Ada 100 intelijen asing Beroperasi di Indonesia Setengah dari mereka Agen Tiongkok
MoneyTalk, Jakarta – Dalam narasi terbaru di kanal YouTube Bossman Mardigu pada Rabu (11/09), Mardigu Wowiek mengungkapkan isu yang mengguncang publik terkait keberadaan mata-mata asing di Indonesia.
Ada sekitar 100 intelijen asing yang beroperasi di tanah air, dan setengah dari mereka adalah agen Tiongkok. Isu ini memicu kekhawatiran serius tentang kemungkinan infiltrasi dan pengaruh Tiongkok di dalam negeri, yang bisa mengancam kedaulatan Indonesia.
Narasi ini semakin menarik perhatian publik dengan berita tentang penangkapan buronan internasional, Alice Goh, di Indonesia. sebelumnya menjabat sebagai wali kota di Filipina, ditangkap di Tangerang, Provinsi Banten, pekan lalu.
Identitas dan latar belakang Goh menjadi bahan spekulasi intelijen karena banyaknya aspek kehidupan pribadinya yang tidak jelas—mulai dari riwayat hidup, asal-usul orang tua, hingga latar belakang pendidikannya. Ketidakjelasan ini memicu dugaan kuat bahwa Alice Goh mungkin adalah seorang agen mata-mata, khususnya mata-mata Tiongkok yang menyamar.
Alice Goh, yang juga dikenal dengan nama Goh Hua Ping, ditangkap pada Rabu pagi di Tangerang. Goh diduga terlibat dalam sejumlah kegiatan ilegal, termasuk operasi perjudian daring lepas pantai di Filipina yang dikenal dengan nama POGO (Philippine Offshore Gaming Operator).
Setelah dipecat dari jabatannya sebagai wali kota Bamban di Provinsi Tarlac pada Juli 2024, Goh bersama keluarganya melarikan diri dari Filipina menuju Malaysia, kemudian Singapura, dan akhirnya tiba di Indonesia pada Agustus 2024 menggunakan paspor Filipina.
Investigasi semakin mendalam setelah adik perempuan Goh, Sheila Goh, ditangkap oleh petugas imigrasi di Riau pada Oktober 2024. Penahanan Sheila membuka jalan bagi penangkapan Alice Goh dan menguatkan dugaan bahwa ada operasi mata-mata yang terorganisir di balik kehadiran mereka di Indonesia.
Selama persidangan di Filipina, Alice Goh mengalami kesulitan menjelaskan masa kecilnya dan pendidikan formalnya. Dia mengklaim bahwa dia dibesarkan di sebuah peternakan babi di Bamban dan menerima homeschooling dari seorang guru bernama Rubi Lim.
Namun, rekaman pendidikan yang ditemukan ternyata tidak sesuai dengan klaim tersebut. Penemuan ini memicu investigasi lebih lanjut yang mengungkapkan bahwa sidik jari pada catatan pemilihan Goh di Filipina ternyata cocok dengan sidik jari seorang warga negara Tiongkok.
Temuan ini menegaskan bahwa Alice Goh adalah agen mata-mata Tiongkok yang berhasil menyusup ke dalam pemerintahan Filipina untuk mencapai tujuan politik dan ekonomi tertentu.
Otoritas Filipina, melalui penyelidikan yang intensif, berhasil mengungkap identitas asli Goh melalui proses pengadilan, membongkar fakta tentang asal-usul yang tidak jelas dan latar belakang yang penuh kecurigaan.
Mardigu Wowiek menyoroti bahwa kasus Alice Goh merupakan contoh nyata dari strategi infiltrasi Tiongkok untuk menguasai negara lain melalui jalur politik.
Dalam skenario seperti ini, agen-agen dengan identitas yang tidak jelas dapat ditempatkan di posisi strategis dalam pemerintahan dengan dukungan operasi intelijen yang terkoordinasi. Ini bukan hanya ancaman bagi negara-negara seperti Filipina tetapi juga bagi negara-negara lain di kawasan, termasuk Indonesia.
Dengan adanya dugaan bahwa setidaknya 100 mata-mata asing aktif di Indonesia, dan separuh dari mereka berasal dari Tiongkok, ancaman terhadap kedaulatan negara ini menjadi sangat nyata. Indonesia harus sangat berhati-hati terhadap potensi infiltrasi serupa, terutama di lingkungan pemerintahan atau lembaga strategis lainnya, ujar Mardigu memperingatkan kita.
Yang penting kewaspadaan dalam menghadapi kemungkinan infiltrasi agen-agen asing ini. Indonesia harus belajar dari kasus Filipina dan memperkuat sistem keamanan nasionalnya agar tidak mudah disusupi.
Harapannya agar lembaga-lembaga negara tetap menjaga integritas dan tidak terjebak oleh kepentingan asing yang berpotensi merusak tatanan demokrasi dan kedaulatan bangsa, jelas Mardigu (c@kra)