Mau diapakan Jakarta, Mas Pram?

0

MoneyTalk, Jakarta – Daerah Khusus Jakarta telah lama menjadi pusat perdebatan dan isu politik di Indonesia, terutama setelah Pilkada DKI Jakarta 2017 yang meninggalkan residu keras. Dalam diskusi podcast di 2045 TV pada Senin (09/09) dini hari, Pramono Anung, seorang politisi senior PDI Perjuangan, membahas berbagai dinamika yang telah membentuk dan akan menentukan masa depan Jakarta.

Pramono menyatakan bahwa Jakarta sejatinya adalah melting pot dari berbagai suku, agama, dan strata sosial. Ia mengungkapkan pengalamannya ketika berkeliling Jakarta dan mengamati betapa kuatnya potensi multikultural yang dimiliki oleh kota ini. Namun, ia juga mengingatkan bahwa politik identitas kerap menjadi isu yang dimainkan di tingkat elit, bukan di tingkat rakyat. “Kalau di rakyat itu nggak pernah jadi isu, seringkali ini justru dimainkan oleh elit,” kata Pramono.

Pramono Anung, yang telah mengabdi selama 27 tahun dekat dengan Megawati Soekarnoputri dan partai, mengungkapkan bahwa pencalonannya sebagai calon gubernur DKI Jakarta datang secara tiba-tiba dan tanpa perencanaan panjang. “Saya tidak pernah berkeinginan untuk menjadi gubernur Jakarta,” ujarnya. Namun, ketika perintah datang dari Ketua Umum PDI Perjuangan, ia merasa itu adalah panggilan untuk mengabdikan diri lebih jauh.

Pramono juga menyebutkan bahwa keputusan ini bukanlah sesuatu yang ia ambil dengan mudah. Ia berdiskusi dengan Rano Karno, pasangannya dalam pencalonan ini, dan menegaskan bahwa mereka harus bertarung sepenuh hati. “Kalau memang mau maju, nggak boleh setengah-setengah, kita harus fight,” tegasnya.

Dalam kampanyenya, Pramono berkomitmen untuk berkeliling 9 hingga 11 titik setiap harinya, menunjukkan dedikasinya untuk benar-benar terjun ke lapangan dan mendengarkan aspirasi warga Jakarta. “Saya tidak pernah mengeluh ketika sudah menjadi calon. Dari hari ini sampai ini semuanya menjadi beban kita, tapi kita tetap harus maju,” tambahnya.

Pramono menyadari tantangan yang akan dihadapi sebagai gubernur Jakarta. Ia menyatakan bahwa akan ada banyak keputusan yang tidak populer, tetapi perlu diambil untuk kebaikan kota ini. “Saya berani memutuskan yang tidak populer, karena untuk menjadi gubernur Jakarta kalau Jakarta mau baik sebenarnya apapun yang dilakukan Pak Ahok itu bagus hanya sayang mulut,” ucapnya.

Ia juga berbicara tentang pentingnya infrastruktur dan pelayanan publik yang efektif. Ia menyoroti pengalaman ketika menonton pertandingan sepak bola di Jakarta yang aksesnya sangat sulit, serta mengusulkan bahwa layanan pemerintah tidak harus selalu terpusat di Balai Kota. “Semua kan juga nggak mungkin harus datang kembali ke kota. Mereka mempunyai kesempatan untuk melapor secara digital dan orang yang kita tugaskan di tempat itu harus orang yang paling dipercaya,” jelasnya.

Di tengah diskusi, Pramono menekankan pentingnya menghindari politik identitas dalam Pilgub ini. Meskipun ia mengakui adanya serangan politik yang bernuansa agama dan identitas, ia bertekad untuk tidak terpancing dan tetap fokus pada program-program nyata yang bisa membawa perubahan positif bagi Jakarta. “Kami nggak akan membawa politik identitas, politik agama walaupun sekarang ini sudah ada yang mulai menyerang,” tegas Pramono.

Pramono juga membahas mengenai loyalitas dan prinsip berpolitik yang selalu ia pegang teguh selama ini. Menurutnya, sebagai kader PDI Perjuangan, ia selalu siap menjalankan tugas partai kapan pun diperlukan, meski harus keluar dari zona nyaman. “Di dalam partai itu ada loyalitas, ada prinsip. Apapun yang Ibu Mega putuskan, walaupun saya tidak setuju, saya tetap laksanakan,” katanya.

Ia berharap bahwa melalui pencalonannya ini, ia bisa memberikan contoh kepada generasi muda, terutama keluarga dan kader partai, tentang pentingnya loyalitas dan prinsip dalam berpolitik.

Hal ini menyoroti perjalanan politik Pramono Anung, komitmennya untuk Jakarta, serta bagaimana ia melihat tantangan yang dihadapi oleh kota ini. Dengan pemahaman yang mendalam tentang politik dan pengalaman panjang di pemerintahan, Pramono bertekad untuk menjadikan Jakarta sebagai kota yang inklusif dan ramah bagi semua warganya, tanpa membeda-bedakan suku, agama, atau latar belakang sosial. Diskusi ini membuka mata kita tentang arah yang bisa diambil Jakarta di masa depan, di tengah berbagai tantangan dan dinamika politik yang ada.(c@kra)

Views: 0

Leave A Reply

Your email address will not be published.