MoneyTalk, Jakarta – Di tengah sorotan krisis ekonomi dan ketidakpastian industri, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, PT Sri Rezeki Isman Tbk (Sritex), baru-baru ini dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024. Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran besar mengingat Sritex telah menjadi tulang punggung industri tekstil nasional dengan menyerap lebih dari 50.000 tenaga kerja. Namun, Presiden Prabowo Subianto tampaknya tidak tinggal diam.
Demi menyelamatkan perusahaan ini, Presiden Prabowo langsung mengerahkan empat menteri dalam kabinetnya untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan. Mengapa Sritex begitu penting bagi Presiden Prabowo? Apa langkah konkret yang dilakukan pemerintah? Berikut ulasannya.
Sritex didirikan oleh HM Lukminto pada tahun 1966 sebagai sebuah toko kecil bernama UD Sri Rezeki di pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah. Dalam dua tahun, usaha ini berkembang pesat hingga akhirnya dibangunlah pabrik tekstil di Sukoharjo pada tahun 1968. Pada 1978, perusahaan berganti nama menjadi PT Sri Rezeki Isman dan terus berkembang menjadi salah satu produsen tekstil terbesar di Asia Tenggara.
Dengan kualitas produk yang diakui secara internasional, Sritex mampu menembus pasar global dan menjadi pemasok tekstil serta pakaian untuk merek-merek terkenal dunia. Tidak hanya itu, perusahaan ini juga memiliki spesialisasi dalam produksi seragam militer, termasuk seragam untuk TNI serta lebih dari 30 negara lainnya, seperti Jerman, Uni Emirat Arab, dan bahkan pasukan NATO. Inovasi dalam produksi seragam anti-radiasi dan anti-inframerah membuat Sritex menjadi pemain kunci dalam pasar tekstil global.
Sejak tahun 2022, Sritex menghadapi berbagai tantangan berat akibat dampak pandemi COVID-19. Gangguan rantai pasok global dan penurunan daya beli masyarakat menyebabkan perusahaan ini kesulitan memenuhi kewajiban keuangan. Beban utang yang membengkak menjadi pemicu utama masalah likuiditas perusahaan. Meski telah berusaha melakukan restrukturisasi utang, krisis keuangan ini memuncak hingga akhirnya perusahaan dinyatakan pailit oleh pengadilan.
Langkah hukum yang diambil Sritex dengan melakukan kasasi ke Mahkamah Agung menunjukkan upaya mereka untuk melawan keputusan pailit ini. Harapannya adalah agar perusahaan dapat terus beroperasi dan mempertahankan ribuan lapangan kerja yang ada.
Langkah cepat yang diambil Presiden Prabowo dengan memerintahkan empat menterinya—yakni Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dan Menteri Tenaga Kerja—menjadi bukti bahwa pemerintah sangat serius dalam menangani krisis ini. Langkah-langkah penyelamatan ini mencakup:
Penyederhanaan Regulasi Ekspor-Impor, Pemerintah memberikan kelonggaran izin impor dan ekspor tanpa batas waktu untuk membantu Sritex dalam mengatasi hambatan operasional.
Restrukturisasi Utang, Penekanan dilakukan pada internal perusahaan untuk segera melakukan restrukturisasi utang agar Sritex dapat kembali stabil secara finansial.
Dukungan Finansial, Ada potensi bantuan dalam bentuk pinjaman lunak atau insentif dari pemerintah guna meringankan beban operasional perusahaan.
Keputusan ini bukan hanya tentang menyelamatkan sebuah perusahaan, tetapi juga menjaga stabilitas ekonomi nasional, terutama di sektor tenaga kerja. Dengan mempertahankan 50.000 karyawan, pemerintah berusaha menghindari gelombang PHK besar-besaran yang dapat mengganggu target pertumbuhan ekonomi hingga 8% di bawah pemerintahan Prabowo.
Pada Januari 2024, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengunjungi pabrik Sritex di Sukoharjo untuk bertemu dengan Iwan Setiawan Lukminto, generasi kedua pemilik Sritex, dan para karyawannya. Kunjungan ini tidak hanya sekadar bentuk dukungan terhadap industri tekstil nasional, tetapi juga memperlihatkan hubungan dekat antara pihak perusahaan dan pemerintah baru, terutama setelah dukungan yang diberikan oleh Sritex kepada pasangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024.
Meski ada pertanyaan mengenai intervensi pemerintah dalam perusahaan swasta, langkah ini dipandang sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam melindungi industri strategis nasional. Apalagi, sektor tekstil merupakan salah satu pilar penting dalam perekonomian Indonesia, baik dari sisi ekspor maupun penyediaan lapangan kerja.
Intervensi pemerintah terhadap Sritex menjadi ujian awal bagi kepemimpinan Prabowo-Gibran dalam mengatasi krisis industri nasional. Keberhasilan menyelamatkan Sritex diharapkan bisa menjadi model bagi penyelesaian masalah di sektor manufaktur lainnya. Namun, pemerintah juga harus memastikan bahwa langkah-langkah ini tidak hanya bersifat sementara, tetapi menjadi solusi jangka panjang untuk meningkatkan daya saing industri tekstil nasional.
Krisis yang dialami Sritex seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan reformasi regulasi, terutama dalam hal perizinan dan kebijakan fiskal yang lebih mendukung sektor manufaktur. Dengan dukungan yang tepat, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat produksi tekstil di Asia, terutama dengan tren relokasi pabrik dari China ke Asia Tenggara.
Misi penyelamatan Sritex oleh pemerintah bukan hanya tentang menjaga kelangsungan hidup sebuah perusahaan, tetapi juga tentang melindungi ratusan ribu orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Langkah cepat yang diambil Presiden Prabowo dengan melibatkan empat menteri menunjukkan komitmen pemerintah dalam menghadapi krisis industri yang dapat mengancam stabilitas ekonomi nasional. Namun, keberhasilan misi ini masih bergantung pada sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan kebijakan yang mendukung pemulihan ekonomi jangka panjang.(c@kra)
Bagaimana menurut Anda? Apakah langkah pemerintah ini cukup efektif? Silakan tulis pendapat Anda di kolom komentar dan jangan lupa untuk berbagi artikel ini.