Defisit, dan Utang Obat rezim Jokowi dalam kelola APBN

0

MoneyTalk,Jakarta – Dalam pidato pengantar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, pada Jumat, 16 Agustus 2024, Presiden Joko Widodo menekankan bahwa Defisit anggaran tahun 2025 direncanakan sebesar 2,53% terhadap PDB atau Rp616,2 triliun.

Dalam APBN pemerintahan Jokowi selalu menjadi sorotan publik. Hal ini disebabkan, Rezim Pemerintahan Jokowi selalu ingin mengejar target Pertumbuhan ekonomi. Akibatnya defisit APBN Pemerintah semakin melebar dan utang menjadi salah satu obat untuk menutup defisit anggaran.

Bila membandingkan defisit anggaran zaman SBY dengan pada rezim Pemerintahan Jokowi, maka pada era Rezim Jokowi semakin melebar lebar sekali seering belanja negara yang mengalami
peningkatan cukup tajam.

Dan defisit anggaran pada era SBY, atau antara tenggang waktu antara 2005 – 2014, Rata-rata defisit anggaran sebesar Rp90,9 triliun per tahun. Sedangkan pada rezim Jokowi, atau antara periode 2015-2019, rata-rata defisit anggaran semakin melebar menjadi Rp313,2 triliun per tahun.

Bahkan pada periode 2020 – 2024, defisit anggaran melambung dua kali lipat menjadi Rp638,48 triliun per tahun akibat adanya pandemi covid-19. Dan seperti rezim Jokowi santai – santai saja.

Dan sekali lagi, untuk tahun 2025, Presiden Jokowi menyatakan bahwa Defisit anggaran direncanakan sebesar 2,53% terhadap PDB atau Rp616,2 triliun. Defisit anggaran akan ditutup atau dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati.

Kemudian Tingginya defisit anggaran ini, terpaksa Rezim Pemerintah Jokowi untuk menutup utang dengan cara berutang. Akibatnya, Data utang Pemerintah selama 2 dekade kebelakang menunjukkan kenaikan yang cukup pesat.

Padahal sejak terhitung sejak tahun 2014, outstanding utang hanya sebesar Rp2.608 triliun. Namun sejak rezim Jokowi berkuasa, utang meningkat signifikan menjadi Rp7855,53 triliun per Juli 2023 atau mengalami penambahan utang 201%.

Dan Total utang pemerintah tersebut terdiri dari pinjaman (11,08%) dan penerbitan SBN (88,92%). SBN lebih mendominasi karena cost of fund rendah dan mudah prosesnya dibandingkan bentuk
pembiayaan utang lainnya.

Views: 0

Leave A Reply

Your email address will not be published.