Kasus Korupsi Semakin Akut, Hanya Presiden yang Bisa Atasi

  • Bagikan
Kasus Korupsi Semakin Akut, Hanya Presiden yang Bisa Atasi
Kasus Korupsi Semakin Akut, Hanya Presiden yang Bisa Atasi

MoneyTalk, Jakarta – Korupsi di Indonesia semakin menggila, tidak hanya melibatkan pejabat dengan gaji rendah, tetapi juga merambah ke level yang lebih tinggi, bahkan kepada mereka yang memiliki posisi strategis dan berkuasa. Dalam sebuah diskusi yang disiarkan melalui kanal YouTube pribadinya pada Minggu, 10 November 2024, Mahfud MD, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), menyampaikan pandangannya tentang semakin akutnya kasus korupsi di Indonesia dan siapa yang sebenarnya mampu untuk mengatasinya.

Menurut Mahfud, meskipun Indonesia telah mengalami reformasi besar sejak 1998, yang diharapkan dapat membasmi korupsi, kenyataan di lapangan justru sebaliknya. Pada tahun 2016, dalam sebuah kuliah di Universitas Diponegoro, Mahfud menyatakan bahwa teori-teori yang telah diterapkan untuk memberantas korupsi sudah tidak lagi efektif. Pada masa reformasi, berbagai lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial dibentuk untuk memperbaiki sistem hukum dan penegakan hukum. Namun, meskipun ada berbagai lembaga ini, korupsi masih terus berkembang.

Mahfud mengungkapkan bahwa lembaga-lembaga tersebut, yang semula diharapkan dapat memperbaiki sistem, malah sering kali terjebak dalam mekanisme yang justru memicu korupsi baru. KPK, yang awalnya menjadi harapan besar untuk memberantas korupsi, kini juga kerap menghadapi hambatan dalam menjalankan tugasnya. Sebagai contoh, pembentukan unit-unit anti korupsi yang lebih banyak di instansi seperti kepolisian dan kejaksaan dinilai tidak cukup untuk menghentikan praktik korupsi yang sudah terorganisir dengan sangat baik.

Mahfud juga menyoroti adanya mafia peradilan yang semakin kuat dan terorganisir. Mafia hukum ini, yang melibatkan berbagai pihak dari tingkat eksekutif, legislatif, hingga aparat penegak hukum, semakin memperburuk keadaan. Ia menekankan bahwa mafia ini tidak hanya bekerja di balik layar, tetapi juga bisa mempengaruhi kebijakan-kebijakan penting dan merajalela di dalam berbagai sektor pemerintahan.

Dalam pengalaman Mahfud, bahkan aparat penegak hukum sendiri sering kali tidak bisa mengatasi mafia yang sudah sangat terorganisir. Lebih parahnya, mafia ini tidak hanya bekerja di tingkat aparat, tetapi juga sudah menjalar ke legislatif dan eksekutif. Sebagai contoh, praktek korupsi sering kali melibatkan pejabat-pejabat penting yang “membeli” jabatan dan keputusan-keputusan strategis di pemerintah.

Mahfud menegaskan, meskipun ada banyak lembaga yang bekerja untuk memberantas korupsi, mereka sering kali terhambat oleh sistem yang sudah terlanjur rusak. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa hanya Presiden yang memiliki kekuatan untuk mengatasi masalah ini secara tuntas. Presiden, sebagai kepala negara, memiliki kewenangan untuk mengatur dan menegakkan kebijakan yang dapat memberantas mafia peradilan dan korupsi di tingkat paling atas.

Ia menambahkan, meskipun sistem hukum di Indonesia sudah cukup baik, penguatan terhadap penegakan hukum masih sangat diperlukan. Menurut Bank Dunia, 44% dari aset negara tergantung pada penegakan hukum yang baik. Dengan memperbaiki penegakan hukum, maka berbagai sektor lain akan ikut membaik, ekonomi akan berjalan dengan baik, dan institusi negara bisa diperbaiki.

Namun, Mahfud tetap optimistis, masih ada harapan untuk memperbaiki keadaan. Menurutnya, sistem politik yang demokratis tetap menjadi pintu untuk redistribusi kekuasaan yang lebih adil. Melalui demokrasi, ada peluang untuk memperbaiki sistem yang sudah rusak, meskipun hal ini tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Mahfud berharap agar momentum ini dapat dimanfaatkan dengan baik untuk melakukan perbaikan struktural dalam pemerintahan dan sistem hukum.

Dia juga menekankan, meskipun saat ini banyak yang merasa putus asa dengan situasi ini, demokrasi memberi peluang untuk melakukan perubahan. Dalam setiap pemilu, ada kesempatan untuk mengubah konfigurasi kekuasaan dan membuat perbaikan yang lebih baik di masa depan.

Meskipun teori-teori dan upaya-upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah diterapkan dengan berbagai cara, Mahfud MD menekankan bahwa keadaan yang semakin buruk ini hanya bisa diatasi dengan kekuatan politik yang lebih besar. Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi harus mengambil langkah tegas untuk menuntaskan masalah ini, mengingat korupsi telah mengakar di berbagai level pemerintahan.

Namun, Mahfud juga mengingatkan, meskipun tantangan besar dihadapi, harapan untuk perbaikan tetap ada. Melalui demokrasi yang sehat dan redistribusi kekuasaan yang adil, Indonesia masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki sistem yang telah rusak. Masyarakat dan negara harus bersungguh-sungguh menjaga demokrasi dan menegakkan hukum untuk masa depan yang lebih baik.(c@kra)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *