MoneyTalk, Jakarta – Menjelang Pilkada Kalimantan Timur 2024 muncul berbagai isu terkait dinasti politik yang mencuri perhatian publik. Salah satu pasangan calon, Rudi, dan keluarganya tengah menjadi sorotan karena keterlibatan beberapa anggota keluarga dalam kancah politik lokal. Banyak pihak mulai mempertanyakan, apakah ini menjadi bagian dari strategi dinasti politik, atau sekadar kebetulan mereka semua bergerak di ranah yang sama?
Dalam kanal YouTube Gerakan Aktual TV pada Selasa, 5 November, seorang pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda (UINSI), membahas fenomena ini. Ia menguraikan konsep dinasti politik, bagaimana kader politik bisa terbentuk, serta dampak positif dan negatif yang bisa muncul dari fenomena ini.
Di Kalimantan Timur, keberadaan keluarga Rudi menjadi sorotan di Pilkada karena tidak hanya Rudi yang maju sebagai calon gubernur, tetapi beberapa saudaranya juga menduduki posisi strategis di DPRD. Ada yang menjabat sebagai ketua DPRD Kaltim untuk periode 2024–2029, yang lain sebagai anggota DPRD. Keterlibatan sejumlah anggota keluarga dalam perpolitikan membuat publik bertanya-tanya: Apakah ini bentuk dinasti politik?
Pengamat politik UINSI menyebut bahwa kehadiran politik dinasti biasanya ditandai dengan upaya aktif dari keluarga atau jaringan politik tertentu untuk mempertahankan kekuasaan, bukan sekadar mengisi jabatan strategis. Dalam hal ini, dinasti politik bisa muncul ketika ada pola sistematis untuk mempersiapkan anggota keluarga atau kerabat tertentu sebagai penerus kekuasaan, guna mempertahankan kontrol dalam pemerintahan.
Pengamat politik UINSI menjelaskan, dinasti politik adalah sebuah konstruksi kekuasaan yang menyiapkan kader dari dalam lingkungan keluarga atau lingkaran terdekat. Dalam sejarah politik Indonesia, kaderisasi bukanlah hal baru; banyak partai politik seperti PDI-P dan Golkar melakukan kaderisasi untuk menghasilkan pemimpin-pemimpin yang sejalan dengan ideologi partai mereka.
Politik dinasti bisa berbentuk langsung atau tidak langsung. Bentuk langsung biasanya terlihat ketika ayah atau ibu yang menjabat sebagai kepala daerah diikuti oleh anak atau kerabat dekatnya yang juga menjabat di posisi serupa. Bentuk tidak langsung terjadi ketika jaringan keluarga mengamankan pengaruhnya lewat kader-kader yang bukan bagian dari keluarga inti namun sudah dikader atau dibentuk dengan pola pikir dan visi yang sama.
Dalam diskusi di kanal YouTube Gerakan Aktual TV, pengamat dari UINSI menyoroti beberapa sisi baik dan buruk dari fenomena ini. Salah satu manfaatnya adalah bahwa politik dinasti bisa memastikan penerus yang sudah memahami visi dan misi dari program-program sebelumnya, sehingga proses pembangunan bisa berjalan lebih konsisten. Namun, di sisi lain, keberadaan politik dinasti juga berpotensi menghambat regenerasi dan inovasi dalam pemerintahan jika yang mengisi jabatan adalah orang-orang yang hanya fokus pada mempertahankan kekuasaan tanpa mempertimbangkan kompetensi dan kapabilitas.
Keikutsertaan keluarga Rudi dalam Pilkada Kalimantan Timur 2024 mendapatkan beragam respons dari masyarakat. Ada yang merasa bahwa keluarga ini memang memiliki kapabilitas dan pengalaman, sehingga wajar jika banyak anggotanya terlibat dalam politik. Namun, ada pula yang menganggap bahwa ini adalah bukti nyata dari politik dinasti, di mana kekuasaan didistribusikan dalam lingkup keluarga.
Dalam pandangan pengamat UINSI, dinasti politik adalah sesuatu yang akan selalu ada dalam politik, baik di tingkat lokal maupun nasional. Selama masih ada sistem yang memungkinkan masyarakat memilih, maka sejatinya dinasti politik ini tidak menjadi masalah selama anggota keluarga yang mencalonkan diri tetap menjalani proses seleksi yang demokratis dan memenuhi kriteria yang dibutuhkan.
Dinasti politik adalah fenomena yang tidak dapat dipandang hitam atau putih. Di Kalimantan Timur, keterlibatan keluarga Rudi menambah dimensi baru dalam Pilkada, menciptakan tantangan bagi para kandidat untuk menunjukkan kapasitas dan kapabilitas mereka, terlepas dari hubungan keluarga. Menurut pengamat UINSI, politik dinasti tidak akan hilang begitu saja, dan mungkin memang dibutuhkan strategi serta regulasi yang tepat agar kehadirannya tetap memperkuat sistem demokrasi dan bukannya mengurangi kesempatan bagi generasi lain.