MoneyTalk, Jakarta, 29 Oktober 2024 – Di tengah masa transisi pemerintahan antara Presiden Jokowi dan Presiden terpilih Prabowo Subianto, publik dikejutkan dengan terungkapnya dugaan praktik makelar kasus peradilan. Ahmad Daryoko, Koordinator dari Investigasi dan Advokasi Transparansi (INVEST), dalam pernyataan tertulis yang diterima MoneyTalk, membeberkan adanya dugaan pengaturan putusan peradilan. Dugaan kasus ini melibatkan uang sogokan senilai Rp920 miliar – mendekati Rp 1 triliun – dalam kurun waktu 2012 hingga 2022.
Fenomena “Makelar Kasus” di Sektor Peradilan
Praktik makelar kasus di sektor peradilan menjadi sorotan publik karena besarnya dana yang terlibat. Ahmad Daryoko menyoroti Rp920 miliar yang digunakan untuk “mengatur” berbagai proses peradilan. Ini menjadi cerminan, betapa rentan lembaga peradilan terhadap pengaruh eksternal. Hal ini bukan hanya melemahkan kepercayaan masyarakat, tetapi juga berpotensi memengaruhi keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam sistem hukum.
Menurut Daryoko, ini hanya fenomena di sektor peradilan saja – yang di dalamnya hanya memproduksi putusan tertulis.
Ia mempertanyakan, “Jika sektor peradilan saja bisa menyerap dana sebesar itu hanya untuk mengatur putusan hukum, bagaimana dengan sektor-sektor lain yang membutuhkan biaya operasional besar dan teknologi tinggi, seperti sektor ketenagalistrikan?”
Pertanyaan ini membuka ruang diskusi yang mendalam terkait praktik makelar kasus di sektor-sektor vital lainnya.
Dampak pada Sektor Vital Lainnya, Ketenagalistrikan sebagai Kasus Penting
Dalam pernyataannya, Ahmad Daryoko menguraikan potensi dampak negatif jika praktik serupa juga terjadi di sektor ketenagalistrikan. Sektor ini melibatkan mesin-mesin pembangkit, jaringan transmisi, dan distribusi yang memerlukan teknologi tinggi serta investasi bernilai ratusan triliun rupiah. Terlebih, sektor ini kerap berhadapan dengan persoalan besar seperti kebutuhan modal yang tinggi, keterlibatan investor asing, dan ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri.
Daryoko menyoroti bahwa di sektor ketenagalistrikan, praktik kotor seperti keterlibatan oknum pejabat tinggi – mulai dari pejabat kementerian, direksi PLN, hingga wakil presiden – bisa berdampak serius pada stabilitas ekonomi nasional. Adanya praktik seperti ini akan mendorong kenaikan utang luar negeri, subsidi listrik yang membengkak hingga ratusan triliun, dan kenaikan tarif listrik yang pada akhirnya dibebankan pada masyarakat.
Selain itu, menurutnya, keterlibatan makelar kasus dalam sektor ini juga menyebabkan penjualan aset-aset esensial PLN, seperti pembangkit listrik (PLTU, PLTA, PLTGU), yang memiliki nilai sangat tinggi. Ketika aset-aset ini lepas ke pihak asing atau swasta, negara akan kehilangan kendali penuh atas sektor strategis yang berperan besar dalam kehidupan masyarakat.
Sikap “Anti Liberalisme” Ketenagalistrikan dan Harapan Terhadap Presiden Prabowo
Sejak tahun 2009 Prabowo Subianto yang saat itu baru pertama kali mencalonkan diri sebagai presiden, bersama Serikat Pekerja PLN telah menyuarakan gerakan “Anti Laizesfaire” atau anti-liberalisme di sektor kelistrikan. Gerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap maraknya privatisasi aset-aset PLN yang dianggap dapat melemahkan operasional PLN dan membahayakan kepentingan nasional dalam bidang energi.
Ahmad Daryoko menekankan, gerakan anti-liberalisme di sektor ketenagalistrikan perlu diperkuat Kembali. Terutama mengingat ancaman kebangkrutan PLN akibat tingginya utang dan privatisasi.
“Harapan kami, Prabowo yang kini berhasil menjadi Presiden RI ke-8, dapat kembali menguatkan prinsip tersebut dan menjaga kelistrikan nasional dari pengaruh asing maupun pihak swasta yang merugikan negara,” ujar Daryoko.
Urgensi Pembenahan Sistemik dan Penegakan Hukum yang Kuat
Daryoko menegaskan, praktik makelar kasus seperti yang terungkap di sektor peradilan merupakan gambaran dari sistem hukum yang tidak berjalan sesuai aturan. Penegakan hukum yang lemah berpotensi merugikan negara dalam berbagai aspek, mulai dari sektor ekonomi hingga ketahanan energi. INVEST mendesak agar pemerintah yang baru segera melakukan pembenahan sistemik untuk memberantas praktik peradilan korup dan melindungi sektor-sektor vital lainnya.
Dengan adanya dugaan keterlibatan oknum pejabat tinggi dalam kasus ini, Ahmad Daryoko mendesak pemerintah Prabowo agar mengambil langkah tegas, bukan hanya di sektor peradilan, tetapi juga di sektor ketenagalistrikan. Pemberantasan praktik korupsi, khususnya yang melibatkan sektor strategis negara, dianggap sebagai langkah mendesak untuk menjaga kedaulatan dan kepentingan bangsa.
Ahmad Daryoko dan INVEST berharap bahwa kepemimpinan Prabowo Subianto dapat membawa perubahan dalam tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Dengan harapan tinggi pada pembenahan sistem peradilan, sektor ketenagalistrikan, dan sektor-sektor strategis lainnya, Daryoko menyampaikan harapannya agar kebijakan anti-liberalisasi dapat kembali ditegakkan demi kepentingan rakyat.
“Semoga pemerintahan baru berkomitmen melindungi kedaulatan nasional dari praktik-praktik yang hanya menguntungkan segelintir pihak,” pungkasnya.(c@kra)