MoneyTalk,Jakarta – Kekerasan polisi terus terjadi dan membuat negara dalam kondisi darurat saat dunia, termasuk Indonesia, merayakan Hari Hak Asasi Internasional. Keberulangan kekerasan polisi telah menelan banyak korban fisik maupun jiwa namun tidak ada investigasi yang memadai sebagai bentuk akuntabilitas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh aparat.
Amnesty International menyebut ada 579 warga sipil menjadi korban kekerasan polisi selama rangkaian unjuk rasa 22-29 Agustus 2024 di sejumlah provinsi. Organisasi HAM Internasional tersebut juga mencatat dalam periode Januari-November 2024 terdapat total 116 kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian di berbagai wilayah di Indonesia.
Merespon situasi ini, kami menyatakan negara dalam keadaan darurat kekerasan polisi. Berulang kali kekerasan polisi terjadi dan menelan korban dalam luar biasa, kata para aktivis.
Dan para aktivis ini terdiri dari Eko Prasetyo Pendiri Social Movement Institute, Ursula Lara dari Social Movement Institute, Paul FR dari Social Movement Institute, Daniel Siagian dari LBH Pos Malang, Zico Mulia dari Yayasan Tifda, Tri Agus Santoso dari Pijar, atau APMD, Ainun Najiha, Mahasiswa, Sukinah Tokoh Pegunungan Kendeng,Imanda,Akbar Firdaus, Syam Omar dari SMI, Usman Hamid dari AIID, imas Bagus Arya dari KontraS, Indra Adil dari PKM IPB 77/78, Zumrotin senior aktivis, Veni Siregar Aktivis Perempuan, dan Saevul Tavip dari OPSI
Selanjutnya, Rendahnya transparansi hingga tidak ada penghukuman yang tegas untuk pelaku serta pemimpin komando dan petinggi-petinggi di kepolisian menjadi penyebab utama berulangnya kekerasan aparat ini.
Kekerasan aparat harus dilihat dalam konteks yang lebih besar yaitu sebagai kebijakan yang diambil oleh petinggi polri bukan hanya merupakan kejadian terbatas yang dilakukan oleh aparat di lapangan. Oleh karena itu reformasi menyeluruh harus dilakukan di tubuh polri tidak hanya terbatas pada implementasi SOP penanganan aksi damai, ujar para aktivis tersebut.
Yang lebih berbahaya adalah cara pandang bahwa segala bentuk tuntutan masyarakat dianggap sebagai ancaman sehingga responnya selalu berujung pada aksi kekerasan oleh aparat. Bahkan dalam banyak situasi, kekerasan terjadi hanya karena ketersinggungan aparat kepolisian hingga kekhawatiran yang tak beralasan. Polisi kini menjadi institusi yang gagal menjadi pelindung apalagi pelayan masyarakat. Kegagalannya bisa disebabkan oleh kepemimpinan hingga budaya institusi, kata para aktivis.
Maka untuk itu, para aktivis tersebut meminta ada pergantian Kapolri. Karena kinerja kepemimpinan selama ini menjauh dari ciri polisi negara demokrasi dan hak asasi.