MoneyTalk, Jakarta – Tulisan ini adalah kali ketiga saya membahas Pilkada Jakarta dengan posisi tetap netral alias tidak berpihak kepada calon mana pun. Dalam artikel ini, saya akan mengulas peluang pertarungan dukungan antara Foke dan Anies vs Jokowi di Pilkada Jakarta 2024.
Kompetisi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jakarta 2024 semakin memanas menjelang hari pencoblosan yang tinggal empat hari lagi, tepatnya pada 27 November 2024. Persaingan untuk menduduki kursi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta atau DKJ tidak hanya menjadi pertarungan antar pasangan calon, tetapi juga perang pengaruh antara tokoh-tokoh besar yang memberikan dukungan.
Dua nama besar yang mencuat dalam kontestasi ini adalah Fauzi Bowo (Foke) dan Anies Rasyid Baswedan, mantan Gubernur Jakarta yang mendukung pasangan nomor urut 3, Pramono Anung dan Rano Karno. Di sisi lain, Joko Widodo (Jokowi), mantan Gubernur Jakarta yang juga mantan Presiden RI, memberikan dukungan penuh kepada pasangan nomor urut 1, Ridwan Kamil (RK) dan Suswono (RIDO), yang didukung Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus).
Sementara itu, pasangan nomor urut 2, Dharma Pongrekun dan Kun Wardana, yang maju melalui jalur independen, terlihat kesulitan menghadapi dua pasangan yang mendapat dukungan besar dari tokoh nasional dan partai politik besar.
Foke dan Anies adalah dua nama yang memiliki sejarah kuat di Jakarta. Foke menjabat sebagai Gubernur Jakarta periode 2007–2012 dan dikenal dekat dengan kelompok masyarakat Betawi. Dukungan Foke terhadap pasangan Pramono Anung dan Rano Karno memberikan kepercayaan tambahan dari kalangan pemilih tradisional Jakarta.
Anies, yang menjabat sebagai Gubernur Jakarta periode 2017–2022, membawa kekuatan politik yang lebih luas. Popularitasnya di kalangan kelompok muda, relawan, dan masyarakat kelas menengah menjadi modal besar. Dukungan Anies tidak hanya memperkuat citra pasangan Pramono-Rano sebagai pembawa perubahan, tetapi juga menyasar segmen pemilih yang menginginkan kesinambungan program-program sosial dan infrastruktur yang pernah ia gagas.
Namun, koalisi Foke dan Anies menghadapi tantangan besar. Meskipun keduanya memiliki basis loyal, keduanya tidak lagi memegang jabatan formal, sehingga pengaruh mereka saat ini bergantung pada daya tarik emosional dan nostalgia para pemilih.
Di sisi lain, pasangan nomor urut 1, Ridwan Kamil (RK) dan Suswono (RIDO), mendapatkan keuntungan dari mesin politik Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus), yang terdiri dari 13 partai besar, termasuk Partai Gerindra, Golkar, PKS, Nasdem dan PKB serta lainnya. Dukungan Jokowi, mantan Gubernur Jakarta sekaligus mantan Presiden RI, memberikan legitimasi tambahan kepada pasangan ini.
Jokowi adalah figur yang sangat berpengaruh di Jakarta dan nasional. Selama menjabat sebagai Gubernur Jakarta, ia dikenal dengan program-program populernya, seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan revitalisasi transportasi publik. Legasi ini memberikan efek elektoral yang signifikan kepada pasangan RK-Suswono, terutama di kalangan pemilih menengah ke bawah.
Selain itu, kehadiran Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum Gerindra dan Presiden RI menambah kekuatan pasangan ini. Mesin politik KIM Plus bergerak agresif, menyentuh hampir seluruh lapisan masyarakat Jakarta. Ridwan Kamil yang memiliki citra teknokrat dan pemimpin inovatif menjadi kombinasi yang solid dengan Suswono, seorang tokoh senior yang memiliki pengalaman panjang di bidang politik dan birokrasi.
Siapa yang Lebih Berpengaruh Mantan Gubernur DKI Jakarta, Foke dan Anies atau Jokowi?
Jika diukur dari kekuatan jaringan, mesin politik, dan popularitas, dukungan Jokowi dan KIM Plus memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan dengan dukungan Foke dan Anies. Jokowi masih memiliki pengaruh elektoral yang kuat di Jakarta, terutama di kalangan pemilih loyalisnya yang menyebar di seluruh wilayah. Ditambah dengan dukungan KIM Plus, pasangan RK-Suswono menjadi favorit untuk memimpin putaran pertama.
Namun, dukungan Foke dan Anies tidak bisa diremehkan. Kombinasi pengalaman Foke dan magnet politik Anies dapat mempersempit jarak elektabilitas dengan pasangan RK-Suswono. Apalagi jika strategi mereka berhasil menggerakkan kelompok masyarakat tertentu, seperti komunitas Betawi dan segmen pemilih muda.
Pertarungan Pilgub Jakarta 2024 menjadi ajang kompetisi dua kubu besar: Foke-Anies vs Jokowi-KIM Plus. Meskipun pasangan RK-Suswono terlihat lebih unggul berkat mesin politik yang besar, pasangan Pramono-Rano memiliki peluang jika berhasil memanfaatkan momentum dukungan emosional dari Foke dan Anies.
Pada akhirnya, masyarakat Jakarta harus tetap menentukan pilihan. Namun, kuatnya pengaruh mantan gubernur Foke, Anies Baswedan, dan Jokowi, ditambah dukungan partai politik besar, akan melahirkan pertarungan Pilkada Jakarta yang ketat dan pertempuran yang sengit.
Dengan adanya tiga pasangan calon yang maju di Pilkada Jakarta 2024, kemungkinan besar pemilihan ini akan berlangsung dalam dua putaran. Hal ini disebabkan oleh ketatnya persaingan, yang membuat sulit bagi salah satu pasangan calon untuk meraih lebih dari 50 persen suara dalam satu putaran.
Sebagai catatan penting, perlu ditegaskan bahwa pertarungan Pilkada Jakarta kali ini tidak hanya menjadi ajang untuk memilih pemimpin Jakarta. Lebih dari itu, Pilkada Jakarta 2024 juga akan menjadi penentu siapa yang memiliki pengaruh politik yang lebih besar: apakah mantan Gubernur Fauzi Bowo (Foke) dan Anies Baswedan, atau Joko Widodo (Jokowi), mantan Gubernur Jakarta sekaligus mantan Presiden RI, bersama Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus).
Siapa yang akan unggul dalam pertarungan pengaruh ini? Saya tidak akan menjawabnya sekarang, karena hal tersebut memerlukan analisis dan kajian mendalam. Namun, hasilnya bisa saja berpihak kepada Foke dan Anies, atau Jokowi dan KIM Plus.
Wallahu a’lam bishawab.
Penulis: Sugiyanto (SGY)-Emik