KPK Mandul Mengungkap Dugaan Gratifikasi Keluarga Presiden
MoneyTalk, Jakarta – Belakangan ini, publik dihadapkan pada isu yang memicu keprihatinan mendalam mengenai dugaan gratifikasi yang melibatkan keluarga Presiden. Ubedilah Badrun, seorang akademisi, mengungkapkan ada bukti dugaan korupsi keluarga Presiden dalam diskusi di kanal YouTube Abraham Samad SPEAK UP pada Kamis (12/09).
Dalam diskusi itu Badrun menggambarkan adanya Keterkaitan Keluarga Presiden dan Perusahaan Besar. Isu yang muncul menunjukkan adanya keterkaitan antara anak Presiden dan sebuah perusahaan besar di Indonesia.Perusahaan ini diduga memiliki hubungan erat dengan keluarga Presiden dan lingkar kekuasaan. Misalnya, anak dari seorang managing director perusahaan besar dilaporkan bekerja sama dengan anak Presiden untuk membangun perusahaan baru. Setelah perusahaan tersebut menerima suntikan dana, anak dari managing director diangkat menjadi duta besar dan kemudian Wakil Otorita Ibu Kota Negara (IKN).
Keterlibatan ini memunculkan pertanyaan mengenai alasan di balik pengangkatan tersebut, terutama karena perusahaan terkait memiliki catatan buruk dalam hal kerusakan lingkungan. Kasus ini semakin mencuat karena tuntutan hukuman terhadap perusahaan yang tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan.
Dengan gamblang Badrun menggambarkan adanya dugaan Kolusi dan Nepotisme, dalam kasus ini patut diungkap. Perubahan besar dalam tuntutan hukuman dan penunjukan jabatan yang tidak sebanding dengan kinerja perusahaan menimbulkan spekulasi bahwa kekuasaan mungkin telah digunakan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Laporan ke KPK mengenai kasus ini diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai keterlibatan pihak-pihak yang terlibat, tegas Badrun.
Badrun mempertanyakan Konsistensi KPK dalam Penanganan Kasus. Salah satu kritik utama terhadap KPK adalah konsistensi dalam penanganan kasus.
Sementara KPK tampak bersemangat menangani kasus gratifikasi yang melibatkan orang biasa, seperti kasus flexing di Makassar, tapi respons terhadap kasus keluarga Presiden tampak lamban.
Meskipun KPK beralasan bahwa Kaisang Pangarep, anak Presiden, bukan pejabat negara, hal ini tidak mengurangi kewajiban mereka untuk menyelidiki dugaan gratifikasi yang melibatkan keluarga Presiden, ujar Badrun.
Kemudian Ubedilah Badrun menekankan pentingnya keberanian dan independensi KPK dalam menghadapi kasus ini.
Dalam komentarnya, Badrun menyatakan, “Kasus ini menuntut transparansi dan tindakan tegas dari KPK. Dugaan gratifikasi yang melibatkan keluarga Presiden seharusnya tidak dibiarkan tanpa pemeriksaan mendalam.
KPK harus mampu menunjukkan bahwa mereka tidak terpengaruh oleh kekuasaan politik dan berkomitmen pada prinsip-prinsip keadilan. Tanpa keberanian untuk menghadapi kasus seperti ini, kepercayaan publik terhadap KPK dan sistem hukum kita akan semakin berkurang.
Dalam penanganannya Badrun menggambarkan Perlunya Metode Penyelidikan yang Lebih Mendalam. Metode penyelidikan mendalam seperti “Lifestyle Analysis,” yang digunakan oleh FBI di Amerika Serikat, bisa menjadi langkah efektif bagi KPK. Metode ini memungkinkan pelacakan pola gaya hidup yang tidak sesuai dengan pendapatan resmi. Dukungan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Direktorat Jenderal Pajak juga diperlukan untuk mengungkap kebenaran.
Selain itu, Badrun mengingatkan Kasus Sebelumnya sebagai Referensi, dalam kasus Nurhadi, mantan Sekretaris Mahkamah Agung, menunjukkan bahwa korupsi dan gratifikasi bisa terjadi melalui keluarga. Nurhadi terbukti menerima gratifikasi melalui menantunya, meskipun tidak langsung diterima olehnya. Kasus ini seharusnya menjadi preseden bagi KPK untuk berani memeriksa anak-anak Presiden jika terdapat dugaan penyalahgunaan kekuasaan.
Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah. KPK harus menunjukkan keberanian untuk menyelidiki kasus gratifikasi dan penyalahgunaan kekuasaan tanpa memandang status atau kedudukan individu yang terlibat.
Penegakan hukum yang konsisten dan tegas akan memastikan bahwa Indonesia dapat bergerak menuju pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ini adalah saat yang tepat bagi KPK untuk membuktikan integritas dan independensinya dalam menegakkan hukum.(c@kra)