Nyoman Sukena, Pemelihara Landak Karena Kealpaannya Dapat Dibebaskan
MoneyTalk, Jakarta – Dalam konteks hukum pidana, unsur kealpaan atau kelalaian memainkan peran penting dalam menentukan apakah seseorang dapat dikenakan hukuman. Kealpaan adalah bentuk kesalahan yang timbul akibat kurangnya kehati-hatian, dan dalam beberapa kasus, seseorang yang bertindak karena kealpaan dapat dibebaskan dari tanggung jawab pidana.
Kasus yang melibatkan Nyoman Sukena, seorang pemelihara landak, menggambarkan situasi di mana kealpaan menjadi faktor utama dalam menentukan kesalahannya. Jika kelalaian tersebut bersifat ringan dan tidak disengaja, ada peluang bahwa Nyoman Sukena dapat dibebaskan dari tanggung jawab pidana.
Kealpaan dalam Hukum Pidana
Kealpaan atau kelalaian dijelaskan dalam hukum pidana Indonesia sebagai bentuk kesalahan yang kurang berat dibandingkan kesengajaan. Seseorang yang lalai tidak memiliki niat untuk menyebabkan kerugian, tetapi karena kurang hati-hati atau gagal mengambil tindakan yang diperlukan, akibat yang merugikan pun terjadi.
Menurut Pasal 359 dan 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas kelalaiannya apabila tindakan tersebut menyebabkan kematian atau luka-luka pada orang lain. Namun, tidak semua bentuk kelalaian dapat dihukum, terutama jika kealpaan tersebut tidak memenuhi kriteria-kriteria tertentu.
Kasus Nyoman Sukena Pertimbangan Kealpaan
Nyoman Sukena, sebagai pemelihara landak, memiliki tanggung jawab hukum untuk memastikan bahwa hewan yang dipeliharanya tidak menimbulkan bahaya bagi orang lain. Namun, kelalaian dalam mengurus hewan, terutama yang termasuk kategori hewan liar atau eksotis seperti landak, dapat dipahami dalam beberapa perspektif.
Untuk melihat apakah Nyoman Sukena dapat dibebaskan dari tanggung jawab pidana, ada beberapa poin yang perlu dipertimbangkan:
1. Tingkat Kealpaan
Apabila kealpaan yang dilakukan Nyoman Sukena tergolong ringan atau tidak disengaja, ini menjadi alasan yang kuat untuk membebaskannya dari hukuman. Sebagai contoh, jika kandang landaknya telah dirawat sesuai dengan standar yang wajar, tetapi landak tersebut berhasil melarikan diri karena faktor yang tidak terduga, maka Sukena bisa dikatakan telah melakukan langkah yang sepatutnya.
2. Tidak Ada Niat Buruk
Dalam hal kelalaian yang menyebabkan akibat merugikan, penting untuk melihat apakah ada dolus (niat buruk) dalam tindakan tersebut. Jika tidak ada indikasi bahwa Nyoman Sukena sengaja melalaikan kewajibannya, maka hal ini bisa menjadi dasar pembebasan. Dalam kasus Sukena, kemungkinan besar tidak ada unsur kesengajaan untuk menyebabkan bahaya.
3. Kewajaran Tindakan
Apabila Nyoman Sukena telah mengambil langkah-langkah yang dianggap wajar dalam merawat landaknya, maka tanggung jawab hukumnya bisa dikurangi. Sebagai pemelihara hewan eksotis, Sukena mungkin telah mengikuti aturan perizinan dan perawatan yang berlaku, dan jika insiden terjadi di luar kontrolnya, ini dapat digunakan sebagai pembelaan bahwa dia telah bertindak sesuai dengan standar yang berlaku.
Asas Pembebasan dalam Hukum
Seseorang yang melakukan kealpaan ringan bisa dibebaskan dari hukuman apabila:
Tidak ada pelanggaran terhadap standar umum kehati-hatian: Sukena dapat dibebaskan jika dapat dibuktikan bahwa dia telah menjaga landaknya sesuai dengan standar yang berlaku, dan kecelakaan yang terjadi merupakan sesuatu yang tidak dapat diprediksi atau dihindari.
Kealpaan tidak mengakibatkan kerugian besar: Jika insiden yang melibatkan landak tersebut tidak menimbulkan kerugian yang signifikan atau merugikan orang lain, maka tanggung jawab pidana Sukena dapat diperdebatkan. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar untuk meminta pembebasan.
Prinsip ultimum remedium dalam hukum pidana berarti bahwa pidana seharusnya menjadi jalan terakhir setelah semua upaya hukum lain digunakan. Dalam kasus ini, hukuman pidana terhadap Nyoman Sukena harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Apabila terdapat opsi sanksi administratif atau perdata, maka penerapan sanksi pidana bisa dihindari.
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, saya berpendapat bahwa Nyoman Sukena dapat dibebaskan dari tanggung jawab pidana jika kelalaian yang dilakukannya tidak bersifat berat dan tidak ada niat buruk yang menyebabkan terjadinya insiden. Kealpaan yang ringan serta tindakan-tindakan yang sudah sesuai dengan kewajiban sebagai pemelihara hewan bisa menjadi dasar kuat untuk pembebasan.
Pengadilan harus mempertimbangkan segala faktor yang relevan, termasuk tingkat kealpaan, kewajaran tindakan, dan dampak dari kejadian tersebut. Kealpaan yang tidak disengaja tidak selalu layak dihukum secara pidana, terutama jika terdapat faktor-faktor yang berada di luar kendali pemelihara.
Penulis : Mus Gaber, Ketua Padepokan Hukum Indonesia