banner 728x250

Strategi Berantas Korupsi, Kolaborasi dan Fokus Penanganan Suap

  • Bagikan
Strategi Berantas Korupsi, Kolaborasi dan Fokus Penanganan Suap
Strategi Berantas Korupsi, Kolaborasi dan Fokus Penanganan Suap
banner 468x60

MoneyTalk, Jakarta – Pada wawancaranya di kanal YouTube Helmy Yahya Bicara, Sabtu (26/10), Amien Sunaryadi, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2003-2007, mengungkapkan pandangan mendalam tentang pendekatan yang tepat dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurutnya, salah satu isu fundamental yang perlu diatasi adalah penanganan kasus suap secara serius, karena dampaknya yang luas dalam menggerogoti birokrasi dan tata kelola pemerintahan. Sunaryadi menyebutkan pentingnya kolaborasi antara presiden, DPR, Mahkamah Agung, BPK, dan KPK untuk fokus pada kasus suap yang tidak selalu melibatkan kerugian negara secara langsung, namun dapat mengakibatkan kerugian jangka panjang pada pemerintahan.

Kolaborasi Strategis Antar-Lembaga untuk Memprioritaskan Penanganan Suap

Example 300x600

Sunaryadi menekankan pentingnya kolaborasi antar-lembaga pemerintahan, termasuk presiden, DPR, dan Mahkamah Agung, serta lembaga audit dan pengawasan seperti BPK dan KPK. Menurutnya, presiden perlu mengarahkan setiap institusi penegak hukum dan auditor untuk memprioritaskan pemberantasan suap. Ini adalah langkah yang dianggap fundamental, mengingat suap sering kali dilakukan secara tersembunyi dan tidak langsung melibatkan kerugian negara secara kasatmata.

Dalam pernyataannya, Sunaryadi juga menyoroti bahwa kolaborasi harus berjalan efektif dan menyeluruh, tidak hanya dilakukan di level pimpinan tertinggi, namun juga di setiap tingkatan birokrasi. Ia menggarisbawahi bahwa jika pemerintah serius memberantas suap, maka komitmen kolaboratif ini perlu diwujudkan dalam kebijakan yang jelas.

Pentingnya Pembentukan Kebijakan yang Mendorong Integritas Aparat

Dalam upaya untuk menjaga integritas, Sunaryadi mengusulkan adanya kebijakan konkret yang mengatur agar “kepala ikan” atau pimpinan di berbagai institusi tidak terlibat suap. Diibaratkannya, korupsi itu seperti ikan yang busuk dari kepala. Jika para pimpinan institusi atau “kepala ikan” bersih dari praktik suap, maka secara otomatis akan berpengaruh ke bawahan dan membuat budaya kerja yang lebih sehat. Untuk itu, ia menyarankan agar presiden menetapkan kebijakan yang melarang pimpinan lembaga dan pejabat terkait untuk terlibat dalam suap atau kickback.

Ia mengusulkan agar kebijakan ini diwujudkan dalam bentuk pelatihan tahunan berbasis komputer yang wajib diikuti oleh pejabat tinggi, di mana mereka diberikan pengertian mendalam mengenai bahaya suap, kickback, dan korupsi. Kebijakan ini perlu disertai dengan fakta integritas yang diperbarui setiap tahun sebagai bentuk komitmen dari setiap pejabat, agar mereka memiliki kesadaran akan dampak dari perilaku koruptif.

Penerapan Sistem Pelatihan dan Komitmen Tahunan Berbasis Digital

Untuk mencegah korupsi, terutama suap, Sunaryadi mengusulkan pelatihan anti-korupsi berbasis komputer yang wajib diikuti oleh pejabat negara secara rutin, minimal satu kali dalam setahun. Melalui pelatihan ini, para pejabat diharapkan lebih memahami apa yang dimaksud dengan korupsi, suap, dan dampak negatifnya. Setelah pelatihan selesai, mereka akan mengisi komitmen tahunan sebagai bentuk keseriusan untuk tidak terlibat dalam suap.

Kebijakan ini tidak hanya penting untuk meningkatkan pemahaman tetapi juga mengingatkan pejabat terkait akan dampak negatif dari tindak korupsi. Menurut Sunaryadi, sistem ini bisa diintegrasikan dengan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang ada di KPK, sehingga proses pemantauan akan menjadi lebih mudah dan transparan. Dengan sistem digital ini, proses pelaporan komitmen pejabat bisa dilakukan kapan saja tanpa kendala waktu dan tempat.

Monitoring dan Penegakan Pelanggaran oleh Lembaga Khusus

Sunaryadi menyebutkan bahwa selain kebijakan dan pelatihan, perlu ada monitoring untuk memastikan semua pejabat menaati kebijakan anti-suap yang telah ditetapkan. Ia mendukung pembentukan lembaga pengendali khusus yang dapat memantau apakah pejabat tinggi negara telah mengikuti pelatihan, mengisi komitmen, dan mematuhi semua kebijakan anti-suap. Jika terdapat pelanggaran, lembaga ini dapat melaporkannya kepada KPK untuk ditindaklanjuti.

Sunaryadi menambahkan bahwa lembaga ini perlu memastikan agar setiap kepala daerah, pejabat eselon, hingga pejabat daerah, turut berkomitmen untuk memberantas suap. Dengan adanya pengawasan yang ketat dan terstruktur, setiap pejabat diharapkan dapat lebih taat kepada kebijakan anti-korupsi dan menghindari perilaku yang dapat merusak tata kelola pemerintahan.

Mengatasi Tantangan di Lapangan,Belajar dari Masa Lalu

Di bagian akhir, Sunaryadi mengingatkan bahwa selama ini Indonesia kurang mempelajari pengalaman masa lalu dalam memberantas korupsi. Menurutnya, kesalahan utama yang terjadi sejak era Orde Baru hingga Reformasi adalah karena pemerintah hanya fokus mengejar kerugian negara yang terlihat di permukaan tanpa memprioritaskan kasus suap yang cenderung tidak terlihat namun dampaknya besar.

Sebagai salah satu tokoh anti-korupsi, Sunaryadi memiliki pengalaman panjang dalam menganalisis cara penanganan korupsi di Indonesia. Ia menceritakan bahwa pada tahun 1997, saat dirinya masih bekerja di BPKP, pemerintah sudah menyadari bahwa korupsi merajalela, namun tidak mengetahui cara terbaik untuk menanganinya. Berdasarkan pengalamannya, ia menyarankan agar pemerintah saat ini lebih mendalami dan belajar dari pengalaman pemberantasan korupsi di negara-negara lain, seperti Hongkong dan Singapura, yang berhasil menekan praktik suap di sektor publik.

Pernyataan Amien Sunaryadi ini menjadi sorotan penting terkait langkah konkret dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, terutama dalam menangani kasus suap yang seringkali diabaikan. Dengan kolaborasi lintas lembaga yang kuat, kebijakan anti-suap yang jelas, serta pelatihan dan pengawasan yang konsisten, pemberantasan korupsi di Indonesia diharapkan dapat berjalan lebih efektif.

Dalam hal ini, pemerintah perlu berkomitmen untuk tidak hanya fokus mengejar kerugian negara yang tampak secara kasatmata, tetapi juga perlu memberikan perhatian serius pada kasus suap dan kickback yang terjadi secara tersembunyi. Dengan kebijakan yang lebih tegas dan dukungan dari seluruh elemen, pemberantasan korupsi di Indonesia diharapkan dapat berlanjut dengan baik dan menciptakan birokrasi yang bersih serta berintegritas.(c@kra)

banner 325x300
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *