MoneyTalk, Jakarta – Kegelisahan menyelimuti Boyolali, Jawa Tengah. Sebanyak 1.300 peternak sapi perah di daerah ini kini terancam gulung tikar akibat dari masalah pajak yang dihadapi oleh Usaha Dagang (UD) Pramono, pemasok dan pembeli utama susu dari para peternak tersebut.
Tunggakan pajak sebesar Rp670 juta mengakibatkan pemblokiran rekening UD Pramono. Hal itu membuatnya harus menghentikan operasional sementara waktu. Situasi ini menimbulkan kepanikan karena UD Pramono selama puluhan tahun menjadi penopang utama bagi peternak sapi Boyolali.
Selama bertahun-tahun, UD Pramono berperan sebagai penghubung utama bagi para peternak sapi perah di Boyolali. UD Pramono membantu memasok kebutuhan pakan dan menjadi pembeli utama hasil produksi susu dari peternak, menjadikannya sebagai bagian penting dari roda perekonomian mereka. Dengan dihentikannya sementara operasional UD Pramono, para peternak ini menghadapi potensi kerugian besar karena hilangnya pembeli utama mereka. Ketergantungan terhadap UD Pramono membuat kondisi semakin sulit bagi peternak yang umumnya tidak memiliki akses langsung ke pasar.
Menurut Gito, seorang peternak dari Desa Gedangan, Kecamatan Cepogo, Boyolali, kekhawatiran utama para peternak adalah hilangnya pendapatan akibat tidak ada pembeli untuk susu mereka. Mereka merasa sangat bergantung pada UD Pramono sebagai saluran penjualan yang stabil. Tanpa kehadiran UD Pramono, 1.300 peternak terancam kehilangan mata pencaharian mereka, yang tidak hanya mempengaruhi individu, namun juga keluarga dan masyarakat yang bergantung pada industri susu ini.
Permasalahan ini berawal dari tunggakan pajak UD Pramono sebesar Rp670 juta, yang berujung pada pemblokiran rekening oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Boyolali. Pemblokiran ini membuat UD Pramono tidak bisa menjalankan aktivitas bisnisnya, sehingga terpaksa menghentikan pembelian susu dari peternak. Para peternak pun akhirnya berbondong-bondong mendatangi kantor pajak untuk meminta klarifikasi dan mencari solusi. Mereka berharap agar pihak berwenang mempertimbangkan nasib mereka yang bergantung pada keberlangsungan UD Pramono.
Menurut penjelasan dari pihak kantor pajak, pemblokiran ini dilakukan sesuai prosedur pajak, dimana semua wajib pajak memiliki kewajiban yang sama untuk melunasi tunggakan pajak mereka. Disebutkan bahwa terdapat perbedaan data antara UD Pramono dan otoritas pajak yang memicu pemeriksaan ulang, sehingga terjadi penetapan ulang jumlah pajak yang harus dibayar. Hal ini mengindikasikan adanya kompleksitas prosedur perpajakan yang sering kali membingungkan pengusaha kecil atau menengah seperti UD Pramono.
Masalah yang dihadapi oleh UD Pramono mencerminkan tantangan yang kerap dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah dalam menghadapi birokrasi perpajakan yang kompleks. Sistem pajak yang rumit sering kali menjadi beban berat bagi usaha kecil, terutama bagi mereka yang tidak memiliki pemahaman mendalam tentang aturan pajak dan akuntansi. Ketika terjadi perbedaan data atau penetapan ulang pajak, pengusaha kecil sering kali merasa terpojok karena harus mengeluarkan biaya tambahan yang sangat besar.
Bagi banyak UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) seperti UD Pramono, tunggakan pajak yang tidak segera diselesaikan dapat berujung pada pemblokiran aset yang mengakibatkan macetnya operasional usaha. Ini adalah kondisi yang dilematis, di mana pemerintah memerlukan pajak sebagai pemasukan negara, namun di sisi lain pengusaha kecil yang kesulitan menanggung beban pajak tidak mampu berkembang bahkan terancam gulung tikar.
Situasi yang dihadapi oleh UD Pramono dan peternak Boyolali menjadi perhatian bagi masyarakat sekitar. Banyak yang berharap adanya kebijakan yang lebih berpihak pada pengusaha kecil dan peternak, mengingat kontribusi mereka dalam mendukung ekonomi lokal. Beberapa pihak menilai bahwa perlunya peninjauan kembali aturan pajak yang lebih mendukung pertumbuhan UMKM. Perwakilan dari peternak mengusulkan agar ada diskresi atau keringanan khusus untuk meringankan beban pajak bagi usaha kecil yang terdampak, terutama di sektor pangan dan peternakan yang menyokong kebutuhan dasar masyarakat.
Krisis ini juga mendorong perdebatan tentang keadilan dalam perpajakan bagi sektor usaha kecil. Beberapa pihak menilai bahwa pemerintah perlu lebih memprioritaskan upaya untuk menjaga keberlangsungan usaha yang berperan langsung dalam menopang ekonomi masyarakat lokal, daripada hanya mengejar target pajak tanpa mempertimbangkan dampaknya. Sebab, tanpa bantuan atau kelonggaran dari pemerintah, banyak usaha kecil yang rentan mengalami kebangkrutan seperti yang dihadapi UD Pramono.
Bagi peternak Boyolali, masa depan mereka kini bergantung pada keputusan yang akan diambil oleh otoritas pajak dan pemerintah. Pemblokiran rekening UD Pramono bukan hanya mengancam bisnis satu pihak, namun berdampak luas terhadap perekonomian rakyat yang sangat bergantung pada industri susu di daerah ini. Jika 1.300 peternak terpaksa gulung tikar, dampaknya akan terasa di berbagai aspek, mulai dari ekonomi hingga kesejahteraan sosial.
Melihat situasi ini, masyarakat Boyolali berharap agar pemerintah memberikan solusi konkret, seperti pengurangan denda pajak, keringanan, atau bahkan insentif bagi UMKM yang terlibat dalam industri pangan dan peternakan. Selain itu, diharapkan juga ada upaya untuk menyederhanakan prosedur perpajakan bagi UMKM agar mereka tidak mengalami beban berlebih.
Tragedi yang dialami oleh peternak sapi Boyolali menjadi gambaran bagaimana kebijakan perpajakan yang rumit dan kaku dapat berdampak pada ekonomi rakyat kecil. Dalam upaya mengejar target pajak, otoritas terkait diharapkan dapat lebih bijaksana dalam menentukan kebijakan agar tidak justru menghancurkan ekonomi rakyat yang menopang sektor-sektor penting. Dengan sistem pajak yang lebih adil dan mendukung pertumbuhan usaha kecil, diharapkan tragedi seperti ini tidak akan terjadi lagi di masa depan.(c@kra)