Sosialisasi Empat Pilar MPR RI bersama Dewan UKM Komite Wilayah DKI Jakarta dan Tim PKK DKI Jakarta
Jakarta,MoneyTalk – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengajak masyarakat untuk menyambut Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024 dengan suka cita. Jangan sampai pesta demokrasi tersebut berujung pada pembelahan bangsa akibat para pendukung masing-masing calon terjebak dalam fanatisme sempit. Masyarakat diminta juga jangan sampai terjebak dalam politik pragmatis jangka pendek.
“Mari jadi pemilih yang cerdas, sehingga dapat meminimalisir terjadinya money politic, dan high cost politic. Dengan demikian bisa menyelamatkan demokrasi Pancasila agar tidak terjebak dalam demokrasi angka-angka. Jangan jual masa depan bangsa hanya karena uang Rp 50 ribu atau Rp 100 ribu. Karena jika memilih pemimpin hanya karena uang, resikonya akan mudah ditinggalkan,” ujar Bamsoet dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI bersama Dewan UKM Komite Wilayah DKI Jakarta dan Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) DKI Jakarta, di Gedung Nusantara IV MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (6/6/23).
Turut hadir antara lain, Anggota DPD RI Fahira Idris, Ketua Dewan UKM Komite Wilayah DKI Jakarta Imlahyudin Tuanaya, serta tokoh perempuan nasional Mien Uno.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, selain menjamin tegaknya demokrasi Pancasila, dengan menjadi pemilih dan pendukung yang cerdas, berarti juga turut berkontribusi dalam menegakan etika kehidupan berbangsa dan bernegara. Etika merupakan hal yang sangat penting, mengingat dalam pandangan filsafat hukum, kedudukan etika berada pada tataran norma dan asas di atas undang-undang.
“Etika berbasis pada nilai, bukan sekedar kepatuhan pada aturan formal. Etika memiliki dimensi jangkauan yang lebih luas. Pada hakikatnya, etika berfungsi sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Dalam konsepsi kehidupan berbangsa dan bernegara, hadir tidaknya etika, akan sangat menentukan kualitas dan kredibilitas sebuah rezim pemerintahan,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, MPR telah membuat Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Ketetapan MPR ini tidak terlahir dari ruang hampa. MPR menangkap paradigma zaman, bahwa seiring laju peradaban dan gelombang modernitas, etika kehidupan berbangsa dan bernegara justru mengalami kemunduran.
Hal ini tercermin dalam beragam fenomena. Seperti terjadinya berbagai konflik sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa, serta pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan.
“Dari aspek sopan santun, misalnya, kita dapat bercermin dari laporan hasil survei Microsoft bertajuk Digital Civility Index (Indeks Keadaban Digital) tahun 2020 yang dirilis Februari 2021. Indonesia menempati urutan 29 dari 32 negara yang disurvei, atau yang ‘terburuk’ untuk kawasan Asia Pasifik. Seiring dengan meredupnya adab sopan santun, khususnya di kalangan generasi muda bangsa, kehadiran gaya hidup hedonis, individualis, egois, dan pragmatis, mulai menggeser nilai budaya dan kearifan lokal,” terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, dari aspek kepatuhan hukum, berdasarkan data World Justice Project, nilai Indeks Negara Hukum (Rule of Law Index) bangsa Indonesia cenderung stagnan dalam kurun waktu 7 tahun terakhir. Pada tahun 2015, indeks negara hukum Indonesia tercatat sebesar 0,53 poin, dan hingga tahun 2022, indeks tersebut hanya naik 0,01 poin menjadi 0,53. Artinya, hampir tidak ada kemajuan yang signifikan. Capaian ini menempatkan Indonesia di urutan ke-64 dari 140 negara yang disurvei.
“Berbagai gambaran di atas mengisyaratkan bahwa amanat Ketetapan MPR tentang Etika Kehidupan Berbangsa, belum sepenuhnya terimplementasikan sebagai basis fundamental, atau salah satu acuan dasar dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Etika Kehidupan Berbangsa masih sebatas gagasan idealisme di awang-awang. Belum sepenuhnya membumi dan menjadi jiwa bangsa,” pungkas Bamsoet. (MT)
Views: 0