MoneyTalk, Jakarta – Pada Jumat, 1 November 2024, Dr. Muhammad Faisal, penulis buku Kembali ke Akar, memberikan wawancara di podcast Rhenald Kasali. Ia membahas kodisi dan tantangan pendidikan nasional yang kini berada dalam “rapor merah”. Ia juga menyampaikan harapan masyarakat akan pemekaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menjawab krisis dan memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.
Dr. Faisal mengatakan, masyarakat menaruh harapan besar pada pemekaran Kemendikbudristek untuk membawa perubahan positif dalam pendidikan nasional. Dalam konteks pendidikan yang mengalami banyak tantangan, termasuk krisis karakter dan kualitas. Pemekaran ini diharapkan dapat menciptakan fokus yang lebih tajam pada pengembangan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global.
Menurutnya, tantangan pendidikan di Indonesia sangat kompleks. Banyak anak muda saat ini tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam hidupnya. Banyak dari mereka terjebak dalam bubble algoritma. Informasi dan hiburan yang dikonsumsi sangat berbeda dari teman sebayanya. Akibatnya, mereka mengalami kebingungan identitas dan kesulitan dalam menentukan aspirasi karir.
Faisal memperingatkan, ketidakmampuan anak-anak untuk mengenal diri mereka sendiri dan lebih mengandalkan dunia eksternal—terutama melalui media sosial—dapat menyebabkan kecemasan dan frustrasi.
“Anak-anak muda sekarang lebih mendengarkan suara eksternal daripada suara di dalam diri mereka sendiri,” ujarnya. Ini menciptakan masalah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, yang berimbas pada seluruh aspek kehidupan mereka.
Dr. Faisal menekankan pentingnya peran keluarga muda dalam mendidik anak-anak mereka. Orang tua saat ini sering kali takut untuk mendisiplinkan anak karena khawatir akan menjauhkan mereka. Hal ini menciptakan kesenjangan pemahaman antara generasi tua dan generasi muda. Keluarga muda perlu berbenah dan menemukan cara untuk mendidik anak-anak mereka agar dapat sukses di masa depan.
Dr. Faisal mencatat, kebiasaan anak-anak yang menghabiskan waktu berjam-jam scrolling di media sosial dapat memengaruhi pandangan mereka tentang dunia, persahabatan, dan nilai-nilai kehidupan. Mereka sering kali tidak tahu apa yang mereka inginkan, sehingga memengaruhi pencapaian dan perkembangan karakter mereka.
Dr. Faisal juga membahas pentingnya kembali ke akar pendidikan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantoro, pendiri Taman Siswa. Ia menjelaskan, nilai-nilai yang diajarkan Ki Hajar seperti kolektivitas, penghormatan terhadap budaya, dan hubungan dengan alam, sangat relevan untuk diintegrasikan dalam pendidikan saat ini. Ki Hajar mengajarkan pentingnya pendidikan berbasis pada nilai-nilai kemanusiaan dan budaya, yang kini semakin terabaikan di tengah dominasi digital.
Dr. Faisal berpendapat, pendidikan harus berorientasi pada pembentukan karakter dan nilai-nilai yang dapat memperkuat hubungan antarindividu, serta menjaga koneksi dengan budaya dan lingkungan. Ia mencatat, pendidikan tidak hanya tentang penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang bagaimana anak-anak dapat memahami dan menghargai nilai-nilai sosial dan budaya yang ada di masyarakat mereka.
Wawancara ini mengingatkan kita bahwa pendidikan di Indonesia saat ini memerlukan perhatian serius dan reformasi. Pemekaran di Kemendikbudristek bisa menjadi langkah awal untuk mengatasi rapor merah pendidikan nasional. Peran keluarga juga sangat krusial dalam membentuk karakter dan masa depan anak-anak.
Dengan kembali ke akar pendidikan yang mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, diharapkan generasi muda Indonesia dapat tumbuh menjadi individu yang tidak hanya sukses secara akademis, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan berkontribusi positif bagi masyarakat.(c@kra)