Dalami Kasus DJKA Kemenhub, KPK Kembali Periksa 3 Saksi
MoneyTalk, Jakarta – Kasus dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan terus bergulir. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa tiga saksi terkait penyidikan kasus korupsi proyek perkeretaapian yang melibatkan mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Semarang, Yofi Oktarisza. Ketiga saksi yang diperiksa adalah Sukartoyo dari PT Dwifarita Fajarkharisma, Sugeng Prabowo Direktur, dan Sanusi Surbakti, Direktur PT Citra Diecona.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan bahwa pemeriksaan ketiga saksi ini dilakukan untuk mendalami keterlibatan Yofi Oktarisza. Penyidikan fokus pada penelusuran catatan pemberian fee yang diduga diberikan kepada pihak-pihak tertentu terkait pengaturan proyek. Proses pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK pada 20 September 2024.
Yofi Oktarisza, mantan PPK BTP Semarang periode 2017 hingga 2021, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Ia diduga menerima fee dari rekanan yang memenangkan lelang barang dan jasa, dengan nilai fee antara 10 hingga 20 persen dari total paket pekerjaan. Proyek-proyek tersebut melibatkan pengaturan sistematis oleh Yofi untuk memenangkan rekanan tertentu.
Asep Guntur Rahayu, Direktur Penyidikan KPK, menjelaskan bahwa Yofi tidak hanya mengatur rekanan tertentu sebagai pemenang lelang, tetapi juga memberikan arahan khusus sebelum dan sesudah proses lelang. Calon pemenang dikumpulkan di kantor PPK atau lokasi lain seperti hotel, di mana mereka menerima arahan tentang metode kerja, penggunaan alat, dan dukungan teknis lainnya. Yofi juga menginstruksikan rekanan untuk bekerja sama, bahkan mengatur agar perusahaan lain hanya menjadi pendamping tanpa bersaing.
Yofi menunjuk Dion Renato Sugiarto sebagai pengepul fee dari rekanan yang berpartisipasi dalam proyek. Dion, yang mengelola tiga perusahaan terkait proyek DJKA, bertugas mengumpulkan fee yang kemudian dicatat oleh staf keuangan perusahaannya. Modus pengaturan seperti ini menambah panjang daftar praktik korupsi yang menggerogoti proyek pemerintah di sektor perkeretaapian.
Dion Renato Sugiarto, yang sudah dihukum tiga tahun penjara, memainkan peran penting dalam mekanisme pengumpulan fee. Perusahaannya, PT Istana Putra Agung, PT Prawiramas Puriprima, dan PT Rinenggo Ria Raya, terlibat langsung dalam proyek DJKA. Fee yang diterima dari rekanan dicatat oleh karyawan bagian keuangan perusahaannya, Suyanto dan Any Sisworatri, yang mendokumentasikan aliran dana sebagai bagian dari jaringan korupsi.
Kasus ini merupakan tindak lanjut dari skandal suap yang menjerat Bernhard Hasibuan dan Putu Sumarjaya, dua pejabat DJKA lainnya yang sebelumnya telah diproses hukum. Praktik korupsi yang melibatkan banyak pihak ini menunjukkan bahwa skema pengaturan proyek sudah mengakar dan melibatkan aktor-aktor dari berbagai tingkatan.
Korupsi di sektor infrastruktur, khususnya proyek perkeretaapian, memberikan dampak buruk terhadap kualitas dan efisiensi pekerjaan. Pengaturan lelang yang dilakukan Yofi Oktarisza dan rekan-rekannya mengakibatkan proyek tidak berjalan sesuai standar, karena penunjukan rekanan lebih didasarkan pada besaran fee yang diberikan, bukan kualitas kerja yang ditawarkan.
Selain itu, praktik semacam ini menciptakan iklim persaingan usaha yang tidak sehat, di mana perusahaan-perusahaan yang memiliki kapasitas teknis baik justru tersingkir karena tidak mau terlibat dalam praktik suap. Dalam jangka panjang, kondisi ini merugikan negara dan masyarakat karena kualitas infrastruktur yang dihasilkan jauh dari harapan.
Kasus DJKA Kemenhub ini menjadi tantangan tersendiri bagi KPK untuk mengungkap jaringan korupsi yang kompleks dan melibatkan banyak pihak. Pemeriksaan terhadap saksi-saksi baru akan menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk menggali lebih dalam aliran dana dan pihak-pihak lain yang terlibat. Proses ini diharapkan dapat menguak lebih banyak fakta dan mencegah praktik serupa di masa mendatang.
KPK perlu melakukan pendekatan yang komprehensif, termasuk menelusuri aset dan aliran dana yang mengalir ke pihak-pihak terkait. Pengawasan ketat dan penegakan hukum yang konsisten akan menjadi kunci dalam membongkar praktik korupsi di sektor infrastruktur yang merugikan negara.
Kasus korupsi di DJKA Kemenhub mencerminkan betapa rentannya proyek-proyek pemerintah terhadap praktik suap dan pengaturan lelang. Pemeriksaan saksi-saksi yang dilakukan KPK menjadi langkah penting untuk mengurai skandal ini dan menuntut pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang terlibat. Pengungkapan kasus ini diharapkan dapat menjadi pelajaran dan mendorong reformasi dalam sistem pengadaan barang dan jasa di sektor publik, sehingga proyek-proyek infrastruktur ke depan dapat berjalan lebih transparan dan akuntabel.(c@kra)