Lembah Keputusasaan
MoneyTalk, Jakarta – Untuk apa kalian berteriak,”ayo maju !” jika hanya untuk selanjutnya kalian pasrah dicincang haina-haina yang dilepaskan dari istana?
Maju untuk kehormatankah? Tidak, sebab Pasukan Samurai yang siap menantang mautpun, dapat membedakan mana peperangan dan yang mana ketertundukan.
Ketegasan moral hanya dimiliki oleh orang-orang yang berprinsip dan yang membentengi dirinya dengan kesabaran revolusioner, sedangkan ketertundukan hanya ada pada diri-diri pengecut yang selalu melarikan diri dari medan pertarungan moral yang penuh tantangan dan kehormatan.
Berjalan tegap melalui bara api untuk tercapainya Puncak Keadilan Sejati, jauh lebih mulia dan terhormat daripada berjalan tertunduk di atas hamparan permadani empuk dan lembut, yang digelar Raja pongah dan yang kerap memecah belah rakyatnya.
Apakah hanya karena telinga-telinga kalian lebih sering mendengar tentang nikmatnya kekuasaan daripada helaan nafas beratnya tanggung jawab moral untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat, hingga kalian tuli dan tak dapat mendengar jeritan kepedihan rakyat?
Ataukah hanya karena mata kalian lebih sering melihat glamour cahaya istana, daripada melihat kabut pekat yang menghalangi pandangan rakyat kecil untuk melihat masa depannya, hingga kalian menjadi buta untuk melihat suasana kebatinan diri mereka?.
Dia Yang Maha Pemberi menganugerahi kalian kesehatan dan kehormatan, namun kalian tidak menggunakan semua itu untuk mempagar betis kepentingan rakyat yang lemah, melainkan malah untuk menambah lencana-lencana kepalsuan di pundak-pundak kalian sendiri.
Kalian tidak berusaha membuat rakyat yang dimiskinkan dan dipinggirkan untuk keluar dari rumah-rumahnya karena gembira melihat kalian akan dapat mewujudkan mimpi-mimpinya, namun kalian malah menggiring mereka, rakyat yang lemah itu ke lembah-lembah keputus asaannya yang teramat dalam karena kekecewaannya.
Kemarin kalian berbaris rapi menghalau para pendengung suara istana dan memana mereka dengan narasi-narasi yang tajam dan akurat demi menjaga kepentingan rakyat, namun hari ini kalian malah seolah tanpa sadar menjadi penguat para pendengung-pendengung suara istana.
Keterpecah belahan kekuatan rakyat yang diciptakan oleh pihak istana tidak kalian selesaikan, namun malah kalian perparah dengan dengungan-dengungan suara keegoisan yang keluar dari lorong-lorong jiwa kalian sendiri yang rapuh dan yang sepertinya tak ingin tak menjadi orang-orang yang terpandang lagi.
Lalu apa bedanya kalian dengan haina haina istana itu? Apa bedanya kalian dengan pendusta-pendusta negara itu? Apa bedanya kalian dengan pengubur-pengubur harapan rakyat kecil dan yang selalu dijejali kebohongan demi kebohongan itu?
Penulis : Saiful Huda Ems (SHE). Penulis Novel Bunga Revolusi.