Perubahan Subsidi KRL di Jabodetabek Berbasis NIK: Tambahan Derita Kelas Menengah?

0

MoneyTalk, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan berencana untuk mengubah skema subsidi KRL (Kereta Rel Listrik) di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) mulai tahun 2025. Rencana ini melibatkan penetapan subsidi berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK), bertujuan agar subsidi lebih tepat sasaran bagi masyarakat yang membutuhkan.

Dalam rencana tersebut, pemerintah juga berencana menaikkan tarif KRL sebesar Rp1.000 hingga Rp2.000. Kenaikan ini memicu pro dan kontra di kalangan pengguna KRL, di mana sebagian mendukung kebijakan subsidi berbasis NIK agar lebih tepat sasaran, sementara lainnya menolak karena berpendapat bahwa transportasi umum harus tetap terjangkau bagi semua kalangan, terutama kelas menengah.

Reaksi Pengguna KRL

Mayoritas pengguna KRL menyatakan ketidaksetujuan terhadap rencana kenaikan tarif. Mereka berpendapat bahwa fasilitas KRL saat ini masih jauh dari memadai, mulai dari kepadatan penumpang, keterlambatan jadwal, hingga masalah fasilitas umum seperti eskalator dan toilet di stasiun yang sering kali rusak dan kurang bersih.

Pengguna KRL juga mengungkapkan bahwa sebelum pemerintah membahas kenaikan tarif, sebaiknya fokus terlebih dahulu pada peningkatan kualitas layanan transportasi tersebut. Mereka menyoroti pentingnya perbaikan fasilitas di stasiun dan kenyamanan di dalam kereta, terutama pada jam-jam sibuk.

Rencana Subsidi dan Anggaran

Perubahan skema subsidi ini muncul dalam Nota Keuangan RAPBN 2025. Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp4,79 triliun untuk subsidi PSO (Public Service Obligation), di mana sebagian akan digunakan untuk layanan KRL. Meskipun demikian, detail mengenai berapa besar porsi anggaran tersebut untuk subsidi KRL Jabodetabek masih belum dipastikan.

Data dari tahun sebelumnya menunjukkan bahwa subsidi KRL Jabodetabek pada 2022 mencapai Rp1,8 triliun, sementara pada 2023 menurun menjadi Rp1,6 triliun. Penurunan subsidi ini terjadi meskipun jumlah penumpang KRL terus meningkat, dengan data BPS mencatat 290 juta penumpang pada 2023, yang merupakan kenaikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Tantangan Bagi Kelas Menengah

Kenaikan tarif KRL di tengah kondisi ekonomi saat ini akan semakin membebani kelas menengah, yang telah mengalami tekanan biaya hidup yang semakin tinggi. Data menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Jabodetabek mengeluarkan lebih dari 20% dari gaji mereka untuk biaya transportasi, jauh di atas standar 10% yang dianggap layak menurut Bank Dunia.

Pesan Presiden Hindari Kebijakan Ekstrem

Dalam Sidang Paripurna Kabinet di IKN, Presiden Jokowi mengingatkan para menterinya untuk tidak membuat kebijakan yang ekstrem, terutama yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Pesan ini menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan masyarakat dan keberlanjutan kebijakan ekonomi, termasuk dalam konteks transportasi publik.

Perubahan skema subsidi KRL berbasis NIK di Jabodetabek merupakan langkah pemerintah untuk meningkatkan efektivitas subsidi, namun kenaikan tarif yang menyertainya menimbulkan berbagai reaksi. Sementara pemerintah berusaha menjaga APBN tetap stabil, ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini dapat memperberat beban ekonomi kelas menengah yang sudah tertekan oleh tingginya biaya hidup.

Pemerintah perlu mempertimbangkan lebih matang mengenai peningkatan kualitas layanan transportasi sebelum menaikkan tarif, agar kebijakan ini benar-benar menguntungkan masyarakat tanpa membebani lebih banyak pihak.(c@kra)

Leave A Reply

Your email address will not be published.