Singapura Itu Diktator, Indonesia Takut Diktator?
MoneyTalk, Jakarta – Singapura sering dipandang sebagai negara yang maju secara ekonomi, tetapi ada anggapan bahwa keberhasilan ini diperoleh melalui model kepemimpinan yang otoriter. Dalam podcast B MEDIA yang ditayangkan pada Minggu (29/09), Mardigu Wowiek membahas perbandingan antara Singapura, yang dianggap sebagai negara diktator, dan Indonesia, yang cenderung takut terhadap rezim otoriter.
Singapura dikenal dengan kebijakan ketat yang terstruktur dan berorientasi pada pembangunan, di mana pemimpin negara memegang kendali penuh atas setiap aspek kehidupan masyarakat, mulai dari ekonomi hingga sosial. Mardigu menyatakan bahwa Singapura bisa dianggap sebagai contoh negara diktator modern, di mana pemerintah mengontrol hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat. Namun, kebijakan tersebut telah berhasil menjadikan Singapura salah satu negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di dunia, serta memiliki infrastruktur yang sangat maju.
Mardigu juga menyoroti bahwa Singapura, dengan kendali penuh terhadap sektor ekonomi dan pariwisata, berhasil menarik perhatian dunia melalui proyek-proyek besar seperti Formula One dan pengembangan kasino yang menarik wisatawan internasional. Meskipun kebijakan ini ketat, masyarakat menerima karena hasilnya nyata.
Di sisi lain, Indonesia masih memiliki ketakutan terhadap rezim yang terlalu kuat. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh pengalaman sejarah Indonesia dengan rezim otoriter yang kurang demokratis. Ketakutan ini menyebabkan Indonesia cenderung memilih jalan yang lebih hati-hati dalam memajukan negara, bahkan sering kali memperumit birokrasi, yang justru menghambat inovasi dan perkembangan.
Mardigu mengungkapkan bahwa Indonesia sering kali ragu untuk mengambil langkah berani seperti Singapura karena ketakutan akan kemungkinan munculnya kembali diktatorisme. Ia mencontohkan bagaimana ide-ide cemerlang, seperti pembuatan bioplastik edible dari rumput laut, terhambat oleh proses birokrasi yang panjang, sehingga negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia justru mempatenkan inovasi tersebut.
Ketakutan ini merambah ke dunia politik, di mana pemimpin yang terlalu tegas atau berani sering kali dianggap sebagai ancaman bagi demokrasi. Hal ini menciptakan paradoks di mana Indonesia tidak maju secepat yang seharusnya karena ketakutan terhadap kekuasaan yang terlalu terpusat.
Menariknya, Singapura tidak sendirian dalam menggunakan model kepemimpinan yang kuat dan sentralistis. Negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand juga sering memanfaatkan kekuatan politik yang terpusat untuk memajukan sektor ekonomi, khususnya dalam pariwisata. Bangkok, misalnya, disebut dalam diskusi sebagai kota yang berhasil melakukan modernisasi dengan sangat cepat berkat strategi pembangunan yang terkoordinasi dengan baik, meskipun pendekatan pemerintahnya juga cukup kuat.
Mardigu berpendapat bahwa Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang sama, tetapi terjebak dalam keragu-raguan untuk menerapkan model kepemimpinan yang lebih kuat. Dia mencontohkan bahwa Indonesia bisa menarik lebih banyak investasi asing dan meningkatkan pariwisata jika pemerintah lebih tegas dalam membuat kebijakan yang berani dan strategis, seperti yang dilakukan oleh Singapura dan negara-negara tetangga lainnya.
Mardigu menekankan bahwa Indonesia memerlukan keberanian lebih dalam memimpin. Model kepemimpinan yang tegas bukan berarti harus kembali ke pola diktator seperti masa lalu, tetapi harus memanfaatkan strategi yang berfokus pada kemajuan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Pemimpin Indonesia harus mampu mengesampingkan ketakutan terhadap label otoriter dan lebih berfokus pada hasil nyata untuk kemajuan bangsa.
Pandangan ini menunjukkan bahwa Indonesia dapat belajar dari Singapura dalam hal pengelolaan negara yang efektif, tanpa harus menjadi negara diktator. Apa yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang tegas, terencana, dan berorientasi pada hasil, dengan tetap menjaga prinsip demokrasi dan keadilan sosial.
Singapura mungkin dianggap sebagai diktator modern, tetapi hasil yang dicapai oleh negara tersebut menunjukkan bahwa model kepemimpinan yang kuat bisa menjadi kunci kesuksesan. Sementara itu, Indonesia harus mengatasi ketakutannya terhadap kepemimpinan yang kuat jika ingin mencapai kemajuan yang serupa. (c@kra)