BRICS Eksplorasi Mata Uang Berbasis Blockchain, Apa Dampaknya untuk Indonesia?

  • Bagikan
BRICS Eksplorasi Mata Uang Berbasis Blockchain, Apa Dampaknya untuk Indonesia?
BRICS Eksplorasi Mata Uang Berbasis Blockchain, Apa Dampaknya untuk Indonesia?

MoneyTalk, Jakarta – BRICS, aliansi ekonomi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, tengah mempertimbangkan untuk menciptakan mata uang baru berbasis teknologi blockchain. Jika gagasan ini direalisasikan, akan menjadi salah satu perubahan besar dalam sistem moneter internasional. Di sisi lain, Indonesia baru saja diakui sebagai negara mitra BRICS, menempatkan negara ini pada posisi strategis dalam percaturan ekonomi global yang tengah berubah.

BRICS dan Blockchain, Mengapa Mata Uang Baru?

Aliansi BRICS telah lama mengeksplorasi potensi penggunaan mata uang yang lebih terdesentralisasi sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Dalam hal ini, teknologi blockchain menjadi alternatif yang menarik, karena mampu menyediakan infrastruktur yang aman, transparan, dan efisien. Blockchain juga memungkinkan pengelolaan aset digital dalam sistem yang terdistribusi, sehingga mengurangi ketergantungan terhadap perantara atau lembaga keuangan tertentu.

Ronny Setiawan, Direktur Eksekutif Bank DBS Indonesia, menyatakan bahwa teknologi blockchain masih berada dalam tahap awal. Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan mata uang berbasis blockchain, seperti stabilitas nilai (store of value) dan aspek keamanan yang kuat. Sementara itu, Ariawan Gunawan, pakar hukum bisnis dan perdagangan internasional, menambahkan bahwa implementasi mata uang semacam ini memerlukan waktu dan kajian mendalam terkait regulasi dan dampaknya bagi negara-negara anggota maupun mitra BRICS.

Dampak bagi Indonesia

Peluang Diversifikasi Cadangan Devisa Saat ini, cadangan devisa Indonesia masih sangat bergantung pada dolar AS, dengan banyak transaksi internasional yang dilakukan dalam mata uang tersebut. Jika mata uang berbasis blockchain BRICS menjadi opsi yang viable, Indonesia berpeluang mendiversifikasi cadangan devisa serta mengurangi ketergantungan pada dolar AS, yang selama ini fluktuasinya cukup berpengaruh terhadap ekonomi nasional.

Menurut Setiawan, mekanisme Local Currency Settlement (LCS) yang mulai diterapkan di beberapa negara menjadi dasar penting untuk transisi ini, terutama dalam mengurangi kebutuhan dolar untuk perdagangan lintas negara. LCS bisa dioptimalkan untuk membangun basis transaksi bilateral berbasis blockchain yang aman dan efisien.

Mengurangi Pengaruh Dolar AS pada Stabilitas Rupiah Dengan penguatan hubungan bersama BRICS dan adanya alternatif mata uang baru, Indonesia dapat mengurangi dampak fluktuasi dolar terhadap nilai tukar rupiah. Namun, menurut Gunawan, proses untuk mengadopsi mata uang baru ini tetap memerlukan reformasi hukum dan kerangka regulasi yang jelas. Selain itu, kesadaran pasar serta kesiapan industri keuangan di Indonesia juga menjadi faktor penentu keberhasilan dalam mengintegrasikan sistem keuangan baru ini.

Mendorong Transaksi Bilateral Tanpa Dolar BRICS telah membahas upaya dedolarisasi yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan internasional. Dedolarisasi diharapkan dapat memberikan ruang bagi mata uang lokal atau mata uang alternatif berbasis blockchain untuk dipergunakan dalam transaksi lintas batas. Namun, ini tidak berarti dolar AS akan hilang sepenuhnya dari sistem transaksi global, melainkan pasar internasional akan memiliki opsi mata uang lain, yang pada akhirnya bisa mendorong kestabilan nilai tukar di tingkat lokal.

Potensi Risiko Regulasi dan Stabilitas Implementasi mata uang berbasis blockchain masih memiliki banyak tantangan, terutama dalam hal keamanan dan pengawasan. Blockchain memerlukan infrastruktur teknologi yang tangguh serta kebijakan tata kelola yang solid, mengingat adanya risiko penyalahgunaan atau manipulasi data dalam sistem terdesentralisasi ini.

Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu menyiapkan regulasi yang mengakomodasi mata uang berbasis blockchain jika BRICS memutuskan untuk merealisasikan inisiatif ini. Pemantauan terhadap risiko sistemik dan mekanisme mitigasi juga menjadi perhatian utama untuk mengantisipasi dampak yang tidak diinginkan terhadap stabilitas ekonomi nasional.

Rencana BRICS untuk mengembangkan mata uang baru berbasis blockchain menjadi titik penting dalam perjalanan transformasi sistem keuangan global. Bagi Indonesia, peluang ini memberikan potensi diversifikasi aset sekaligus penguatan kebijakan moneter yang lebih mandiri. Namun, dampak positif dari adopsi ini baru akan terlihat dalam jangka panjang, di mana kesiapan regulasi, infrastruktur, dan literasi teknologi menjadi aspek penting yang harus dipersiapkan dengan baik.

Indonesia dapat memanfaatkan posisinya sebagai mitra BRICS untuk menjajaki peluang kolaborasi, sambil tetap memastikan kesiapan internal di sektor keuangan, teknologi, dan hukum. Implementasi mata uang berbasis blockchain berpotensi membuka peluang ekonomi yang lebih luas di pasar internasional, asalkan setiap aspek tantangan dan risiko dapat diatasi dengan bijak dan terukur.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *