Widih KPK Sita Uang Di Rumah Mendes PDTT
MoneyTalk, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan langkah signifikan dalam penanganan kasus korupsi dengan menggeledah rumah dinas Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Abdul Halim Iskandar.
Dalam penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah uang tunai serta barang bukti elektronik yang diyakini terkait dengan kasus dugaan korupsi pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur periode 2019-2022.
KPK dalam keterangannya pada Selasa (10/9/2024), menyampaikan bahwa penggeledahan dilakukan oleh penyidik KPK pada Jumat, 6 September 2024, di salah satu rumah dinas Abdul Halim Iskandar yang terletak di wilayah Jakarta Selatan.
Penyidik melakukan penyitaan berupa uang tunai dan barang bukti elektronik dari penggeledahan tersebut,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika.
Langkah penggeledahan rumah dinas Abdul Halim Iskandar ini merupakan bagian dari rangkaian upaya KPK untuk memperluas penyidikan dan menggali lebih dalam bukti-bukti terkait.
Penyitaan barang bukti elektronik menunjukkan bahwa penyidik KPK tidak hanya fokus pada bukti fisik berupa uang tunai, tetapi juga mencari bukti digital yang dapat memperkuat konstruksi hukum dalam kasus ini.
Penggeledahan ini tentu menjadi sorotan publik mengingat Abdul Halim Iskandar merupakan seorang menteri aktif dalam pemerintahan.
Kasus ini berpotensi mempengaruhi stabilitas politik dan citra pemerintah, terutama jika bukti-bukti yang ditemukan semakin menguatkan dugaan korupsi yang melibatkan pejabat negara.
Dan kasus ini merupakan bagian dari pengembangan penyidikan KPK terkait suap alokasi dana hibah yang diusulkan melalui pokok pikiran (pokir) dari kelompok masyarakat di Provinsi Jawa Timur.
Dan Dana hibah ini diduga dialokasikan secara tidak sesuai dengan peruntukannya, sehingga menyebabkan kerugian bagi negara.
Dalam perkembangan penyidikan kasus ini, KPK telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka, yang terdiri dari 4 orang penerima suap dan 17 pemberi suap. Dari empat tersangka penerima suap, tiga di antaranya merupakan penyelenggara negara, sementara satu lainnya adalah staf penyelenggara negara tersebut. Sedangkan dari pihak pemberi suap, 15 orang adalah pihak swasta dan dua orang lainnya merupakan penyelenggara negara.
Kasus suap alokasi dana hibah ini mengungkapkan modus operandi yang cukup kompleks, dimana dana hibah yang seharusnya digunakan untuk kepentingan kelompok masyarakat diduga diselewengkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Dan Tessa menyebutkan, “Mengenai nama tersangka dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tersangka akan disampaikan kepada teman-teman media pada waktunya bilamana penyidikan dianggap telah cukup.(c@kra)