Kodat86: Kejari Bojonegoro Harusnya sudah Periksa Bupati dan Sekda Terkait Dugaan Korupsi 386 Mobil Siaga Desa
MoneyTalk,Bojonegoro -Mantan bupati dan sekda menjadi orang yang paling bertanggung jawab dalam proyek pengadaan 386 mobil siaga desa anggaran tahun 2022. Proyek dengan anggaran Rp. 96,5 miliar itu muncul tiba-tiba pada APBD Perubahan TA 2022. Sejumlah pejabat Pemkab Bojonegoro sudah diperiksa penyidik Kejari Bojonegoro, termasuk kepala Bapeda, BKAD, dan lainnya.
Kejari Bojonegoro juga sudah menetapkan 5 tersangka sejak 15 Agustus 2024 terhadap sales SBT Ida dan Ivi brand manager PT UMC Surabaya. Berselang 4 hari, tanggal 19 Agustus, Kejari kembali menetapkan dua tersangka yakni IK, brand manager PT UMC Bojonegoro dan Hsn, seorang ASN asal Magetan. Sehari berikutnya, pada 20 Agustus, seorang kepala desa berinisial AW menyusul jadi tersangka.
Sejauh ini Kejari Bojonegoro belum menjelaskan bagaimana proses proyek tersebut muncul. Asal-usulnya bagaimana dan inisiatif siapa? Lantaran anggaran Rp. 96,5 miliar itu muncul pada APBD Perubahan TA 2022. Kepala Bapeda jelas perannya sebagai motor dan sentral pembahasan APBD, tapi rasanya tidak akan seberani itu untuk memunculkan sebuah program baru pada APBD Perubahan. Diduga proyek pengadaan mobil siaga desa tersebut atas perintah bupati dan sekda, di mana posisinya adalah pengguna anggaran dan kuasa pengguna anggaran. Namun sejauh ini, keduanya belum pernah diperiksa dan diminta keterangan oleh penyidik.
“Proyek baru yang muncul di APBD Perubahan TA 2022 itu indikasinya atas perintah Bupati Anna Mu’awanah dan Sekda Nurul Azizah. Mereka yang memiliki previled dan kewenangan untuk memerintahkan diadakan proyek tersebut. Sebab kalau prosedural, untuk memutuskan sebuah proyek itu butuh proses yang cukup panjang,” kata Ketua Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86) Cak Ta’in Komari SS kepada media Kamis (29/8).
Menurut Cak Ta’in, proses penganggaran proyek dalam APBD dimulai dari Musrenbang dari tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten, guna menampung aspirasi dan usulan masyarakat. Termasuk aspirasi anggota DPRD saat melakukan reses bersama konstituennya. Selanjutnya, Pemkab melakukan studi kelayakan dan kajian ilmiah, apakah usulan dan aspirasi tersebut dapat dilaksanakan dan sejauh mana unsur prioritas nya. Sebab pemkab juga harus menentukan dan mendahulukan proyek-proyek strategis dan prioritas lainnya. Jika itu menyangkut proyek teknis, Pemkab juga harus menyusun DED (detail engineering design) untuk menentukan dan menghitung anggaran yang diperlukan.
“Ada proses panjang dalam menganggarkan sebuah proyek dalam APBD. Ada juklak dan juknis yang harus diikuti dari pemerintah pusat. Gak bisa seenaknya. Persoalannya Kepala Daerah dan sekdanya taat aturan atau tidak. Penggunaan previled otoritas bupati itu hanya untuk proyek yang sifatnya urgent dan darurat, ada bencana misalnya.” jelas mantan staf ahli pimpinan DPRD Kota Batam periode 2009-2014 itu.
Lebih lanjut Cak Ta’in menekankan, proyek mobil siaga desa tidak dianggarkan pada APBD murni TA 2022, tapi muncul pada APBD perubahan. Artinya tidak melalui proses Musrenbang dan didahului study kelayakan dan lainnya. “Proyek seperti ini hanya terjadi atas perintah dan otoritas bupati dan sekda,” ujarnya.
APBD Perubahan setiap tahun dibahas sekira bulan September-Oktober, maka realisasi program dilaksanakan pada November-Desember. Mobil Siaga Desa sendiri realisasinya secara tuntas justru masuk tahun 2023. Itu bisa dilihat dari plat nomor polisi mobil siaga desa yang rata-rata bulan Januari-Februari 2023 atau tertulis 01.28 atau 02.28 yang menandakan kendaraan tersebut keluar dan dihitung 5 tahun mundur. Pembahasan APBD perubahan sendiri seharusnya menjadi puncak realisasi program yang sudah dianggarkan dalam APBD murni, setelah dilakukan evakuasi. Sementara anggaran mobil siaga tidak demikian, muncul tiba-tiba sebagai program baru.
Pemkab Bojonegoro menganggarkan pengadaan mobil siaga desa pada APBD perubahan TA 2022, untuk 386 desa, dengan anggaran Rp. 96,5 miliar. Sehingga masing-masing desa mendapatkan alokasi anggaran Rp. 250 juta untuk pengadaan satu unit mobil siaga. Dalam realisasinya, dealer Wuling dan Suzuki ambil inisiasi dengan menawarkan pada para kades jenis Wuling Confero dan Suzuki APV Arena. Bukan itu saja, mereka memberikan diskon atau cashback Rp. 15-20 juta perunit mobil. Hal inilah yang kemudian memicu dugaan adanya suap, gratifikasi dan korupsi dalam proyek mobil siaga desa tersebut.
Proses hukum panjang itu ditingkatkan statusnya menjadi penyidikan pada awal tahun 2024. Puncaknya tanggal 15 Agustus, Kejari Bojonegoro menetapkan dua orang sales bernama Ida dan brand manager PT UMC Surabaya bernama Ivi sebagai tersangka. Tanggal 19 Agustus, menyusul dua tersangka baru ditetapkan kembali, yakni Hs seorang ASN asal Magetan dan IK seorang brand manager PT UMC Bojonegoro, dan terakhir tanggal 20 Agustus, kembali ditetapkan tersangka yakni AW yang merupakan kades Wotan Kecamatan Sumberrejo Bojonegoro.
Anehnya, mereka semua yang sudah ditetapkan sebagai tersangka bukan unsur dari penyelenggara negara, padahal ketika dalam pelaksanaan sebuah proyek bermasalah hukum, maka seharusnya yang bertanggung jawab pertama ya mengajukan dan memerintahkan munculnya proyek mobil siaga desa tersebut. Dan kalau dalam proses pengadaan muncul dugaan gratifikasi atau korupsi, maka prosesnya tetap saja harus dari atas ke bawah, sebagaimana proses anggarannya muncul.
“Kalau ada unsur korupsi dalam proyek tersebut, maka kerugian negara itu ada pada pengelolaan keuangan daerah. Aneh kalau dalam proses ini melekat pada keuangan perusahaan penyedia mobil. Sehingga sangat wajar, kalau banyak pihak terus mendesak penyidik kejaksaan untuk memanggil dan memeriksa Anna Mu’awanah, mantan Bupati Bojonegoro 2018-2023 dan Nurul Azizah, sekda hingga saat ini. Mereka yang paling paham soal proses proyek pengadaan mobil siaga tersebut dilakukan ,” tambah mantan Dosen Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam yang kini ingin fokus di Jawa Timur tersebut.