MoneyTalk, Jakarta – Masalah lain yang sering disorot belakangan ini adalah validitas data dalam sistem DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Seiring dengan perkembangan waktu, berbagai kritik terkait ketidakakuratan data di lapangan menjadi perhatian penting dalam pelaksanaan berbagai program sosial.
DTKS merupakan basis data utama yang digunakan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) sejak tahun 2011 untuk mendukung berbagai program bantuan sosial (bansos). Data awalnya berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang kemudian diperbaharui dan disempurnakan sesuai dengan kebijakan dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Sosial.
Seiring berjalannya waktu, pembaruan dan verifikasi data di lapangan menjadi tantangan tersendiri. Salah satu persoalan utama adalah ketidaksesuaian data antara kondisi sebenarnya di lapangan dengan yang tercatat dalam DTKS.
Dalam beberapa kasus, terdapat penerima bantuan yang sudah meninggal namun masih terdaftar dalam data, atau individu yang telah berpindah tempat tinggal namun data mereka masih tetap tercatat di alamat lama. Hal ini tentu mengganggu efektivitas program dan berpotensi menimbulkan masalah hukum, seperti yang diungkapkan dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Proses pembaruan data dilakukan dengan mekanisme yang cukup rinci. Data diperbarui mulai dari tingkat desa atau kelurahan, kemudian diverifikasi oleh Dinas Sosial dan Bupati/Walikota. Setelah itu, data akan diverifikasi lebih lanjut oleh sistem DTKS dengan melibatkan prosedur yang lebih ketat, termasuk pencocokan data berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK), geotagging, hingga foto-foto yang mendukung validitas data.
Namun, meskipun mekanisme ini sudah ada, banyak keluhan dari masyarakat yang belum memanfaatkan sistem usul sanggah atau cek bansos secara maksimal. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya sosialisasi dan akses terbatas di daerah-daerah yang memiliki keterbatasan sinyal dan teknologi.
Pemerintah telah mengidentifikasi beberapa langkah untuk meningkatkan kualitas data DTKS. Salah satunya adalah pengalihan pengelolaan data ke Badan Pusat Statistik (BPS), yang dianggap memiliki metodologi dan kapasitas lebih dalam mengelola data besar. BPS, bersama dengan lembaga-lembaga lain seperti BKKBN dan Bappenas, akan mengintegrasikan data dari berbagai sumber, menyelaraskan informasi terkait kelompok sasaran penerima bantuan sosial.
Pembaruan data ini akan memfasilitasi kemajuan yang lebih signifikan dalam program-program kesejahteraan sosial, baik dalam hal pemerataan bantuan maupun efektivitas penyalurannya.
Selain fokus pada bantuan sosial, Kemensos juga berkomitmen untuk melakukan pemberdayaan terhadap keluarga penerima manfaat (KPM). Program seperti Program Keluarga Harapan (PKH) bertujuan untuk memenuhi hak dasar keluarga, mulai dari kebutuhan nutrisi ibu hamil, anak-anak, hingga akses pendidikan dan kesehatan. Setelah memenuhi hak-hak dasar ini, KPM akan dibantu dalam proses pemberdayaan agar dapat naik kelas menjadi kelompok masyarakat dengan kesejahteraan yang lebih baik, atau bahkan mandiri.
Dalam hal ini, pemberdayaan lebih lanjut melalui pelatihan keterampilan atau dukungan usaha akan membantu keluarga KPM untuk bertransformasi menjadi kelompok rentan yang lebih kuat, dengan tujuan akhirnya adalah ‘graduasi’ dari status penerima bantuan.
Keberhasilan pemberdayaan dan pengurangan ketergantungan pada bantuan sosial memerlukan sinergi antara berbagai kementerian dan lembaga terkait. Kemensos tidak dapat bekerja sendiri. Kerja sama dengan BUMN, lembaga non-pemerintah, serta kementerian lain seperti Kemenaker dan Kemenko PMK sangat diperlukan untuk menciptakan program-program yang dapat mempercepat proses transisi KPM menjadi kelompok masyarakat kelas menengah.
Penting untuk menciptakan ruang bagi diskusi lebih lanjut dengan anggota DPR, Dinas Sosial, serta pihak terkait lainnya untuk mengidentifikasi masalah dan solusi di lapangan. Salah satunya adalah pembentukan tim reaksi cepat yang memungkinkan interaksi langsung antara pemerintah dan masyarakat untuk menanggapi keluhan atau masalah yang muncul.
Menyempurnakan DTKS bukanlah pekerjaan yang mudah dan tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Namun, dengan mekanisme yang lebih transparan, pengelolaan yang lebih terintegrasi, serta keterlibatan masyarakat yang lebih aktif, kita optimistis bahwa data yang valid dan program pemberdayaan yang lebih tepat sasaran akan tercapai. Terima kasih atas perhatian dan kerjasama semua pihak, dan mari kita terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan sosial di Indonesia.(c@kra)