MoneyTalk, Jakarta – Dalam sebuah narasi di kanal YouTube-nya pada Selasa, 29 Oktober, Mardigu Wowiek mengupas perkembangan terbaru dalam tatanan dunia yang sedang mengalami pergeseran besar. Amerika Serikat yang selama ini dianggap sebagai penguasa hegemoni melalui institusi-institusi internasional seperti PBB dan IMF, kini menghadapi tantangan baru dari BRICS—koalisi ekonomi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan, serta negara-negara mitra seperti Iran, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Etiopia. KTT BRICS ke-16 yang berlangsung di Kazan, Rusia, tema “BRICS and Global South: Joint Building of a Better World” menjadi sorotan utama.
Tema ini mencerminkan ambisi kelompok tersebut untuk menciptakan tatanan global yang lebih adil dan setara, secara langsung menantang dominasi Amerika dan sekutu Baratnya.
Deklarasi Kazan dan Strategi BRICS untuk Masa Depan
Pada pertemuan tersebut, para pemimpin negara-negara BRICS menghasilkan “Deklarasi Kazan” yang mencakup berbagai inisiatif strategis untuk menghadapi tantangan global. Dalam deklarasi ini, mereka menegaskan niat untuk mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika dengan mengembangkan instrumen pembayaran lintas batas yang cepat, efisien, dan transparan. Langkah ini dirancang untuk mengatasi hambatan perdagangan serta mendorong akses non-diskriminatif, berbeda dengan praktik eksklusif yang selama ini diterapkan negara-negara Barat.
Deklarasi Kazan juga menggarisbawahi inisiatif perdagangan berbasis barter antar negara BRICS. Dimulai dengan pertukaran gandum menggunakan platform perdagangan biji-bijian, BRICS memperkenalkan sistem barter yang bertujuan untuk mengurangi dominasi dolar dalam perdagangan internasional. Inisiatif ini akan berkembang ke berbagai sektor, termasuk pertanian dan emas sebagai alat tukar alternatif untuk mata uang nasional maupun barang komoditas lainnya.
BRICS dan Teori Moneter Modern, Model Ekonomi Baru
Dalam upaya memantapkan posisinya, BRICS mengadopsi kerangka “New Monetary Model” atau teori ekonomi yang dikenal sebagai Modern Monetary Theory (MMT). MMT merupakan teori yang menentang pandangan ekonomi arus utama dan hanya populer di Amerika, terutama setelah dipraktikkan sejak tahun 1971 ketika Amerika melepaskan dolar dari standar emas dan mulai mencetak uang berbasis proyek serta pinjaman. Dengan mengadopsi MMT, BRICS memproyeksikan pembentukan sistem keuangan yang mandiri dan terlepas dari kontrol dolar.
Langkah ini menandakan niat BRICS untuk menciptakan mata uang baru yang berbasis emas, mirip dengan model Euro, yang nantinya akan beredar di antara negara-negara BRICS dan para mitranya. Mata uang ini diproyeksikan sebagai simbol dedolarisasi yang serius, mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika sekaligus menciptakan sistem pembayaran alternatif yang stabil.
Dedolarisasi dan Masa Depan Sistem Keuangan Global
Dedolarisasi yang dilakukan oleh BRICS dalam KTT ini mendapat perhatian besar dari negara-negara Barat. Dengan total populasi yang mencapai tiga kali lipat jumlah negara-negara G7 serta kekayaan yang setara 35% dari ekonomi global, BRICS menjadi kekuatan ekonomi yang semakin diperhitungkan. Sebagai perbandingan, G7 hanya mencakup 30% dari kekayaan global, sementara populasi dan pengaruhnya cenderung terbatas dibandingkan BRICS yang semakin ekspansif.
Selain itu, BRICS sedang merintis model dual currency, yaitu satu mata uang BRICS dan satu komoditas seperti emas sebagai alat tukar internasional. Inisiatif ini dimaksudkan untuk memperkuat ketahanan ekonomi BRICS dan memberikan alternatif nyata bagi negara-negara lain di luar sistem yang didominasi dolar. Dengan demikian, BRICS mampu menghadirkan tantangan langsung kepada sistem keuangan internasional yang selama ini dikendalikan oleh Amerika dan sekutu Barat.
IMF Baru dan Tatanan Dunia Baru
Inovasi ini sekaligus membuka jalan bagi “IMF Baru” yang menantang posisi IMF konvensional, menawarkan solusi finansial bagi negara-negara berkembang yang ingin melepaskan diri dari kendali dolar. Ini adalah langkah signifikan menuju pembentukan “New World Order” yang lebih adil dan setara, serta menantang dominasi Amerika Serikat. Jika BRICS berhasil mewujudkan mata uang dan sistem keuangan baru ini, hal ini akan berdampak besar terhadap sistem keuangan global dan posisi Amerika dalam politik internasional.
Implikasi bagi Indonesia
Indonesia, sebagai bagian dari Global South, perlu menentukan sikap dalam menyikapi perubahan ini. Dengan bergabung dalam BRICS, Indonesia berpeluang untuk mendapatkan manfaat ekonomi yang lebih besar, mengurangi ketergantungan pada dolar, serta mengakses pasar baru yang lebih inklusif. Sikap Indonesia terhadap BRICS dan ide dedolarisasi ini dapat memberikan dampak besar bagi stabilitas ekonomi nasional, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global.
KTT BRICS ke-16 di Kazan, Rusia, bukan sekadar pertemuan antar negara berkembang, tetapi mencerminkan pergeseran kekuatan global yang semakin nyata. Amerika dan negara-negara Barat kini menghadapi tantangan yang nyata dari BRICS, yang berupaya menciptakan tatanan dunia yang lebih inklusif, adil, dan setara. Dengan mengadopsi sistem keuangan alternatif dan mendukung dedolarisasi, BRICS menghadirkan harapan baru bagi negara-negara yang ingin bebas dari dominasi dolar dan menciptakan kerjasama ekonomi yang lebih seimbang.(c@kra)