MoneyTalk, Jakarta – Dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Rabu, 16 Oktober 2024, pernyataan menarik disampaikan oleh Muhammad Qodari, yang lebih dikenal sebagai Mr. Q. Ia menyoroti dinamika politik seputar pembentukan kabinet, khususnya dalam kaitannya dengan pelantikan yang dijadwalkan pada 21 Oktober 2024.
Melalui refleksi yang santai, namun tajam, Mr. Q menyampaikan bahwa dalam dunia politik, “dipanggil belum tentu jadi, yang tidak dipanggil belum tentu tidak jadi.” Sebuah kalimat sederhana, namun menyimpan makna mendalam terkait ketidakpastian dalam dinamika politik.
Mr. Q dengan penuh humor menggambarkan bagaimana kondisi politik Indonesia saat ini sering kali tidak bisa diprediksi. Proses penyusunan kabinet selalu menjadi sorotan utama setelah terpilihnya presiden baru. Sering kali, nama-nama yang sudah dipanggil atau dibahas secara publik, belum tentu akan menduduki kursi kementerian. Sebaliknya, individu yang tidak terduga, bahkan tidak pernah dipanggil atau disebut dalam bursa calon menteri, bisa saja pada akhirnya mendapatkan posisi strategis.
Pernyataan ini menggambarkan dinamika politik yang penuh dengan ketidakpastian. Mr. Q menegaskan bahwa proses pemilihan menteri bukanlah sekadar mekanisme formalitas, melainkan juga hasil dari negosiasi politik yang kompleks. “Dipanggil belum tentu jadi” merujuk pada bagaimana mereka yang tampaknya dijagokan bisa saja tersingkir di menit-menit terakhir, karena berbagai faktor mulai dari negosiasi antarpartai hingga perubahan strategi.
Sebaliknya, “yang tidak dipanggil belum tentu tidak jadi” menunjukkan bahwa individu yang tampaknya di luar radar bisa saja mendapatkan jabatan penting. Hal ini sering kali terjadi karena faktor-faktor lain yang lebih mendalam, seperti kebutuhan strategis atau latar belakang profesional yang belum terungkap secara luas.
Konteks Kabinet ‘Gemoi’: Mr. Q juga menyampaikan pandangannya mengenai kabinet Prabowo yang digambarkan sebagai “Kabinet Gemoi.” Istilah “gemoi” awalnya diasosiasikan dengan kabinet yang gemuk karena bertambahnya jumlah kementerian dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Menurut Mr. Q, istilah “gemoi” sebenarnya lebih tepat menggambarkan kabinet yang “menggemaskan” atau “menarik” karena jumlah kementerian yang bertambah ini menunjukkan langkah strategis untuk memperbaiki pemerintahan.
Dalam acara ILC tersebut, Mr. Q menyinggung bahwa meski kabinet ini dianggap “gemoi,” masyarakat harus menahan diri dalam memberikan penilaian sebelum seluruh komposisi dan nomenklatur kabinet diumumkan secara resmi. Karena hingga saat ini, formasi kabinet masih dalam tahap penyesuaian dan negosiasi intensif, terutama terkait pembagian pos dan kejelasan struktur kementerian.
Fungsi Kabinet yang Diperluas: Penambahan jumlah kementerian dan posisi wakil menteri menurut Mr. Q bukan hanya sekadar untuk menambah beban anggaran, melainkan langkah untuk memperjelas fokus dan spesialisasi tugas.
Sebagai contoh ia menyebutkan, kemungkinan Kementerian Hukum dan HAM akan dipecah menjadi tiga kementerian, yakni Kementerian Hukum, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, serta Kementerian HAM. Dengan adanya pemecahan ini, masing-masing menteri dapat fokus secara spesifik pada persoalan yang selama ini sulit diselesaikan karena tumpang tindih fungsi.
Selain memperbanyak kementerian, Mr. Q juga menyoroti peran penting wakil menteri dalam kabinet. Menurutnya, posisi wakil menteri bukan hanya sekadar pembantu administratif, melainkan seorang koordinator untuk memastikan bahwa setiap direktorat jenderal di bawah kementerian berjalan dengan efisien. Contoh yang diambilnya adalah Kementerian BUMN yang dalam periode sebelumnya berhasil menciptakan kluster-kluster untuk menangani sektor-sektor strategis, seperti keuangan, infrastruktur, dan lainnya.
Dalam kabinet mendatang, Mr. Q yakin penambahan posisi wakil menteri juga akan membantu meringankan beban tugas menteri, sehingga kementerian dapat bekerja lebih efektif dan efisien. Sebagai contoh, ia menyebutkan bahwa Fadli Zon dan Fahri Hamzah kemungkinan besar akan mendapatkan posisi wakil menteri di kementerian yang strategis, dengan tugas yang spesifik sesuai dengan keahlian mereka masing-masing.
Pernyataan Muhammad Qodari bahwa “Dipanggil belum tentu jadi, yang tidak dipanggil belum tentu tidak jadi” adalah pengingat akan dinamika politik yang selalu bergerak dengan ritme tak terduga. Proses pembentukan kabinet adalah salah satu tahap paling krusial dalam pemerintahan, di mana negosiasi, perhitungan politik, dan kepentingan nasional semuanya bertemu dalam satu titik. Dalam konteks ini, masyarakat diingatkan untuk tidak terburu-buru memberikan penilaian atau menyimpulkan sesuatu yang belum pasti.
Sikap ini penting dalam era politik modern di mana spekulasi mudah sekali berkembang, dan keputusan akhir sering kali berbeda dengan apa yang diprediksi publik. Dengan demikian, pernyataan Mr. Q bukan hanya sekadar pandangan pribadi, tetapi juga sebuah refleksi dari realitas politik yang penuh intrik, negosiasi, dan ketidakpastian.(c@kra)