Said Didu Dipayungi Hukum Untuk Menyampaikan Haknya dan hak saudara-saudaranya

  • Bagikan

MoneyTalk,Jakarta – Materi artikel ini sejatinya merupakan representatif atas hak-hak seorang WNI dalam bentuk implementasi secara fisik (komunikasi verbal) atau bentuk penyampaian hak-hak konstitusi maupun hak atas harta benda yang dimiliki seorang WNI telah mengalami kerugian atau bakal kerugian, yang kebetulan datang dan menyentuh individu seorang Dr. Said Didu tokoh aktivis yang faktual dan de yure seorang pakar ekonom.

Sehingga apa yang sedang dilakukan serta disuarakan oleh Dr Said Didu, sang pakar ekonom, justru bentuk implementasi terhadap hak dan tanggung jawab yang cukup serius dilakukan selain sebagai wujud kepatuhan terhadap pelaksanaan sistim hukum dan perundang-undangan yang memerintahkan kepada setiap individu rakyat bangsa ini agar turut berperan dalam pengawasan terhadap perilaku penyelenggara negara (fungsi social control), yang secara substansial sebenarnya dapat diambil alih atau disuarakan oleh mandataris rakyat di parlemen.

Nomenklatur dari pada wujud perintah sistim hukum dan perundang-undangan tersebut dinyatakan sebagai “PERAN SERTA MASYARAKAT” yang pasalnya berada pada seluruh undang-undang di republik ini, dan berlaku positif. Sehingga dari sisi ilmu teori hukum, perintah fungsi kontrol ini sebagai bagian dari teori asas ius konstitutum atau HUKUM YANG HARUS BERLAKU ATAU DIBERLAKUKAN. Bukan sekedar hukum cita-cita atau sekedar berharap berlaku (IUS KONSTITUENDUM)

Sehingga makna dan pelaksanan daripada nomenklatur peran dimaksud adalah kata kerja “perintah” kepada masyarakat untuk melakukannya atau harus berbuat sebagai fungsi kontrol yang merupakan tuntutan dan kewajiban.

Hal hak dan tuntutan hukum yang dilakukan sang pakar ekonom, pas untuk diilustrasikan melalui keberadaan Peraturan Pemerintah/ PP. Nomor 43 Tahun 2018 Tentang peraturan pemerintahan yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dalam PP ini, masyarakat punya hak berperan serta dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dengan: mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai dugaan tindak pidana korupsi serta dalam pelaksanaanya masyarakat justru dibantu atau dipermudah memperoleh melalui pelayanan untuk mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai dugaan tindak pidana korupsi, bahkan diberikan saran saran agar pola pelaksanaan laporan atas dasar peran serta masyarkat ini pola penyampaiannya secara bertanggung jawab dan kepada aparatur penegak hukum diperintahkan agar pelapor atau pengadu mendapat atau memperoleh jawaban atas perihal laporan yang diberikan oleh mayarakat serta mutatis mutandis memperoleh perlindungan hukum dari aparatur negara.

Analogi hukum melalui eksistensi dan keberlakuan PP a quo dengan komparasi giat juang Dr. Said Didu selaku sosok figur dan intelektual adalah amat dibutuhkan, bahkan digugu dan ditiru ‘bukan atau nyaris dikriminalisasi”, juga perlu penjabaran, tentang makna sebenarnya (nomenklatur) Peran Serta Masyarakat yang terdapat pada seluruh sistim hukum positif (berlaku) kemudian sepatutnya diterapkan.

Dan jika dianalisa terkait objek a quo peran serta masyarakat yang dilakukan Sang Pakar Ekonom, bukan kah dapat menjadi celah tengara pihak aparatur (Polri Kejaksaan) khususnya KPK terhadap kemungkinan adanya temuan dugaan delik korupsi atau gratifikasi, oleh sebab ada indikasi janggal, bahwa harga tanah dibeli oleh konglomerat (penguasa kaya raya) dengan nominal dibawah pasaran atau tidak memenuhi acuan hukum tentang asas-asas penggunaan tanah oleh negara, dimana pemiliknya harus mendapatkan ganti rugi yang layak”

Apa konstruksi hukum yang dapat dijadikan asas legalitas dan landasan berpikir untuk melaporkan terhadap subjek individu yang ideal melaksanakan perintah undang-undang justru mau dipenjarakan?

Karena secara ringkas hukumnya, bentuk kepedulian Dr Said Didu terhadap hak rakyat atas tanah yang berbekal alas hak milik atau hak atas garap atau hak tanah yang ditempati, tidak dipaksakan oleh pihak-pihak harus dijual dan harus mau menerima harga yang datang sepihak, bukan atas dasar tawar menawar atau secara layak dan berperikemanusiaan sehingga tidak sedikitpun bertentangan dengan prinsip sistim hukum yang tertera didalam undang undang pertanahan, terlebih ternyata pihak property yang ingin menggunakan lahan hak milik Dr. said Didu dan hak atas tanah saudara – saudaranya sesama anak bangsa Indonesia, memiliki alat bukti formal dalam bentuk; sertifikat, AJB. Ketitir/ Girik, maupun hak garap tanah negara dengan bukti PBB maupun tidak memiliki bukti formal sama sekali, namun memiliki hak materil (hak fisik), yaitu sudah puluhan tahun atau turun temurun menggarap atau mendiami diatas tanah walau tanah yang digarap a quo berstatus tanah milik negara (HGU atau Hak Pakai atau HGB).

Selebihnya bahwa hak-hak hukum Dr. Said Didu yang sounding nya terekam atau terdokumentaei selama ini terkait projek PIK 2 merupakan representatif Dr. Said Didu sebagai pendapat, kritisi atau protes bahkan dapat dinyatakan merupakan bentuk laporan atau pengaduan masyarakat secara lisan dengan pola menggunakan fasilitas IT. Apa yang keliru dan salahnya dimana? jika dihubungkan dalam koridor hukum pelaksanaan “peran serta masyarakat” sebagai hak fungsi kontrol dan wujud nyata daripada KEPATUHAN PUBLIK TERHADAP AMANAH UNDANG-UNDANG.

Lalu logika dari sisi hukumnya, kenapa Dr. Said DIdu yang patuh dan setia terhadap tuntutan atau perintah sistem hukum yang harus berlaku/ dilakukan (ius konstitum) oleh dirinya, namun malah dilaporkan sebagai perbuatan pidana, BUKAN JUSTRU DIBERI REWARD oleh pejabat penyelenggara negara ?

Andai pun memang ada pola komunikasi verbal yang muatannya kritik atau suara protes atau masukan atau laporan atau pengaduan yang dilakukan oleh individu sebagai bagian dari KEMERDEKAAN ATAU KEBEBASAN BERPENDAPAT melalui lisan atau tulisan, terbuka maupun tertutup, individu maupun kelompok maka silahkan saja M Said Didu dipanggil untuk diberikan klarifikasi oleh pihak-pihak yang merasa terusik atau diberikan arahan oleh penyidik tentang pola komunikasi pelaporan/ pengaduan, atau bahkan sah andai materinya (yang disampaikan oleh Said Didu) dijadikan info pengaduan demi kepastian dan manfaat hukum serta berkeadilan.

Maka pertanyaan hukumnya, kenapa yang setia kepada amanah undang-undang hendak dicederai bahkan mau dipenjarakan? Justru yang elegant dan manusiawi mengingat konsideransi semua ketentuan hukum yang ada tentang peran serta masyarakat, maka setidak-tidaknya kepada Dr. Said Didu diberikan apresiasi oleh pihak penguasa atau abdi hukum, walau sekedar melalui ucapan terima kasih.

Jelasnya, peristiwa hukum yang menjadi materi artikel, sinkronisasi dengan peran serta masyarakat dan pemahaman tentang asas fiksi hukum yang bermakna, “setiap orang dianggap tahu tentang keberadaan dan keberlakuan hukum yang terdapat didalam semua undang-ndang termasuk ancaman hukuman yang tertera didalamnya”.

Oleh karenanya dari sisi pandang hukum terkait tupoksi yang dimiliki aparatur polres tiga raksa, Kab. Tangerang dan hak pelapor/ pengadu dalam keterikatan terhadap asas fiksi hukum, maka petugas penyidik polri (Polres Tiga Raksa) telah melakukan pembangkangan hukum atau sengaja mengkriminalisasi Dr. Said Didu yang sedang mematuhi atau melaksanakan perintah undang-undang atau semua yang terlibat telah melakukan praktik nyata obstruction of justice atau menghalangi keberlakuan sistim hukum dan atau menyalahgunakan ketentuan sistim perundangan-undangan.

Saran dan solusi penulis, agar tidak ada judge yang bersifat negatif terhadap para aparatur, maka para aparatur (geralis) tidak cukup sekedar menguasai ilmu hukum pidana (KUHP, KUHAP DAN TIPIKOR,) namun ideal wajib intensif serta kompleks dalam menguasai dan memahami ilmu hukum tata negara dan atau sistim hukum lainnya yang ada dan berlaku, diantaranya vide Pasal 108 KUHAP, Jo. Pasal 28 UUD 1945 Jo. UU. No. 9 Tahun 1998 Tantang Kebebasan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum Jo. UU. No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM termasuk hak kaum jurnalis atau umat pers Jo. UU. No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, andai mau dan berkesempatan meliput atau menyiarkan narasi dalam bentuk jurnalistik (melaporkan kepada publik) atau menyampaikan hasil liputan dan atau cek dan ricek atau klarifikasi kepada institusi negara yang ada hubungannya dengan apa yang disampaikan oleh Dr. Said Didu. Karena jika aparatur menguasai semua ilmu hukum yang ada dan berlaku tentu bakal menghasilkan kinerja yang presisi dan subjek hukum aparat dan lembaga tempat mereka bertugas akan berwibawa dan lebih dihormati serta menjadi role model, dan andai ada laporan diterima menyangkut sektor law enforcement, para aparat dapat memilah-milah dan mengetahui dan memahami tentang apakah objek llaporan atau pengaduan merupakan bagian dari keterbukaan informasi publik dan atau sebagai implementasi “peran serta masyarakat” atau serius menyangkut faktor adanya kebohongan sehingga mengandung unsur-unsur delik fitnah atau pencemaran nama baik?

Selanjutnya tidak kalah penting penguasaan ilmu hukum yang intensif dan kompleks dari para aparatur dalam pelaksanaan tupoksinya, yakni agar tercipta sinergitas terhadap para aktivis lintas profesi, termasuk mencegah terjadi insiden terhadap para jurnalis/ umat pers di lapangan terlebih andai berujung di meja hijau, lau vonis penjara, akhirnya dapat berimplikasi tindak pelanggaran atau kejahatan HAM oleh penguasa atau “state of crime”.

Penulis : Damai Hari Lubis, Ketua Bidang Hukum & HAM DPP. KWRI/ Dewan Pimpinan Pusat Komite Wartawan Reformasi Indonesia.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *