Awas…!!! Jika DPR menganulir Putusan MK, maka DPR mempersetankan kehendak rakyat
Money Talk,Jakarta – Putusan MK Nomor 60 dan 70 pada20 Agustus 2024 kemarin membuka harapan baru bagi pihak yang dibatasi persyaratan pencalonan Kepala daerah dan hal ini menjadi semangat baru bagi calon kandidat, partai politik maupun masyarakat yang memiliki figur calon yang diharapkan mempimpin daerahnya.
Tetapi ternyata ganjalan itu masih ada satu peristiwa proses Pencalonan Kepala daerah dengan adanya Rapat Kerja dengan Pemerintah dan DPD RI dalam rangka Pembahasan RUU ttg Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (RUU Pilkada)
Sehari setelah adanya Putusan MK, Rapat Panitia Kerja DPR RI pada pada hari ini Rabu, (21/08) membahas masalah Rencana Undang Undang Tentang Pemilihan Kepala Daerah akan adijadwalkan pada pukul 13.00 WIb, dan pada hari yang sama malam hari sekitar pukul 19.00 WIB ditetapkan hasil dari Rapat Panja dengan Pemerintah dan DPD RIdalam rangka Pengambilan Keputusan Pembahasan Pilkada.
harapan yang telah tumbuh berubah menjadi kawatir dengan adanya rapat panja sangat berpotensi menganulir Putusan MK No. 60 dan nomor 70 sebagaimana telah dibacakan amar putusannya soal persyaratan pencalonan Kepala daeraj tahun 2024.
kekawatiran ini diungkapkan oleh Widdi Aswindi, seorang warga negara yang peduli dengan proses demokrasi melalui surat perbuka dengan menyampaikan isi hati dan pikirannya demi demokrasi indonesia.
Surat terbuka ini ditujukan kepada Pimpinan Partai poltik antara lain diatujukan kepada Agus Harimurti (Ketua Umum Parta Demokrat, Ahmad (Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera), Bapak Airlangga H atau yang menggantikannya (Ketua Umum Partai Golkar), Bapak Muhaimin Iskandar (Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa), Surya Paloh (Ketua Umum Partai Nasdem), Zulkifli Hasan (Ketua Umum Partai Amanat Nasional)
dalam tulisan itu tidak ditujukan kepada Megawati Soekarno Ptri Selaku Ketua Umum Partai Indonesia Perjuangan dan Prabowo Subiyanto selaku Ketua Umum Partai gerndera.
“Saya tidak mencantumkan Ibu Megawati karena PDIP telah sepakat dengan isi pesan ini, Sementara Saya tidak mengirimkan kepada Bapak Prabowo, karena kami merasakan gerakan2 ini di awali oleh anggota partainya yang kebetulan pemenang dan pemimpin koalisi yg mencoba menghadang, Ungkap Widdi dalam tulisannya.
Wadi lantas memberikan gambaran latar belakang yang mana Rencana Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk mengubah Undang-Undang Pilkada setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin, patut menjadi perhatian serius. Dalam konteks transisi kekuasaan saat ini, langkah tersebut terlalu telanjang sebagai menunjukkan kepentingan pragmatis partai politik yang ingin tetap berada dalam lingkaran kekuasaan.
Sebagai entitas politik, keinginan tersebut bisa dimengerti dan dianggap wajar, mengingat kekuasaan adalah sarana bagi partai untuk menjalankan agenda politiknya.
Widdi Aswindimengkawatirkan ketika kepentingan tersebut bertentangan dengan rasionalitas dan hak-hak publik, yang semestinya menjadi prioritas dalam sistem demokrasi.
widi menganggap Putusan MK kemarin sejatinya merupakan langkah maju yang adil dan sangat bersemangatkan reformasi. yang mana hal ini memberikan ruang yang lebih lebar bagi para pemimpin muda, terutama mereka yang berasal dari daerah, putusan tersebut membuka pintu bagi munculnya tokoh-tokoh lokal yang memiliki potensi besar.
hal yang lebih positif munculnya Para pemimpin lokal yang ingin naik ke kancah nasional mendapatkan ruang candradimuka melalui kompetisi terbuka yang dimungkinkan oleh putusan MK ini.
peluang yang sangat besar berkaitan dengan persyaratan calon kepala daerah putusan MK dapat mengurangi beban dan adanya kemudahan mengurangi proporsi syarat keterwakilan sebelumnya sehingga partai tidak harus memiliki kursi di DPRD untuk bisa mencalonkan kepala daerah.
kekawatiran ini muncul setelah Pemerintah dan Badan Legislasi DPR RI melakukan pembahasan untuk mengubah UU Pilkada ini jelas bertentangan dengan semangat tersebut.
Jika mereka tetap menganulir keputusan MK, itu tidak hanya menunjukkan ketidakpedulian terhadap kehendak rakyat tetapi juga mencerminkan upaya mempertahankan sistem kartel politik yang semakin mempersempit ruang bagi regenerasi kepemimpinan.
Merujuk pada teori Giovanni Sartori tentang kartelisasi partai politik, tindakan Baleg DPR ini berpotensi memperkuat fenomena tersebut. Kartelisasi adalah kondisi di mana partai-partai politik saling bekerja sama untuk menjaga status quo dan mempertahankan dominasi mereka, sehingga mematikan kompetisi dan inovasi dalam politik.
apabila Pembahasan RUU tentang Pilkada akan menganulir putusan MK, parpol secara efektif mempertahankan kendali penuh atas siapa yang bisa maju dalam pilkada, meminimalkan risiko munculnya tokoh baru yang bisa merusak dominasi mereka.
Dalam adagium demokrasi dikenal istilah “Vox populi, vox dei” (suara rakyat adalah suara Tuhan). Jika Baleg tetap memaksakan perubahan UU Pilkada untuk menghambat keputusan MK, mereka secara tidak langsung sedang menghina suara rakyat.
Hal ini selaras dengan pemikiran John Locke yang menyatakan bahwa legitimasi kekuasaan berasal dari kesepakatan dan kehendak rakyat. Jika wakil rakyat mengkhianati amanah ini, mereka sejatinya telah mengingkari kontrak sosial yang menjadi dasar dari pemerintahan yang demokratis.
Dalam pandangan filsuf demokrasi modern seperti Robert Dahl, demokrasi tidak hanya tentang prosedur pemilihan, tetapi juga memberikan akses yang luas kepada warga negara untuk berpartisipasi dalam kompetisi politik.
Semangat putusan MK jelas selaras dengan pemikiran ini, di mana kompetisi politik yang terbuka mendorong lebih banyak aktor untuk terlibat, memperkuat representasi dan legitimasi demokrasi itu sendiri.
Oleh karena itu, menghambat keputusan MK dengan alasan pragmatis justru merugikan prinsip dasar demokrasi yang inklusif dan partisipatif.
Mungkin terlalu mewah bicara hal-hal ideal sebagaimana yang dikemukakan para filsuf dan pemikir tersebut.Tetapi sejatinya tidak begitu, mengingat kita ini hidup ratusan tahun setelah mereka, dengan komunitas dan Masyarakat telah lebih terdidik, setara dan beradab. Seharusnya, menjadikan hal-hal ideal itu nyata menjadi lebih mudah.
Widdi Aswindi mengingatkan bahwa tokoh-tokoh besar dalam sejarah politik Indonesia sering kali lahir dari lokalitas, dari persaingan di daerah yang keras dan penuh dinamika. Sistem yang memungkinkan kompetisi terbuka dan fair justru memberikan kesempatan bagi para pemimpin muda yang mungkin tidak memiliki backing partai besar untuk menunjukkan kapasitas mereka.
lanjut Widdi Aswindi memberikan salah satu daerah konteks Jakarta, misalnya, putusan MK dapat memunculkan lebih banyak calon kepala daerah, memberikan pilihan yang lebih beragam bagi pemilih.
Dalam demokrasi yang sehat, pilihan yang banyak dan beragam adalah ciri dari kompetisi yang benar, di mana menang dan kalah adalah bagian dari proses seleksi yang alami. Kekuasaan memang nikmat, dan tidak ada yang salah jika partai politik berjuang untuk mendapatkannya.
Namun, menghalangi keputusan yang membuka jalan bagi regenerasi dan kompetisi sehat jelas merupakan tindakan yang melawan common sense. Demokrasi sejati bukan tentang mengunci peluang, tetapi tentang memberikan kesempatan yang sama bagi semua untuk bertarung secara adil. Seperti yang dikatakan oleh filsuf Inggris Lord Acton, “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.”
Oleh karena itu, checks and balances dalam demokrasi harus dipertahankan agar kekuasaan tidak hanya dikuasai oleh segelintir elit politik.
jika Baleg DPR jadi menganulir putusan MK, itu artinya mereka benar-benar sedang mempersetankan kehendak rakyat dan memupuk sistem kartel yang bertentangan dengan semangat demokrasi.
Semoga suara rakyat tidak terabaikan, dan reformasi yang diharapkan dapat terus berjalan. Semoga Bapak semua bisa merenungi pesan ini dan mengambil tindakan yg kompak untuk menjaga kewarasan kita bernegara, dengan tetap memerintahkan seluruh anggota partai Bapak2 sekalian di DPR untuk menjaga dan mengawal keputusan MK.
“Hiduplah saat ini, dan hiduplah dalan kenangan baik warga Indoneia hingga 1000 tahun lagi. Terima kasih,
Semoga Bapak2 semua sehat dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT”, tutup Widdi Aswindi. (c@kra)