Kodat86 Desak KPK Usut Tuntas dugaan Boby dan istrinya Terlibat ‘Mafia Tambang Nikel
MoneyTalk, Jakarta – Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution disebut-sebut dalam proses persidangan terdakwa suap dan gratifikasi, mantan Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Ghani Kasuba (AGK) Adalah Muhaimin Syarif pertama yang menyebutkan keterlibatan anak dan menantu presiden Joko Widodo dalam pusaran tambang nikel di Halmahera itu. Puncaknya, keluarga AGK berteriak keras minta kedua orang yang dikenal dengan sebutan ‘Blok Medan’ untuk diproses, sesuai sidang tuntutan terhadap AGK dua pekan lalu.
Desakan terhadap KPK untuk membongkar tuntas mafia tambang nikel ‘Blok Medan’ di Maluku Utara makin kencang. ICW, MAKI, Lemtaki, dan kali ini Kodat86 yang turut menyuarakan agak KPK membongkar tambang nikel ‘Blok Medan’ merupakan sebutan kepemilikan tambang milik Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu.
KPK sedang diuji nyali juga atas dugaan gratifikasi perjalanan Kaesang dan istrinya ke Amerika dengan menggunakan pesawat carter jet pribadi, menginap di hotel mewah, dan belanja aneka tas bermerek.
Anehnya, wakil Ketua KPK Alexander Marwata, mengatakan akan mengirim utusan untuk meminta keterangan terhadap Kaesang. Beberapa waktu kemudian dinyatakan bahwa KPK tidak berwenang menyelidiki persoalan sewa jet dan perjalanan mereka ke AS.
Namun Ketua MAKI Bonyamin telah melaporkan secara resmi dugaan gratifikasi itu dengan menyerahkan kontrak perjanjian antara Gibran dengan Shoope.
Di antar desakan itu, tentu menarik perhatian publik atas munculnya nama Kahiyang Ayu yang selama ini tidak banyak tampil di publik.
Beda halnya dengan Bobby Nasution yang saat ini menjabat Walikota Medan dan calon Gubernur Sumatera Utara bersaing dengan gubernur in-cumbent Letjend (Purn) Edy Rahmayadi. Publik dibuat menjadi semakin penasaran akan keterlibatan keluarga besar Jokowi pada pusaran kekuasaan dan bisnis pertambangan.
“KPK tidak bisa menutup mata terhadap tuntutan untuk membongkar tambang nikel ‘Blok Medan’ di Halmahera, Malut tersebut. Apalagi kasusnya terkait dalam pengusutan soal ijin tambang oleh AGK. Pintu nya sudah dibuka, tinggal bongkar isinya kan gak susah,” kata Ketua Kodat86 Cak Ta’in Komari kepada media Jum’at (30/8).
Menurut Cak Ta’in, keterangan saksi Muhaimin Syarif dalam sidang kasus AGK, menyebutkan bersama anak AGK, Nazla Kasuba merupakan pemegang saham utama PT. Prisma Lestari, perusahaan tambang nikel di Weda Tengah, Halmahera Tengah.
Di dalamnya disebutkan ada dua kekuatan besar yang disebut ‘Blok Medan’ yang dimiliki Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution. Perusahaan tersebut menambang di lahan seluas 1.229 hektar berdasarkan SK Bupati Halmahera tahun 2008, AGK.
Mereka telah melakukan pertemuan dg Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu di Medan, yang kemudian menyebut kelompok tambang ini ‘Blok Medan’ untuk perhatian khusus.
“Sepertinya alokasi lahan tambang bermasalah, Muhaimin Syarif juga tersangka suap, maka keterangannya perlu dibongkar tuntas. KPK tidak perlu menunggu dan harus transparan dalam hal ini. Jangan ada kesan ditutup-tutupi.” terangnya .
Lebih lanjut Cak Ta’in menekankan, KPK juga perlu mengklarifikasi kebenaran informasi pihaknya telah melakukan penggeledahan dan penyitaan dokumen dari rumah Bobby Nasution pada dua pekan lalu.
“Seharusnya KPK tidak membiarkan informasi liar tanpa kejelasan. Karena itu bisa menimbulkan asumsi macam-macam. Terutama KPK akan dipandang diskriminatif dan tebang pilih,” ujarnya.
AGK terkena OTT KPK pada 18 Desember 2023, bersama anaknya Nurul Izzah. AGK didakwa menerima suap Rp. 5 miliar, gratifikasi Rp. 99,8 miliar dan 60 ribu dolar AS.
Kasus itu telah menyeret banyak orang yakni Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Malut Adnan Hasanuddin (AH), Kadis PUPR Daud Ismail (DI), Kepala BPPBJ Pemprov Malut Ridwan Arsan (RA), ajudan Gubernur Ramadhan Ibrahim (RI) serta pihak swasta Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW).
ST, AH, DI dan KW dianggap sebagai pemberi suap dan gratifikasi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b atau Pasal 13 UU No.31 tahun 1999 Jo UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. AGK, RI dan RA dianggap sebagai penerima disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor.
Kasus ini menarik perhatian publik karena uang hasil suap dan gratifikasi AGK mengalir kepada mahasiswi cantik kedokteran di Malang, pramugari dan lainnya. Semua berawal perkenankan AGK di pesawat dengan mahasiswi maupun pramugari tersebut.
KPK telah menjerat AGK sebagai tersangka suap proyek dan perijinan di Pemprov Malut. Tak hanya itu, AGK juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang. Selain AGK, KPK juga menjerat Muhaimin Syarif sebagai tersangka suap perijinan tambang dan proyek.
Muhaimin Syarif adalah mantan Ketua DPD Gerindra Malut diduga menyuap AGK sebesar Rp. 7 miliar untuk pengurusan ijin tambang dan proyek di lingkungan Pemprov Malut.
Suap tersebut terkait proyek di Dinas PUPR, pengurusan IUP, pengurusan penetapan IUP ke Kementerian ESDM dan lainnya. Dalam keterangannya, Muhaimin Syarif menyebut Blok Medan sebagai pengelola tambang nikel di Weda Tengah Halmahera.
“Ini kan hasil pengembangan pengusutan KPK sendiri. Mestinya dituntaskan secara terbuka dan transparan, apakah memang anak dan menantu orang nomor satu itu terlibat tambang nikel di Malut atau tidak.
Saat ini masuk waktu pilkada, jangan kemudian kasus ini dipolitisasi. Tapi proses hukum juga tidak boleh terhenti hanya karena ada pilkada. Jangan membiarkan asumsi dan opini liar. KPK yang mulai, maka KPK harus menuntaskannya,” pungkas Cak Ta’in. (c@kra)