf LT, Sugeng mengupas tuntas berbagai kejanggalan dalam pemecatan Rudy Soik, keterlibatan oknum polisi, hingga bagaimana mafia BBM beroperasi.
NTT dikenal sebagai wilayah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, dan bagi banyak nelayan di sana, BBM bersubsidi adalah kebutuhan mendasar untuk melaut dan mencari nafkah. Namun, ketersediaan BBM bersubsidi diduga “dirampok” oleh mafia BBM yang bekerja dengan cara-cara ilegal.
Rudy Soik, yang saat itu masih menjabat sebagai perwira polisi di Polres Kupang, mulai menyelidiki dugaan penimbunan dan distribusi ilegal BBM bersubsidi di wilayah tersebut.
Sugeng Teguh Santoso menjelaskan bahwa Rudy Soik sejak awal memang menjadi target oleh kelompok tertentu yang diduga kuat terkait dengan mafia BBM.
“Dia sudah menjadi target untuk disingkirkan,” ujar Sugeng dalam podcast tersebut.
Dugaan ini diperkuat dengan laporan bahwa mafia BBM tidak hanya terdiri dari masyarakat biasa, tetapi juga melibatkan oknum polisi dan petugas yang seharusnya berwenang mengungkap tindak pidana BBM ilegal.
Dugaan Keterlibatan Oknum Polisi
Dalam diskusi tersebut, Sugeng menyampaikan bahwa kasus Rudy Soik adalah ironi besar.
“Polisi, yang seharusnya menegakkan hukum, malah melindungi pelaku kejahatan,” katanya.
Hal ini mengindikasikan adanya jaringan kuat yang melibatkan oknum polisi yang seharusnya bertugas mengungkap kejahatan, namun justru melindungi praktik-praktik ilegal tersebut.
“Rudy Soik ditarget oleh oknum-oknum dari Propam dan Krimsus, yang diduga kuat memiliki hubungan dengan mafia BBM,” lanjut Sugeng.
Menurut Sugeng, keterlibatan oknum Propam ini semakin menguatkan dugaan bahwa Rudy memang menjadi ancaman bagi mafia BBM yang sudah lama beroperasi dengan dukungan “orang dalam.”
Proses Pemecatan yang Dipertanyakan
Pemecatan Rudy Soik melalui keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) menjadi hukuman terberat dalam pelanggaran kode etik kepolisian. Namun, Sugeng menilai hukuman ini terlalu berat dan penuh tanda tanya.
“Apakah tindakan Rudy yang melakukan penyelidikan terhadap dugaan mafia BBM memang layak diganjar dengan pemecatan?” tanya Sugeng.
Sugeng membeberkan bahwa tindakan Rudy yang melakukan garis polisi di tempat penimbunan BBM ilegal sebenarnya sah menurut hukum. Rudy mendapatkan informasi dan melakukan tindakan yang sesuai dengan prosedur, yaitu penyelidikan atas dugaan penyelewengan BBM bersubsidi yang seharusnya dialokasikan untuk nelayan.
Mafia BBM dan Kekuatan Mereka di NTT
Dalam podcast tersebut, Sugeng menjelaskan bagaimana mafia BBM di NTT beroperasi. Mereka bukan hanya sekadar penjahat biasa, tetapi jaringan yang terstruktur, melibatkan oknum masyarakat dan pejabat yang seharusnya menjaga kepentingan publik. Mafia BBM ini diduga mendapatkan pasokan BBM bersubsidi, kemudian menjualnya dengan harga lebih tinggi kepada pihak-pihak industri, yang tidak berhak mendapatkannya.
“BBM bersubsidi dijual dengan harga industri, yang lebih mahal, sehingga nelayan kecil yang seharusnya mendapat subsidi tidak bisa mendapatkan akses,” ujar Sugeng.
Praktik ini telah berlangsung lama, dan upaya Rudy Soik untuk menghentikannya dianggap sebagai ancaman bagi jaringan mafia tersebut.
Apa yang Terjadi pada Rudy Soik?
Menurut Sugeng, Rudy Soik adalah sosok polisi yang tidak takut melawan arus. Pada tahun 2014, ia sudah menunjukkan keberaniannya dengan mengungkap kasus perdagangan orang di NTT, yang juga melibatkan oknum polisi. Saat itu, IPW memberikan dukungan penuh kepada Rudy, yang meskipun sempat mendapatkan sanksi, akhirnya bisa naik pangkat karena prestasinya.
Namun, dalam kasus kali ini, Rudy tampaknya berhadapan dengan musuh yang lebih kuat. Ia menghadapi tujuh laporan yang menudingnya melakukan berbagai pelanggaran, termasuk tuduhan bolos kerja dan perilaku tidak profesional. Semua ini diduga sebagai cara untuk menyingkirkannya dari kepolisian.
Mafia BBM dan Institusi Kepolisian yang Terancam
Kasus Rudy Soik adalah gambaran menyedihkan tentang bagaimana institusi yang seharusnya melindungi masyarakat justru bisa dimanfaatkan oleh oknum untuk melindungi kejahatan. Mafia BBM, dengan dukungan oknum polisi, menjadi ancaman serius bagi kesejahteraan masyarakat kecil di NTT, terutama nelayan yang sangat bergantung pada BBM bersubsidi.
Sugeng Teguh Santoso menegaskan bahwa kasus ini perlu ditelusuri lebih dalam.
“Masyarakat perlu mendapatkan kepastian bahwa polisi benar-benar bekerja untuk melindungi mereka, bukan sebaliknya,” ujarnya.
Apakah ada harapan bagi Rudy Soik untuk mendapatkan keadilan? Hanya waktu yang akan menjawab.(c@kra)