Soal Pandangan Mawenkeu, CnC: Pajak atas Judi Online Bukanlah Solusi

  • Bagikan
Soal Pandangan Mawenkeu, CnC: Pajak atas Judi Online Bukanlah Solusi
Soal Pandangan Mawenkeu, CnC: Pajak atas Judi Online Bukanlah Solusi

MoneyTalk, Jakarta – Isu mengenai pajak judi online di Indonesia menjadi sorotan tajam belakangan ini. Terutama setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan rencana untuk mengenakan pajak terhadap industri perjudian online. Dalam konteks ini, muncul ketidakselarasan antara pandangan Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, dan posisi Prabowo Subianto yang mungkin tidak mendukung langkah yang dianggap dapat melegalkan judi online. Totok Santoso, Direktur Eksekutif Cakra Network Konsultan (CnC), menyoroti dampak negatif dari kebijakan tersebut terhadap moralitas dan nilai-nilai sosial masyarakat Indonesia.

Banyak kalangan menganggap pemungutan pajak terhadap judi online adalah langkah yang tidak pantas dan dapat diartikan sebagai upaya legalisasi perjudian. Menurut Totok Santoso, jika pemerintah melanjutkan rencana ini, maka sesungguhnya kita sedang membuka pintu bagi praktik judi online yang selama ini dianggap ilegal untuk beroperasi secara legal di negara ini. Hal ini bertentangan dengan upaya kita memberantas perjudian yang telah merusak moral dan sosial masyarakat.

Totok menegaskan, kebijakan pemungutan pajak ini bukan hanya sekedar isu fiskal, tetapi merupakan persoalan yang jauh lebih mendalam terkait nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Ia mengingatkan bahwa judi online tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga merusak tatanan sosial secara keseluruhan.

“Pajak atas judi online bukanlah solusi, melainkan justru memperburuk masalah yang sudah ada. Kita harus memikirkan dampak jangka panjang, yang bisa membuat generasi mendatang terjebak dalam siklus perjudian dan masalah sosial yang lebih besar,” tegasnya.

Di sisi lain, Anggito Abimanyu berargumen, pemerintah bisa mendapatkan tambahan pemasukan dari sektor ekonomi bawah tanah termasuk judi online. Ia mencatat fenomena taruhan sepak bola yang marak dilakukan masyarakat Indonesia di luar negeri dan menyatakan bahwa kemenangan dari taruhan tersebut seharusnya dikenakan Pajak Penghasilan (PPh).

Anggito mengatakan, “Orang bermain judi online tidak kena denda, dianggap tidak haram, dan tidak membayar pajak. Padahal mereka menang.”

Pernyataan ini menunjukkan adanya potensi konflik antara kebijakan pemerintah yang ingin mengoptimalkan pendapatan negara melalui pajak dan nilai-nilai yang dijunjung oleh masyarakat yang menganggap judi sebagai tindakan yang tidak etis.

Kebijakan Anggito tampak tidak sejalan dengan sikap Prabowo Subianto yang lebih konservatif dalam pendekatan terhadap perjudian dan moralitas. Prabowo sebagai salah satu pemimpin politik di Indonesia, dikenal dengan sikapnya yang menekankan pentingnya nilai-nilai sosial dan agama dalam kebijakan publik. Dalam konteks ini, dukungannya terhadap upaya pemberantasan judi online mungkin bertentangan dengan pandangan Anggito yang berusaha menjadikan judi online sebagai sumber pendapatan negara.

Beberapa pihak mengajak pemerintah untuk lebih kreatif dalam mencari sumber pendapatan alternatif yang lebih produktif daripada bergantung pada sektor kontroversial seperti judi online. Totok Santoso mengusulkan agar pemerintah mengeksplorasi inovasi di sektor pajak yang dapat meningkatkan perekonomian tanpa menciptakan ketergantungan pada pendapatan yang bersumber dari judi.

“Kita perlu mendorong penciptaan sumber pendapatan yang sehat dan berkelanjutan, yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat ekonomi nasional tanpa merusak moral dan etika,” tambahnya.

Ketidaksepahaman antara Anggito Abimanyu dan Prabowo Subianto terkait pajak judi online mencerminkan tantangan besar dalam menciptakan kebijakan yang seimbang antara kebutuhan pendapatan negara dan menjaga nilai-nilai moral masyarakat. Ketidakpuasan masyarakat terhadap rencana ini menunjukkan bahwa pemerintah perlu lebih berhati-hati dalam merumuskan kebijakan yang melibatkan sektor-sektor yang berpotensi kontroversial.

Dialog yang lebih konstruktif antara semua pemangku kepentingan termasuk pemerintah dan masyarakat diperlukan untuk mencapai solusi yang berkelanjutan dan sesuai dengan nilai-nilai bangsa.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *