Judi Online di Bekasi, Oknum Komdigi Mengaku Dapat Rp8,5 Juta dari per Situs yang Tidak Diblokir

  • Bagikan
Judi Online di Bekasi, Oknum Komdigi Mengaku Dapat Rp8,5 Juta dari per Situs yang Tidak Diblokir
Judi Online di Bekasi, Oknum Komdigi Mengaku Dapat Rp8,5 Juta dari per Situs yang Tidak Diblokir

MoneyTalk, Jakarta – Baru-baru ini penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya melakukan penggeledahan di sebuah ruko yang dijadikan sebagai kantor satelit judi online di kawasan Galaxy, Jakasetia, Bekasi Selatan, Jawa Barat. Penggeledahan dipimpin langsung oleh Kombes (Pol) Wira Satya Triputra, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, dan menghadirkan dua tersangka yang terlibat dalam kasus ini.

Kasus judi online ini telah menjadi sorotan publik setelah penangkapan sejumlah pejabat dan pegawai dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang diduga terlibat dalam praktik ilegal tersebut. Mereka dituduh melakukan penyalahgunaan wewenang dengan tidak memblokir situs judi online yang seharusnya menjadi tugas mereka. Para pejabat ini diduga malah memanfaatkan situasi dengan menyewa tempat untuk dijadikan kantor satelit bagi aktivitas judi online.

Penggeledahan dilakukan di ruko tiga lantai yang berlokasi di daerah Galaxy. Menurut laporan, kondisi di dalam ruko tersebut cukup berantakan dan belum sepenuhnya diketahui fungsi dari setiap lantai. Di lantai satu terdapat barang-barang yang berserakan, sementara di lantai dua terdapat ruang kerja yang saling terhubung. Di salah satu ruangan terdapat meja panjang yang menjadi tempat operasional untuk aktivitas judi online.

Lantai tiga ruko tersebut digunakan oleh empat operator dan empat admin yang bekerja secara aktif. Seorang tersangka mengungkapkan, mereka bekerja selama 10 jam setiap hari dan mendapatkan gaji sekitar Rp5 juta per bulan.

Dari hasil penggeledahan, penyidik menemukan sekitar 4.000 situs judi online yang telah terinput. Dari jumlah tersebut, sekitar 3.000 situs sudah terblokir, sementara sekitar 1.000 situs lainnya tidak diblokir dengan alasan mereka “dibina” oleh pihak kantor satelit.

Ternyata, pihak kantor satelit mematok biaya sebesar Rp8,5 juta untuk setiap situs yang tidak diblokir. Hal ini menunjukkan adanya praktik korupsi dan kolusi yang melibatkan oknum pegawai pemerintah dalam kasus judi online ini.

Dari penjelasan yang diberikan, tersangka menyebutkan bahwa lokasi aktivitas ini tidak diketahui oleh pihak kantor. Ia mengaku, mereka beroperasi secara sembunyi-sembunyi menggunakan komputer dan perangkat lain untuk mengelola situs-situs judi yang dibiarkan berjalan.

“Kami juga memiliki tim admin yang bertugas untuk mengawasi dan melaporkan aktivitas ini,” tambahnya.

Kasus ini menggambarkan lemahnya sistem pemantauan terhadap situs judi online di Indonesia. Meskipun pemerintah telah berusaha untuk menutup situs-situs yang ilegal, pengakuan dari oknum pegawai ini menunjukkan bahwa ada ketidakberesan dalam pelaksanaannya. Dengan adanya ribuan situs yang tidak terdeteksi dan tidak diblokir, pertanyaan besar muncul tentang efektivitas kebijakan pemerintah dalam memberantas judi online.

Hal ini juga menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi korupsi di kalangan pegawai pemerintah, di mana imbalan finansial dapat mengarah pada penyalahgunaan wewenang. Dalam sistem yang seharusnya berfungsi untuk melindungi masyarakat dari praktik ilegal, kenyataannya justru ada individu yang mengambil keuntungan dari situasi tersebut.

Pemerintah melalui Kementerian Komdigi harus segera mengambil langkah-langkah untuk menanggapi pengakuan ini. Pertama, audit menyeluruh terhadap sistem pemantauan situs judi online perlu dilakukan untuk memastikan bahwa semua situs yang ilegal dapat terdeteksi dan diblokir. Kedua, tindakan tegas terhadap oknum pegawai yang terlibat dalam praktik ini harus dilakukan untuk memberikan efek jera dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.

Selanjutnya, peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan situs-situs online juga harus menjadi prioritas. Hal ini bisa dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga yang independen dalam pengawasan dan penegakan hukum terkait aktivitas online yang ilegal.

Kasus pengakuan oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital ini menunjukkan pentingnya reformasi dalam sistem pengawasan dan penegakan hukum terhadap situs judi online. Imbalan yang diterima oleh tersangka menjadi cermin betapa rapuhnya integritas dalam institusi pemerintah. Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan praktik ilegal semacam ini dapat diminimalkan, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat dipulihkan.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menangkap 11 orang yang terlibat dalam kasus judi online. Beberapa di antaranya adalah pejabat dari Kementerian Komdigi, termasuk staf ahli dan pegawai sipil. Meskipun demikian, pihak kepolisian mengungkapkan, masih ada beberapa orang yang masuk dalam daftar pencarian dan perlu didalami lebih lanjut.

Kombes (Pol) Adi Hamsyah Indradi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, menjelaskan bahwa para pejabat dan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital yang ditangkap diduga melakukan penyalahgunaan wewenang, yang seharusnya memblokir situs judi online. Alih-alih melakukan hal tersebut, mereka malah terlibat dalam praktik penyewaan tempat untuk aktivitas judi.

Kasus ini mengungkap sebuah jaringan judi online yang melibatkan oknum pegawai pemerintah, dan menunjukkan adanya celah dalam pengawasan serta penegakan hukum terhadap praktik perjudian ilegal. Penangkapan dan penggeledahan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam menuntaskan kasus judi online dan menegakkan hukum agar ke depannya tidak ada lagi praktik serupa yang melibatkan pejabat negara. Penyidik Polda Metro Jaya akan terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap semua pihak yang terlibat dalam jaringan ini dan mencegah terjadinya tindakan korupsi yang merugikan masyarakat.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *