Kebutuhan Gula Meningkat, PEPS: Tidak Harus Impor

  • Bagikan
Kebutuhan Gula Meningkat, PEPS: Tidak Harus Impor
Kebutuhan Gula Meningkat, PEPS: Tidak Harus Impor

MoneyTalk, Jakarta – Kebutuhan gula nasional Indonesia terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan konsumsi. Di tengah kondisi ini, muncul pernyataan dari Anthony Budiawan, Managing Director dari PEPS (Political Economy and Policy Studies), yang disampaikan kepada KoneyTalk pada Kamis, 8 November.

Anthony menyoroti pentingnya mengoptimalkan produksi dalam negeri untuk memenuhi kekurangan gula kristal putih tanpa perlu mengandalkan impor. Menurutnya, produksi gula kristal putih dari bahan baku gula kristal mentah lebih menguntungkan dan memberikan nilai tambah bagi ekonomi nasional dibandingkan mengimpor gula kristal putih langsung dari luar negeri.

Kebutuhan gula nasional terbagi menjadi dua jenis: gula kristal rafinasi dan gula kristal putih. Gula kristal rafinasi diperlukan untuk industri pengolahan makanan dan minuman, sementara gula kristal putih diperuntukkan bagi konsumsi masyarakat umum. Berdasarkan aturan, gula kristal rafinasi tidak boleh dijual di pasaran sebagai gula konsumsi masyarakat, yang membuat pemisahan ini penting untuk diperhatikan dalam kebijakan pasokan dan produksi.

Produsen gula di Indonesia juga terbagi menjadi dua kategori. Pertama, produsen gula kristal rafinasi yang memanfaatkan bahan baku dari gula kristal mentah, seluruhnya berasal dari impor. Produsen ini mampu menghasilkan gula kristal rafinasi untuk keperluan industri dan dapat memproduksi gula kristal putih dengan bahan baku yang sama, gula kristal mentah. Kedua, pabrik gula yang fokus memproduksi gula kristal putih, dengan bahan baku tebu yang berasal dari perkebunan rakyat, perkebunan swasta besar, maupun BUMN.

Kebijakan impor gula sejak 17 September 2004 hingga 31 Desember 2015 didasarkan pada Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 527/MPP/Kep/9/2004 (Kep MPP 527/2004). Dalam aturan ini, hanya perusahaan yang memiliki izin Importir Produsen Gula (IP Gula) yang boleh mengimpor bahan baku gula kristal mentah. Sebagai bagian dari kewajibannya, produsen gula harus melaporkan secara tertulis tentang kegiatan impor, produksi, dan distribusi hasil produksi gula kristal rafinasi dan gula kristal putih secara berkala.

Berdasarkan regulasi yang berlaku, produsen gula kristal putih dalam negeri dapat menggunakan bahan baku gula kristal mentah impor untuk diolah menjadi gula kristal putih, membantu memenuhi kebutuhan pasar domestik. Pernyataan dari pihak Kejaksaan Agung yang menyebut bahwa kekurangan gula kristal putih hanya bisa dipenuhi dari impor dianggap kurang tepat oleh Anthony Budiawan, karena proses produksi dari gula kristal mentah menjadi gula kristal putih dapat berfungsi sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan nasional.

Anthony juga mencontohkan upaya yang dilakukan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong pada 2015-2016, yang memilih memenuhi defisit gula kristal putih dari jalur produksi dalam negeri melalui bahan baku gula kristal mentah. Menurut Anthony, kebijakan tersebut lebih menguntungkan karena menghasilkan nilai tambah di dalam negeri dan menghemat devisa negara, mengingat harga impor gula kristal mentah jauh lebih murah daripada harga impor gula kristal putih.

Pemanfaatan gula kristal mentah sebagai bahan baku untuk gula kristal putih menciptakan nilai tambah bagi ekonomi nasional. Dalam proses ini, tenaga kerja dan industri pengolahan lokal berperan aktif, yang berarti bahwa produksi dalam negeri lebih bermanfaat daripada mengimpor gula kristal putih sebagai produk jadi. Selain itu, dengan mengimpor gula kristal mentah, biaya impor dapat ditekan dibandingkan langsung mengimpor gula kristal putih.

Anthony menyarankan agar pemerintah mengakui manfaat ekonomis dari langkah ini, alih-alih menuding bahwa kebijakan tersebut merugikan negara. Langkah ini, menurutnya, sebenarnya meningkatkan cadangan devisa, membuka lapangan kerja, dan menjaga stabilitas harga gula dalam negeri.

Anthony Budiawan juga menyoroti bahwa kebijakan yang mengizinkan impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih telah dilakukan sesuai peraturan Kep MPP 527/2004. Maka dari itu, keputusan Tom Lembong untuk memberikan izin produksi gula kristal putih dari bahan baku gula mentah dianggap sah dan bermanfaat bagi ekonomi nasional. Pernyataan Kejaksaan Agung mengenai dugaan kerugian negara senilai Rp400 miliar akibat kebijakan ini dinilai sebagai kesalahan logika.

Menurut Anthony, jika keuntungan yang diperoleh produsen swasta dalam negeri dianggap sebagai kerugian negara, maka keuntungan yang diperoleh produsen di luar negeri yang menghasilkan gula kristal putih untuk diekspor ke Indonesia seharusnya juga dianggap sebagai kerugian negara—sebuah konstruksi berpikir yang menurutnya kurang tepat.

Pemenuhan kebutuhan gula nasional tidak harus bergantung pada impor gula kristal putih. Pemanfaatan bahan baku gula kristal mentah yang diolah menjadi gula kristal putih dapat menjadi solusi lebih efektif dan bermanfaat bagi ekonomi nasional. Dengan demikian, pemerintah sebaiknya mendukung kebijakan yang menciptakan nilai tambah dalam negeri, bukan justru mencurigai dan menuding kebijakan yang sebenarnya sudah diatur sesuai peraturan yang berlaku.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *