Surat Terbuka Buat Menteri PKP: Raksasa Pebisnis Properti adalah Spekulan Tanah yang Sebenarnya

  • Bagikan
Surat Terbuka Buat Menteri PKP: Raksasa Pebisnis Properti adalah Spekulan Tanah yang Sebenarnya
Surat Terbuka Buat Menteri PKP: Raksasa Pebisnis Properti adalah Spekulan Tanah yang Sebenarnya

MoneyTalk, Jakarta – Salam hangat. Pak Menteri, jika berani dan konsekwen sediakan rumah bagi masyarakat kurang mampu 3 juta unit/tahun mulailah tertibkan pengembang raksasa yang menguasai ribuan hektar di wilayah Tangerang dan sekitar Tangerang Selatan, perbatasan Bekasi Jakarta – Bogor dan sejumlah di kota-kota besar lainnya, menjadikan tanah sebagai komuditas mengeruk keuntungan. Pak Menteri dan staf ahli tentu tahu bagaimana skemanya yang baik dan fair.

Bayangkan mereka membebaskan ribuan hektar selama puluhan tahun dibiarkan “nganggur” jadi asset perusahaan di pasar modal, nikmati capital gain atas kenaikan harga tanah melebihi bunga deposito.

Merekalah spekulan tanah yang sebenarnya. Kembang biakkan duit di lahan tidur sementara jutaan orang hidup berhimpitan di daerah kumuh atau jauh di tempat “jin buang anak”.

Bayangkan ada perusahaan yang kuasai 6000 hektar perbatasan Tangsel – Jakarta, selama lebih dari 40 tahun kurang lebih baru separuh yang dibangun. Lahan dibiarkan “tidur”, tetapi menikmati kenaikan harga selama itu pula. Rumah-rumah yang mereka bangun pastinya tidak mampu dibeli rakyat kebanyakan.

Berhektar-hektar lahan kosong untuk lapangan golf di sekitar Jabodetabek penyaluran hobi segelintir orang kaya yang hanya digunakan di jam-jam tertentu. Lahan luas itu 90% idle karena hanya digunakan waktu terbatas. Pada saat yang sama rakyat tidak mampu sebagian besar usianya dihabiskan di jalan karena kemacetan.

Lapangan-lapangan golf itu jadikanlah perumahan sederhana, dan hutan-hutan kota atau mexed used development. Orang kaya yang hobi golf berikan di luar daerah, Indonesia ini sangat luas dan indah, mereka tidak ada masalah urusan transportasi.

Pikirkanlah skema yang membuat mereka juga tidak merasa dirampas secara kasar, agar tercipta rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Saya tahu ini sulit, karena berhadapan dengan kolega Anda sendiri.

Lebih 30 tahun kami bekerja di media seputar bisnis dan properti telah mendalami secara serius persoalan ini. Hal paling berat adalah kelangsungan hjdup media sangat tergantung pada belanja iklan dan promosi mereka. Pekerja media dihadapkan pada pilihan sulit. Sekarang momen bagus untuk buka semuanya secara adil.

Pengembang raksasa itu selama ini tidak tertarik bangun rumah subsidi karena tidak memberikan keuntungan cukup menurut ukuran mereka.

Tidak ada yang salah dengan segmen yang mereka bangun karena hak berbisnis setiap orang dijamin oleh negara. Tetapi, pertontonkan ketidakadilan justru berpotensi picu konflik sosial yang biayanya jauh lebih besar.

Mereka kuasai lebih dari separuh bisnis properti, dan dengan kekuatan modal serta sedikit rasa perduli maka 3 juta unit/tahun itu kecil, Pak Menteri.

Demikian, masih banyak soal lain yang ingin saya sampaikan. Mudah-mudahan di lain kesempatan. Terima kasih, Mada Gandhi.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *