MoneyTalk, Jakarta – Hasan Nasbi dan Zulfikar Tawalla tampil di podcast Total Politik pada Jumat (01/11). Keduanya membahas fenomena dan isu strategis yang berkaitan dengan kebijakan pemerintahan Prabowo Subianto, dengan kecenderungan ke arah sistem pemerintahan yang militeristik. Wawancara menampilkan Hasan Nasbi yang menyoroti kehadiran berbagai kalangan dalam kabinet, termasuk aktivis yang sebelumnya berseberangan dengan Prabowo.
Hasan Nasbi menyatakan, ada indikasi kuat pemerintahan Prabowo sedang berupaya mengadopsi ide-ide militeristik. Pernyataan ini muncul setelah melihat komposisi dan tindakan dalam acara retret kabinet di Magelang. Para menteri hadir dengan pakaian militer, yang bagi Nasbi menjadi simbol dari penguatan nilai-nilai ketentaraan dalam birokrasi pemerintahan. Kekuatan militer, dalam pandangan ini, tampaknya menjadi salah satu fondasi bagi pengambilan keputusan dan kebijakan di pemerintahan.
Ia juga menegaskan tidak ada ide-ide militeristik yang seharusnya dikhawatirkan. Menurutnya, upaya untuk mengedepankan disiplin dan keteraturan dalam organisasi pemerintahan tidak harus dikaitkan dengan pendekatan militer.
“Ketika kita belajar kedisiplinan, kita belajar keteraturan, ini adalah tempat terbaik. Kita perlu menjalani hidup yang tertata dengan baik,” jelas Nasbi.
Ia menggambarkan pengalaman mengikuti program retreat kabinet yang menekankan pada kedisiplinan dan kerja sama tim, meskipun dikaitkan dengan elemen militer seperti baris-berbaris. Menurutnya, hal ini bukan untuk menormalisasi militerisme, tetapi lebih kepada menciptakan kedisiplinan yang diperlukan dalam sebuah organisasi.
Zulfikar Tawalla kemudian menanggapi, meskipun ada stigma negatif mengenai keterlibatan militer dalam kehidupan sipil, banyak istilah dan struktur yang diadopsi dari militer yang sebenarnya sudah ada dalam organisasi perusahaan. Ia memberikan contoh penggunaan istilah seperti “chief officer” yang mengakar pada struktur militer. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan yang efektif sering kali mencerminkan disiplin dan hierarki yang serupa dengan yang ada dalam angkatan bersenjata.
“Banyak perusahaan yang sukses menerapkan model organisasi yang jelas dan tidak membiarkan setiap orang bertindak seenaknya. Ini adalah prinsip yang diambil dari kemiliteran,” katanya. Dengan pendekatan ini, Tawalla berargumen bahwa penekanan pada kedisiplinan dan keteraturan dapat menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dalam pemerintahan.
Zulfikar menekankan, meskipun terdapat berbagai latar belakang dalam kabinet seperti aktivis kiri yang berseberangan dengan Prabowo di masa lalu, hal ini tidak menghilangkan esensi pemerintahan yang terstruktur dan disiplin. Dia mencatat kehadiran berbagai elemen tersebut justru menciptakan “miniatur persatuan nasional” yang dapat berfungsi dengan baik meskipun dari latar belakang berbeda.
Kedua pembicara sepakat bahwa kedisiplinan yang diterapkan dalam acara-acara pemerintahan, terutama di lingkungan militer seperti Akademi Militer di Magelang, menciptakan atmosfer yang memungkinkan interaksi antar menteri lebih efektif. Hasan Nasbi menyebut, pengalaman dalam retret tersebut menunjukkan, meskipun banyak menteri berasal dari latar belakang yang beragam, mereka tetap mampu beradaptasi dengan kedisiplinan yang diterapkan.
“Ketika bangsa memanggil, maka tidak bisa ditawar, loyalitas kita itu harus loyalitas kepada negara dan bangsa,” ungkap Zulfikar. Hal ini menunjukkan, di balik segala perbedaan ada satu tujuan bersama yang dapat menyatukan mereka, yakni loyalitas kepada negara.
Fenomena pemerintahan yang militeristik tidak lepas dari kritik masyarakat. Banyak yang menganggap bahwa mengedepankan nilai-nilai militer dalam pemerintahan bisa berdampak negatif seperti pengekangan kebebasan sipil dan pengabaian terhadap demokrasi. Namun, Hasan dan Zulfikar melihatnya sebagai upaya Prabowo untuk menegaskan pentingnya stabilitas dan disiplin dalam pemerintahan.
Salah satu hal menarik yang diangkat dalam diskusi adalah penggunaan strategi bonding di antara anggota kabinet, yang dilakukan melalui interaksi langsung di lingkungan militer. Ini menciptakan ikatan yang lebih kuat dan mendorong kerja sama, meskipun harus diakui, tidak semua anggota kabinet memiliki pengalaman yang sama dalam kedisiplinan militer.
Pernyataan Hasan Nasbi dan Zulfikar Tawalla di podcast Total Politik menunjukkan ada ambiguitas dalam pemahaman publik mengenai pemerintahan Prabowo. Apakah pendekatan militeristik ini bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang lebih kuat dan terorganisir, ataukah akan berujung pada tirani yang mengesampingkan hak-hak sipil?
Ketidakpastian ini menciptakan tantangan bagi pemerintah untuk memastikan bahwa nilai-nilai demokrasi tetap terjaga sambil menciptakan disiplin dan ketertiban. Dengan keberagaman latar belakang di dalam kabinet, diharapkan pemerintahan Prabowo dapat menemukan keseimbangan antara kekuatan militer dan kebebasan sipil, untuk menciptakan stabilitas yang diperlukan dalam menjalankan roda pemerintahan.(c@kra)