MoneyTalk, Jakarta – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, menuai kontroversi setelah pernyataannya dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemerintah Pusat dan Daerah 2024 di Sentul, Bogor, pada Kamis (7/12). Dalam acara yang dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi, Maruarar Sirait hanya menampilkan foto Presiden Prabowo Subianto dalam presentasinya tanpa menyertakan foto Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Hal ini memicu perdebatan luas, terutama terkait etika politik dan tata kelola pemerintahan.
Saat memberikan materi, Maruarar Sirait meminta izin kepada Wakil Presiden Gibran, yang saat itu turut hadir, dengan menyatakan bahwa dirinya hanya menampilkan gambar Prabowo Subianto karena “pemerintahan ini satu komando di bawah Prabowo”. Pernyataan tersebut langsung menjadi sorotan publik dan menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk aktivis politik, akademisi, serta pengamat ketatanegaraan. Banyak yang menganggap tindakan Maruarar tidak sesuai dengan prinsip etika pemerintahan yang seharusnya menghormati posisi Wakil Presiden sebagai bagian dari kepemimpinan negara.
Tindakan Maruarar Sirait memancing reaksi keras dari tokoh-tokoh publik. Aktivis politik sekaligus pengamat senior, Prof. Hikam, menyatakan bahwa perilaku Maruarar ini tidak mencerminkan sikap seorang pejabat negara yang paham tata kelola pemerintahan.
“Presiden dan wakil presiden adalah satu kesatuan sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 Pasal 6A. Tidak memasang foto Wakil Presiden Gibran dalam presentasi resmi itu meremehkan posisi Wapres dan melanggar etika ketatanegaraan,” ujar Hikam dalam diskusi di sebuah stasiun televisi.
Senada dengan Hikam, pengamat politik dari Universitas Presiden, Taufik SH, menyebut bahwa aksi Maruarar dapat memicu dualisme kepemimpinan yang berbahaya bagi pemerintahan saat ini.
“Ini bukan sekadar masalah administratif, tapi juga soal komitmen terhadap tata kelola pemerintahan yang baik. Tidak bisa hanya menonjolkan satu pihak saja,” tegas Taufik.
Lebih lanjut, Ketua Organisasi Masyarakat Rampai Nusantara, Semar, juga menyatakan kekecewaannya. Ia bahkan mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera menertibkan Maruarar Sirait dan menteri-menteri lainnya yang dinilai tidak selaras dengan semangat
“Kabinet Merah Putih” yang digagas oleh Prabowo. “Pak Prabowo harus menindak tegas. Kalau tidak, dikhawatirkan ini bisa menjadi preseden buruk bagi menteri-menteri lainnya,” ungkap Semar dalam pernyataan tertulisnya.
Sejumlah pengamat dan akademisi mendesak agar Maruarar Sirait segera meminta maaf kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka serta masyarakat Indonesia. Mereka menilai, pernyataan Maruarar bukan hanya kesalahan administratif, melainkan juga penghinaan terhadap hierarki kepemimpinan yang sudah diatur oleh konstitusi.
“Maruarar harus segera meminta maaf. Ini bukan soal personal, tapi penghormatan terhadap struktur pemerintahan,” kata Shihin, seorang pakar hukum tata negara.
Dari sudut pandang komunikasi politik, tindakan Maruarar juga dinilai sebagai langkah yang dapat memicu friksi di internal pemerintahan.
“Seorang menteri seharusnya paham bahwa mereka adalah bagian dari tim kepemimpinan yang lebih besar, bukan sekadar loyalis personal. Ini bisa menimbulkan persepsi negatif di masyarakat,” jelas Prof. Fikri dari Universitas Indonesia.
Dengan munculnya kontroversi ini, tekanan meningkat kepada Presiden Prabowo Subianto untuk segera melakukan evaluasi terhadap Maruarar Sirait. Beberapa kalangan menilai, jika dibiarkan berlarut-larut, isu ini bisa menggerus kredibilitas pemerintah.
“Presiden harus mengambil sikap tegas. Evaluasi terhadap kinerja dan sikap menteri menjadi penting untuk menjaga stabilitas kabinet,” ujar Taufik.
Meski begitu, hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Presiden Prabowo terkait tuntutan evaluasi terhadap Maruarar. Namun, sejumlah sumber internal menyebut bahwa evaluasi kinerja kabinet akan dilakukan dalam waktu dekat untuk memastikan bahwa seluruh menteri berjalan seiring dengan visi dan misi pemerintahan.(c@kra)