Hasil Konflik PKB lawan PBNU, Sekjen PBNU Dilantik Jadi Mensos ?

0

MoneyTalk, Jakarta – Peristiwa yang mengguncang panggung politik Indonesia baru-baru ini tak bisa dilepaskan dari sorotan publik. Penggeledahan rumah Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang disusul dengan pelantikan Saifullah Yusuf, Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), sebagai Menteri Sosial, memperlihatkan adanya dinamika besar antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Dua peristiwa ini, yang terjadi dalam waktu berdekatan, memunculkan pertanyaan besar: Apakah ini hanya kebetulan, atau ada skenario politik yang lebih dalam di baliknya?

Pada 10 September 2024, KPK menggeledah rumah Abdul Halim Iskandar terkait kasus dugaan korupsi dana hibah di Jawa Timur. KPK menyita sejumlah barang bukti, termasuk uang tunai dan bukti elektronik. Fakta bahwa Abdul Halim adalah kakak dari Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Ketua Umum PKB dan salah satu tokoh penting dalam koalisi politik nasional, membuat penggeledahan ini tak bisa dipisahkan dari nuansa politik.

Penggeledahan ini seolah membuka babak baru dalam pertarungan internal antara NU dan PKB. PKB yang lahir dari rahim NU selalu menjadi kendaraan politik NU di pentas nasional. Namun, seiring waktu, terjadi friksi antara kedua entitas ini. Cak Imin sebagai penguasa PKB kerap dianggap semakin menjauh dari NU secara ideologis dan politis.

Dengan langkah-langkah Cak Imin yang semakin mendekat ke Prabowo Subianto, tampak ada ketidakpuasan di kalangan NU, khususnya dalam kepemimpinan PBNU. Konflik ini semakin tajam ketika ada upaya dari beberapa faksi di NU untuk menyaingi dominasi PKB di panggung politik, terutama menjelang Pemilu 2024. Apakah penggeledahan ini merupakan bentuk tekanan terhadap kelompok PKB, atau hanya penegakan hukum murni?

Menariknya, sehari setelah penggeledahan, Saifullah Yusuf, salah satu tokoh sentral di NU, dilantik sebagai Menteri Sosial menggantikan Tri Rismaharini. Saifullah Yusuf, atau yang akrab disapa Gus Ipul, adalah sosok yang juga terlibat dalam upaya menghidupkan kembali kepentingan NU di ranah politik. Dengan posisi barunya, Gus Ipul tampak membawa harapan baru bagi PBNU untuk kembali menegaskan pengaruhnya di pemerintahan.

Namun, pelantikan ini juga menimbulkan pertanyaan. Apakah pelantikan ini bagian dari “kompensasi” atau langkah strategis dari “Istana Lama” yang selama ini masih terhubung erat dengan PBNU? Dan bagaimana peran PKB dalam hal ini? Muhaimin Iskandar, yang telah merapat ke Prabowo, tampaknya semakin jauh dari dukungan politik NU. Apakah ini juga menjadi sinyal bahwa pemerintah sedang mengelola rivalitas di antara dua kubu ini?

Dinamika antara NU dan PKB, khususnya di bawah kepemimpinan Cak Imin, menunjukkan bahwa perpecahan di antara kedua organisasi ini semakin nyata. Jika dahulu PKB selalu diidentikkan sebagai representasi politik NU, kini tampak ada dualisme kepentingan yang semakin sulit diabaikan.

Pelantikan Gus Ipul sebagai Mensos dan penggeledahan rumah Abdul Halim menambah elemen ketegangan politik yang sudah mulai menghangat. Peristiwa ini bisa dipandang sebagai pertarungan pengaruh antara “Istana Baru” yang digawangi oleh Prabowo dan “Istana Lama” yang lebih dekat dengan PBNU. Gus Ipul, sebagai bagian dari NU, terlihat mendapatkan dukungan dari lingkaran kekuasaan yang lebih konservatif. Sementara itu, PKB di bawah Cak Imin mengambil langkah lebih pragmatis dengan merapat ke Prabowo, mencoba mengamankan posisi di pemerintahan mendatang.

Bagi masyarakat NU, perpecahan ini jelas merupakan momen refleksi. Apakah NU akan tetap mendukung PKB sebagai kendaraan politiknya, atau akan memilih jalur lain, termasuk melalui tokoh-tokoh independen yang kini berkiprah di kancah politik?

Sedangkan bagi PKB, masa depan partai ini tergantung pada seberapa kuat Cak Imin bisa mengonsolidasikan kekuasaan dan menjaga loyalitas dari kader-kader partai. Kegagalan dalam mengelola hubungan dengan NU bisa menjadi awal dari pergeseran besar dalam peta politik Islam di Indonesia.

Pada akhirnya, publik kini menunggu apakah ada kelanjutan dari peristiwa ini yang bisa mengungkap lebih dalam permainan politik di balik layar. Penggeledahan rumah menteri dan pelantikan tokoh NU dalam satu waktu yang berdekatan ini tampaknya bukan kebetulan belaka, melainkan cerminan dari dalamnya rivalitas yang sedang mengkristal di dalam tubuh politik Islam Indonesia.

Hubungan NU dan PKB kini berada di persimpangan jalan. Konflik ini tak lagi sekadar perebutan pengaruh, tetapi menjadi pertarungan untuk menentukan arah masa depan kedua organisasi tersebut. Dalam jangka panjang, perpecahan ini bisa berdampak pada peta politik nasional, terutama dalam melihat arah koalisi yang akan terbentuk setelah Pemilu 2024.

Baik NU maupun PKB perlu menyadari bahwa publik sedang menyaksikan dengan seksama, dan langkah strategis selanjutnya akan sangat menentukan nasib kedua entitas ini di kancah politik nasional.(c@kra)

Penulis : Mus Gaber, Ketua Padepokan Hukum Indonesia

Views: 0

Leave A Reply

Your email address will not be published.