Rudy Mas’ud Balas Kritik dengan Laporan Polisi

  • Bagikan
Andi Muhammad Akbar
Andi Muhammad Akbar

Samarinda – Andi Muhammad Akbar, seorang aktivis yang dikenal vokal dalam menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah, kini menghadapi ancaman hukum setelah tim hukum calon Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rudy Mas’ud dan wakilnya Seno Aji, melaporkannya ke Polda Kaltim.

Akbar dituduh melakukan ujaran kebencian dan pencemaran nama baik terkait kritiknya terhadap sosok Rudy Mas’ud. Namun, bersama tim hukumnya, Akbar dengan tegas melawan upaya kriminalisasi ini, menekankan bahwa kritik yang ia sampaikan adalah bagian dari ekspresi politik yang berlandaskan data dan fakta.

Akbar, yang berasal dari Aktivis Pemuda (AMA) Kaltim, dilaporkan oleh tim Rudy-Seno atas tuduhan menyebarkan informasi yang dianggap merugikan kandidat. Tuduhan tersebut mencuat setelah Akbar mengungkapkan persoalan utang Rudy Mas’ud sebesar Rp137 miliar dan mengkritik dinasti politik yang dianggapnya mempengaruhi perkembangan daerah.

Tapi Akbar menegaskan bahwa apa yang disampaikannya adalah bagian dari upaya menyampaikan informasi yang relevan kepada masyarakat Kaltim, terutama terkait calon pemimpin daerah.

“Ketika saya menulis kritik tersebut, tidak ada niatan untuk berpihak pada salah satu kubu atau kandidat,” jelas Akbar. “Apa yang saya sampaikan merupakan fakta yang saya peroleh dari sumber-sumber yang dapat diakses oleh publik.”

Jumintar Napitupulu, pengacara Akbar, mengatakan hingga saat ini pihaknya belum menerima panggilan resmi dari kepolisian terkait laporan tersebut. Namun, ia menduga bahwa kliennya dikenakan pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya pasal 27, 28, dan 45 terkait ujaran kebencian dan penyebaran berita palsu.

Menurut Jumintar, tuduhan tersebut tidak berdasar, karena apa yang disampaikan Akbar adalah hasil analisis dari data-data yang valid.

“Akbar tidak melanggar ketiga pasal yang dituduhkan, karena semua informasi yang disampaikannya bersumber dari data yang bisa diverifikasi,” tegas Jumintar. “Tidak ada unsur fitnah atau pencemaran nama baik di dalamnya.”

Jumintar juga menyoroti bahwa laporan tersebut tampaknya bertujuan untuk memberikan efek jera kepada Akbar, sebuah langkah yang ia anggap sebagai ancaman bagi kebebasan berpendapat dalam demokrasi.

“Jika setiap kritik yang disampaikan masyarakat selalu dihadapkan pada laporan hukum, ini akan menjadi preseden buruk bagi perkembangan demokrasi kita,” jelasnya.

Akbar dan tim hukumnya saat ini menunggu kejelasan dari pihak kepolisian terkait laporan tersebut. Mereka berencana mempersiapkan langkah-langkah hukum selanjutnya jika proses hukum terus berlanjut.

“Ini akan menjadi contoh buruk bagi nilai-nilai demokrasi kita ke depan,” tegasnya.

Sebagai aktivis yang aktif dalam berbagai isu sosial, Akbar dikenal karena sikap kritisnya terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP Universitas Mulawarman pada 2018 dan Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kaltim pada 2022.

Kritiknya tidak hanya terbatas pada isu lokal, tetapi juga mencakup masalah nasional seperti penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja, proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), hingga konflik di Pulau Rempang.

Dalam setiap aksinya, Akbar selalu menekankan pentingnya transparansi, terutama dalam pengelolaan sumber daya alam di Kaltim yang dinilainya kurang terbuka. Ia percaya bahwa kritik adalah bagian dari hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan yang lebih baik, terutama di daerah yang kaya akan sumber daya seperti Kalimantan Timur.

“Karena kritik merupakan bagian dari masyarakat untuk menyuarakan aspirasi kepada paslon untuk pembangunan Kaltim yang lebih baik” lugasnya.

Kasus ini sendiri membuka diskusi lebih luas tentang kebebasan berpendapat dan batas-batas hukum dalam politik lokal. Dalam demokrasi, kritik yang berlandaskan fakta dan data seharusnya diterima sebagai bagian dari proses check and balance yang sehat.

Akbar berharap, kasus yang dihadapinya dapat menjadi pelajaran agar komunikasi dan dialog menjadi pilihan utama dalam menyelesaikan perbedaan pandangan, bukan melalui jalur hukum yang berpotensi membungkam suara rakyat.

Dengan keberanian yang terus ia tunjukkan, Akbar tetap berkomitmen untuk memperjuangkan demokrasi dan hak masyarakat Kalimantan Timur dalam menyuarakan aspirasi mereka.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *