MoneyTalk, Jakarta – Setelah pelantikan para menteri, wakil menteri, dan pejabat setingkat menteri dalam Kabinet Merah Putih di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, muncul perdebatan terkait siapa yang sebenarnya mengendalikan struktur kekuasaan di balik kabinet ini.
Said Didu melalui sebuah unggahan di platform X pada Rabu (23/10), memaparkan analisis yang menunjukkan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih memiliki pengaruh yang kuat di kabinet, meski secara formal kekuasaan berpindah ke tangan Prabowo. Tulisan ini menjadi sorotan publik dan membuka wacana lebih lanjut tentang dominasi politik dalam kabinet Prabowo.
Dalam analisis Said Didu, ia menyebutkan bahwa terdapat lima jalur yang memungkinkan seseorang masuk dalam kabinet.
Jalur Partai, Merupakan jalur bagi mereka yang direkomendasikan oleh partai politik. Individu yang masuk melalui jalur ini biasanya memiliki kedekatan dengan elite partai dan dianggap mampu mewakili kepentingan politik partai di kabinet.
Jalur Profesional, Di sini, seorang menteri atau pejabat lainnya dipilih berdasarkan keahlian dan pengalamannya di bidang tertentu. Namun, jalur profesional juga bisa ditumpangi oleh pihak-pihak tertentu sebagai “titipan.”
Jalur Oligarki, Oligarki memiliki pengaruh besar di kancah politik dan ekonomi Indonesia. Orang-orang yang masuk melalui jalur ini biasanya dianggap mewakili kepentingan kelompok elite ekonomi yang berperan besar dalam menentukan arah kebijakan.
Jalur Juru Maki, Jalur ini lebih unik dan kontroversial, karena individu yang masuk melalui jalur ini diduga bertugas untuk mengkritik keras atau menyerang siapa saja yang dianggap mengancam atau mengkritik Jokowi maupun Prabowo. Berbeda dengan juru bicara yang bertugas memberikan penjelasan rasional, juru maki cenderung menggunakan pendekatan retorik yang lebih kasar dan konfrontatif.
Jalur Dinasti, Jalur ini berfungsi untuk mengamankan kepentingan dinasti politik atau keluarga elite tertentu. Mereka yang masuk melalui jalur ini seringkali bukan hanya untuk memperkuat kekuasaan politik, tetapi juga untuk mengamankan bisnis atau jaringan ekonomi keluarga.
Dari lima jalur ini, Said Didu menarik kesimpulan bahwa banyak orang yang masuk ke dalam kabinet bukan hanya mewakili satu jalur, tetapi bisa mewakili beberapa jalur sekaligus. Dalam hal ini, Jokowi masih menjadi sosok yang dominan melalui beberapa tokoh yang diidentifikasi Said Didu sebagai loyalis atau titipan dari Jokowi. Berikut adalah hasil analisis berdasarkan afiliasi.
Menteri, Afiliasi ke Jokowi, 25 orang (terdiri dari 5 dari partai, 8 dari oligarki, 7 dari juru maki, dan 5 dari dinasti)
Afiliasi ke Prabowo, 13 orang (6 dari partai, 2 dari oligarki, 1 dari juru maki, dan 4 dari profesional).
Wakil Menteri, Afiliasi ke Jokowi, 9 orang (1 dari oligarki, 3 dari dinasti, dan 5 dari juru maki).
Afiliasi ke Prabowo, 7 orang (5 dari partai, 2 dari profesional).
Pejabat Setingkat Menteri,
Afiliasi ke Jokowi, 11 orang (6 dari juru maki, 3 dari dinasti, dan 2 dari oligarki).
Afiliasi ke Prabowo, 8 orang (5 dari profesional, 2 dari partai, dan 1 dari oligarki).
Dari angka-angka ini, Said Didu menyimpulkan bahwa Jokowi masih mengendalikan sebagian besar kabinet. Keberadaan tokoh-tokoh yang diduga sebagai loyalis atau titipan Jokowi, baik dari kalangan profesional, oligarki, maupun dinasti politik, mengindikasikan bahwa meski tidak lagi menjabat sebagai presiden, Jokowi masih memegang pengaruh besar dalam penentuan kebijakan dan arah pemerintahan melalui orang-orang kepercayaannya.
Yang menarik, jalur juru maki menjadi sorotan dalam analisis ini. Keberadaan 7 menteri, 5 wakil menteri, dan 6 pejabat setingkat menteri yang diduga berafiliasi dengan Jokowi melalui jalur juru maki menunjukkan bahwa Jokowi tetap memperkuat barisannya dengan orang-orang yang secara aktif membela dan menyerang siapa saja yang mencoba mengganggu atau mengkritiknya. Ini menandakan adanya strategi komunikasi politik yang agresif dalam menjaga citra dan kebijakan yang telah dibangun selama masa pemerintahannya.
Selain itu, jalur dinasti juga memainkan peran penting, dengan beberapa tokoh yang dipercaya masuk ke dalam kabinet mewakili kepentingan dinasti politik atau keluarga Jokowi. Hal ini menunjukkan bahwa upaya mengamankan kekuasaan dan jaringan ekonomi keluarga tetap menjadi prioritas, bahkan di bawah pemerintahan baru Prabowo.
Berdasarkan analisis yang dipaparkan oleh Said Didu, kabinet yang dibentuk oleh Prabowo tampak masih sangat dipengaruhi oleh Jokowi. Keberadaan loyalis Jokowi di berbagai posisi strategis menandakan bahwa Jokowi tidak benar-benar melepaskan kendali politiknya. Dalam konteks ini, Prabowo tidak hanya harus mengakomodasi kepentingan partai politik dan profesional, tetapi juga harus bekerja sama dengan figur-figur yang merupakan titipan atau loyalis Jokowi.
Meski Prabowo menjadi pemimpin formal pemerintahan, dominasi Jokowi tetap terasa, menjadikan pemerintahan ini sebagai perpanjangan dari pengaruh politik era Jokowi. Sebagai pemimpin yang dikenal pragmatis, Prabowo mungkin telah menyesuaikan kabinetnya untuk menjaga keseimbangan kekuatan, baik dari partainya sendiri maupun dari mantan presiden yang masih memiliki kekuatan politik dan jaringan oligarki yang kuat.(c@kra)