MoneyTalk, Jakarta – Dalam konteks politik Indonesia, kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sering kali dihadapkan pada tantangan besar yang mencerminkan ketidaknormalan dalam proses pemerintahan. Hal ini diungkapkan oleh Jumhur Hidayat, Ketua Umum KSPSI, dalam wawancaranya di Forum Keadilan TV pada Rabu (22/10). Ia menggambarkan bagaimana situasi krisis dapat mempengaruhi cara kerja pemerintahan, terutama dalam hal kolaborasi antar kementerian dan organisasi.
Jumhur menyoroti bahwa dalam keadaan krisis, idealnya ada kecepatan dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan program. Situasi yang tidak normal ini menciptakan dinamika di mana ego sektoral antar kementerian dan partai politik dapat menghambat kinerja pemerintah. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan komandan-komandan yang kuat di setiap kementerian, yang mampu mengendalikan jalannya pemerintahan.
Pengalaman Jumhur di pemerintahan menunjukkan bahwa Menteri Koordinator (Menko) tidak memiliki hak eksekutorial. Tugas mereka lebih bersifat koordinatif, dan keputusan akhir tetap berada di tangan menteri teknis. Ini mengakibatkan keterbatasan dalam pelaksanaan kebijakan, terutama jika menteri teknis memiliki afiliasi politik yang berbeda. Ketidakpastian ini menciptakan tantangan bagi kepemimpinan Jokowi, yang harus mampu mengelola perbedaan ini agar program-programnya dapat berjalan dengan efektif.
Dalam wawancaranya, Jumhur mengibaratkan kondisi pemerintahan di era Jokowi dengan karakter Naga Bonar, sebuah tokoh fiksi yang merepresentasikan kekacauan dan kekonyolan. Naga Bonar, dalam konteks ini menjadi simbol bagi tata kelola yang berantakan, di mana keputusan diambil dengan sembarangan dan tidak berdasarkan analisis yang mendalam. Ini adalah kritik terhadap bagaimana pemerintahan Jokowi menghadapi tantangan-tantangan besar yang seharusnya bisa diantisipasi.
Jumhur mengungkapkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir, tata kelola pemerintahan di Indonesia mengalami kemunduran. Hal ini tidak hanya terkait dengan kebijakan yang diambil, tetapi juga dengan cara pemerintah berkomunikasi dan berkoordinasi. Jika kondisi ini dibiarkan, potensi masalah hukum akan terus berkembang, dan masyarakat akan semakin skeptis terhadap kemampuan pemerintah dalam menjalankan tugasnya.
Jumhur menekankan pentingnya peran Menko dalam konteks pemerintahan. Seorang Menko yang efektif adalah mereka yang mampu berkomunikasi langsung dengan Presiden dan memiliki wibawa di mata menteri-menteri lainnya. Jika Menko memiliki dukungan penuh dari Presiden dan mampu membangun hubungan yang baik dengan para menteri, maka koordinasi antar kementerian dapat berjalan lebih lancar. Namun, jika tidak, tantangan akan terus ada, dan kekacauan dalam pengambilan keputusan akan berlanjut.
Di sisi lain, Jumhur juga mencatat, keberadaan menteri yang lebih senior atau berpengaruh dapat membantu memperkuat posisi Menko. Namun, jika struktur organisasi tidak jelas dan ada tumpang tindih wewenang, maka efektivitas kepemimpinan Menko akan terganggu.
Melihat ke depan, harapan untuk perbaikan dalam tata kelola pemerintahan di bawah kepemimpinan Jokowi masih ada. Pemerintah perlu mendorong kebijakan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti program perumahan dan penyediaan makanan bergizi. Namun, untuk mencapai hal ini, diperlukan dasar yang kuat dalam pengelolaan sumber daya alam dan keuangan negara.
Penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa potensi sumber daya yang ada dapat dikelola dengan baik. Jumhur menyarankan pendapatan negara dari sektor energi dan mineral perlu ditingkatkan untuk mendukung program-program sosial yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Selain itu, transparansi dalam pengelolaan anggaran negara menjadi kunci untuk menghindari penyimpangan dan meningkatkan kepercayaan publik.
Kepemimpinan Jokowi dalam pandangan Jumhur Hidayat, menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Seperti Naga Bonar, kondisi pemerintahan saat ini mencerminkan kekacauan yang harus segera ditangani.
Untuk itu, penting bagi pemerintah memperkuat kolaborasi antar kementerian, mendorong kebijakan yang efektif, dan memastikan transparansi dalam pengelolaan sumber daya. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat mengharapkan perbaikan dalam tata kelola pemerintahan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.(c@kra)