Dalam 48 Jam Dunia Ekonomi Penuh Gejolak
MoneyTalk, Jakarta – Dunia ekonomi dan pasar keuangan Indonesia sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi 48 jam yang penuh dinamika. Beberapa agenda penting, baik di kancah internasional maupun domestik, diprediksi akan mengguncang pasar, terutama terkait dengan kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) dan Bank Indonesia (BI). Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia diperkirakan masih akan berada di zona surplus pada Agustus 2024, memperpanjang tren positif yang telah berlangsung selama 52 bulan berturut-turut.
Salah satu agenda terbesar yang ditunggu pelaku pasar minggu ini adalah rapat The Federal Reserve, yang dijadwalkan pada 17-18 September 2024. Pelaku pasar global sangat mengantisipasi kebijakan suku bunga dari bank sentral Amerika Serikat tersebut. Ekspektasi pasar saat ini menunjukkan peluang besar bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 hingga 50 basis poin. Ini menjadi momen penting, mengingat The Fed belum menurunkan suku bunganya sejak 2020, ketika pandemi COVID-19 melanda dunia.
Penguatan pasar saham AS, yang dipimpin oleh indeks S&P 500 dan Dow Jones, menunjukkan bahwa investor sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi potensi pemangkasan suku bunga ini. Optimisme juga meluas ke pasar keuangan global, termasuk Indonesia, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa, dengan investor asing terus melakukan pembelian bersih (net buy).
Di Indonesia, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia juga menjadi sorotan utama. Pelaku pasar menantikan apakah BI akan mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25%, atau melakukan penyesuaian seiring dengan stabilitas inflasi dan nilai tukar rupiah. Rapat ini berlangsung di tengah momentum positif, di mana neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2024 diperkirakan kembali mencetak surplus, berkat kenaikan harga komoditas seperti crude palm oil (CPO) dan moderasi harga minyak global.
Surplus perdagangan diproyeksikan mencapai US$ 1,82 miliar, meningkat signifikan dari bulan sebelumnya yang hanya sebesar US$ 0,47 miliar. Pertumbuhan ekspor Indonesia yang didorong oleh permintaan dari mitra dagang utama, seperti Uni Eropa, ASEAN, dan China, juga menjadi faktor pendorong surplus tersebut.
Di samping itu, rilis data ekonomi penting lainnya, seperti penjualan ritel di AS dan data ekspor-impor Indonesia, akan mempengaruhi pergerakan pasar dalam dua hari mendatang. Para investor dan pengamat ekonomi bersiap-siap menghadapi kemungkinan fluktuasi yang signifikan. Sementara itu, pasar tenaga kerja AS yang stabil dan inflasi yang melandai menjadi pertimbangan utama dalam keputusan The Fed untuk mengatur suku bunga agar tetap mendukung pemulihan ekonomi tanpa menciptakan risiko overheating.
Dengan berbagai faktor ini, 48 jam ke depan diprediksi akan penuh ketidakpastian dan volatilitas. Namun, optimisme tetap ada di kalangan investor, yang berharap langkah kebijakan moneter dari The Fed dan BI dapat memberikan arah yang lebih jelas bagi pasar global dan domestik. Dunia dan Indonesia kini bersiap menghadapi periode penuh gejolak yang mungkin membawa dampak jangka panjang bagi stabilitas ekonomi global dan regional.(c@kra)