MoneyTalk, Jakarta – Tito Sulistiyo, anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengemukakan pendapatnya mengenai kemungkinan Pemerintah Prabowo Subianto membangun sistem welfare state di Indonesia. Dalam perbincangan di kanal YouTube bersama ekonom Renald Kasali, Tito memaparkan pandangannya mengenai dampak dari kebijakan welfare state pada sektor-sektor penting. Antara lain seperti infrastruktur, konsumsi masyarakat, dan sistem ekonomi Indonesia secara umum.
Sistem welfare state atau negara kesejahteraan adalah sistem di mana pemerintah berperan aktif dalam memastikan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Contohnya seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan social yang sering kali melalui subsidi dan bantuan sosial. Sementara konsep ini banyak diterapkan di negara maju, Indonesia menghadapi tantangan-tantangan khas seperti ketimpangan sosial-ekonomi, konsumerisme, dan feodalisme yang dapat berdampak besar pada keberhasilan penerapan welfare state.
Tantangan Konsumerisme dan Feodalisme
Tito menyoroti bahwa masyarakat Indonesia, terutama kelas menengah, seringkali terjebak dalam siklus konsumerisme yang justru melemahkan kesejahteraan jangka panjang.
“Masalah terbesar kita adalah konsumerisme dan feodalisme,” ungkap Tito.
Konsumerisme yang tinggi, didorong oleh keinginan untuk mengikuti gaya hidup di luar kemampuan, menyebabkan beban finansial yang dapat mengancam stabilitas ekonomi pribadi maupun nasional. Hal ini diperparah dengan feodalisme yang kerap muncul dalam bentuk oligarki dan jabatan-jabatan bergengsi yang dapat “dibeli” atau dimanipulasi.
Di era media sosial, tren konsumerisme semakin meningkat. Banyak orang berusaha memenuhi gaya hidup yang serupa dengan kalangan berpenghasilan tinggi, meski finansial mereka terbatas. Tito juga mengaitkan bahwa konsumerisme semacam ini dapat mendorong generasi muda untuk menghabiskan pendapatan pada barang-barang yang bersifat sementara, alih-alih melakukan investasi yang berkelanjutan.
Dampak Infrastruktur dalam Welfare State
Tito berpendapat bahwa pembangunan infrastruktur besar-besaran perlu diarahkan pada kebutuhan jangka panjang masyarakat. Di bawah pemerintahan Presiden Jokowi, pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol dan bandar udara, dianggap sebagai investasi tunggal tanpa menciptakan ekosistem ekonomi yang berkelanjutan. Tito memberi contoh pembangunan tol di Medan yang belum terintegrasi optimal dengan kebutuhan transportasi lokal.
Dalam konteks welfare state, Prabowo diharapkan mengalokasikan anggaran negara secara efisien. Fokus yang lebih besar pada investasi infrastruktur yang bersifat mendukung kesejahteraan, seperti pendidikan dan kesehatan, dapat mengurangi ketimpangan dan mempercepat pemerataan pembangunan.
Menghadapi Tantangan Konsumsi yang Tinggi
Tito mengungkapkan bahwa konsumsi yang besar menjadi paradoks bagi Indonesia yang ingin membangun kesejahteraan negara. Masyarakat Indonesia dikenal dengan tingkat konsumsi yang tinggi, terutama pada barang-barang impor. Hal ini meningkatkan ketergantungan pada produk luar negeri, yang justru berlawanan dengan tujuan pemerintah untuk mencapai kemandirian ekonomi. Dalam kondisi ini, menurut Tito, kontrol terhadap konsumsi menjadi sangat penting.
Lebih lanjut, Tito menyebutkan bahwa dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, pemerintah perlu mengendalikan pola konsumsi melalui regulasi atau edukasi agar masyarakat lebih hemat dan selektif dalam berbelanja. Apabila pengendalian konsumsi ini berhasil, maka ekonomi domestik akan lebih stabil dan anggaran dapat dialokasikan ke sektor-sektor penting, seperti program pendidikan dan kesehatan yang lebih terjangkau dan berkelanjutan.
Potensi Dana Pensiun dan Asuransi dalam Negara Kesejahteraan
Salah satu poin yang penting dalam welfare state adalah adanya jaminan bagi para pekerja di masa tua melalui dana pensiun dan asuransi. Tito mencatat bahwa Indonesia belum sepenuhnya memaksimalkan pengelolaan dana pensiun, sementara industri asuransi juga masih menghadapi banyak tantangan. Untuk membangun welfare state, Prabowo perlu memperbaiki sistem dana pensiun dan asuransi sebagai langkah nyata dalam memberikan perlindungan sosial yang lebih menyeluruh.
Tantangan ini penting untuk dipertimbangkan dalam pembangunan welfare state, karena tanpa adanya jaminan pensiun dan asuransi yang kuat, program negara kesejahteraan tidak akan memiliki landasan yang stabil.
Welfare State untuk Mengatasi Ketimpangan Ekonomi
Tito menekankan bahwa welfare state memiliki potensi besar untuk menekan ketimpangan ekonomi di Indonesia. Namun, ia juga memperingatkan bahwa ketimpangan ini tidak hanya bisa diatasi dengan bantuan langsung tunai atau subsidi, tetapi juga melalui pembangunan ekonomi yang merata dan peningkatan daya saing. Dengan mengalokasikan sumber daya secara efisien dan memaksimalkan infrastruktur yang telah dibangun, pemerintah bisa membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata.
Dengan membangun welfare state, Prabowo menghadapi tantangan besar. Mulai dari mengatasi konsumsi berlebihan hingga membenahi infrastruktur dan menciptakan ekosistem yang mendukung kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan negara kesejahteraan yang ideal, Prabowo perlu mengambil langkah konkret dalam memberdayakan masyarakat, mengendalikan konsumerisme, serta memaksimalkan program jaminan sosial.
Keberhasilan konsep ini akan bergantung pada kemampuan pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil, serta membangun ekonomi yang mandiri dan berkelanjutan.(c@kra)