Keterlaluan ini PSN PIK 2 Gusur Kampung Ma’ruf Amin
MoneyTalk, Jakarta – Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, yang telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh pemerintah, kini menjadi sorotan publik karena terkait dengan penggusuran kampung asal Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Said Didu, seorang pengamat dan aktivis yang dikenal vokal, mengungkapkan sejumlah fakta mengejutkan dalam wawancaranya di Kanal YouTube Heru Subeno Point pada Sabtu (7/9).
Menurut Said Didu, tanah di kawasan tersebut, termasuk tambak dan sawah di kampung Ma’ruf Amin, ditawar dengan harga hanya Rp30.000 per meter persegi. Ia menyoroti praktik-praktik yang disebutnya sebagai bagian dari “oligarki yang kuat,” di mana tanah rakyat dikorbankan untuk kepentingan segelintir pihak yang berkuasa. Said Didu mengatakan, “Bapak dan Ibu bisa bayangkan, sebangsa dan setanah air, kampung wakil presiden tidak bisa berteriak melawan oligarki. Ini praktik nyata oligarki yang sangat nyata dan berlangsung sempurna.”
Said Didu turun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi warga yang menjadi korban penggusuran. Ia menyatakan bahwa harga yang ditawarkan untuk tanah sangat rendah dan jauh dari harga pasar. “Transaksi hanya dilakukan oleh kantor pengembang, bukan melalui notaris. Notaris mereka sekarang ada di kampung-kampung, mutar-mutar di Kronjo,” ungkapnya. Hal ini menunjukkan bagaimana tanah warga diakuisisi dengan cara-cara yang sangat merugikan.
Penggusuran ini tidak hanya berdampak pada warga biasa, tetapi juga terhadap kampung asal Ma’ruf Amin. Said Didu mempertanyakan kekuatan oligarki yang begitu besar hingga kampung seorang wakil presiden pun digusur. “Kita bisa membayangkan seberapa besar kekuatan oligarki ini sehingga kalau kampungnya wakil presiden saja bisa digusur,” kata Said Didu.
Ia juga menyoroti bagaimana PSN digunakan untuk menguntungkan pihak swasta. “Bagaimana mungkin ada proyek swasta yang kemudian dijadikan statusnya sebagai proyek strategis nasional? Dengan dijadikan proyek strategis nasional, banyak sekali keuntungan yang diperoleh, seperti kemudahan perizinan, pembiayaan, jaminan risiko politik, hingga tax holiday,” ujar Said Didu. Menurutnya, pemerintah seharusnya menggunakan Proyek Strategis Nasional untuk kepentingan negara, bukan untuk menguntungkan perusahaan swasta.
Selain itu, Said Didu juga mengkritik tindakan aparat yang terlibat dalam proses pembebasan lahan ini. Ia menyatakan bahwa ada kepala desa yang ditangkap karena menolak menjual tanahnya kepada pengembang. Tekanan terhadap warga dan aparat desa untuk menjual tanah mereka hanya kepada pengembang juga menjadi isu yang diangkat oleh Said Didu.
Tidak hanya itu, Said Didu mengungkapkan bahwa terdapat koordinasi antara aparat dan pihak pengembang untuk memaksa rakyat menjual tanah mereka. “Kalau Anda tidak mau jual, pasti satu hari dua hari lagi akan dipanggil aparat,” ujarnya.
Pada akhirnya, Said Didu mengajak publik untuk bersama-sama menghentikan praktik-praktik seperti ini. Ia juga mengimbau Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menggunakan patriotisme dan jiwa kerakyatan untuk menghentikan PSN yang ditujukan untuk kepentingan swasta. “Kita harus menghentikan agar tidak terjadi dominasi penguasaan negara oleh kelompok tertentu,” pungkasnya.
Hal ini menunjukkan pentingnya transparansi dan keadilan dalam pengambilan kebijakan publik, terutama yang berdampak langsung pada rakyat kecil. Kasus PSN PIK 2 ini menjadi salah satu contoh nyata bagaimana kebijakan publik bisa disalahgunakan untuk kepentingan segelintir pihak, mengorbankan hak-hak rakyat kecil di negeri ini.(c@kra)