Temuan BPK Ungkap Dugaan Fraud dan Kerugian di Indofarma, Kerugian Capai Rp 371,83 Miliar
MoneyTalk, Jakarta – Temuan mengenai dugaan kecurangan dan kerugian yang dialami PT Indofarma Tbk terungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Kamis, 6 Juni 2024. Dalam laporan tersebut, BPK menemukan sejumlah aktivitas di Indofarma yang mengakibatkan kecurangan dan potensi kerugian besar bagi perusahaan farmasi milik negara ini.
“Ditemukan bahwa PT Indofarma Tbk dan anak usahanya, PT Indofarma Global Medika (IGM), melakukan pengadaan alat kesehatan tanpa studi kelayakan dan penjualan tanpa analisa kemampuan keuangan customer,” ungkap Ketua BPK, Isma Yatun.
Berdasarkan laporan Majalah Tempo berjudul “Apa Saja Modus Korupsi Indofarma”, yang dikutip MoneyTalk.id pada Rabu (04/09) temuan dugaan fraud di BUMN ini berawal dari pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang dilakukan oleh auditor negara di Indofarma pada tahun 2023. Dari audit ini, BPK menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp 371,83 miliar yang berasal dari kegiatan Indofarma selama periode 2020 hingga semester I 2023.
“BPK menyimpulkan adanya penyimpangan yang berindikasi tindak pidana oleh pihak-pihak terkait dalam pengelolaan keuangan Indofarma,” kata Wakil Ketua BPK, Hendra Susanto, pada Selasa, 21 Mei 2024.
Indikasi Kerugian di Indofarma Global Medika
Menurut dokumen audit yang diperoleh Tempo, salah satu indikasi kerugian Indofarma berasal dari penyimpangan dalam jual-beli alat kesehatan yang dilakukan oleh anak usahanya, PT Indofarma Global Medika (IGM). IGM menjual alat kesehatan kepada perusahaan terafiliasi, PT Promosindo Medika (Promedik), meskipun Promedik tidak memiliki kemampuan untuk membayar. Kemudian, Promedik menjual sebagian besar alat kesehatan tersebut kepada perusahaan baru yang belum berpengalaman.
Dari transaksi ini, terjadi piutang macet sebesar Rp 124,9 miliar. Untuk mengaburkan piutang macet tersebut, IGM melakukan rekayasa pembayaran dengan meminta Promedik meminjam uang sebesar Rp 24,5 miliar dan menyetorkannya ke IGM seolah-olah sebagai dana pelunasan piutang. IGM juga menjamin pinjaman Promedik itu dengan deposito senilai Rp 36,5 miliar.
IGM bahkan meminjam uang dari platform pinjaman online sebesar Rp 69,7 miliar di luar sistem pembukuan dengan menggunakan nama perusahaan dan pegawainya. Dana tersebut kemudian ditransfer ke IGM sebesar Rp 43,7 miliar, seolah-olah sebagai pembayaran piutang usaha Promedik.
Pola-Pola Kecurangan Lain yang Ditemukan di Indofarma
Selain terlibat dalam rekayasa pembayaran, Indofarma juga ditemukan melakukan beberapa aktivitas lain yang berindikasi kecurangan dan berpotensi merugikan perusahaan. Misalnya, transaksi jual beli fiktif pada Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG), penempatan dana deposito atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara (Kopnus), penggadaian deposito di Bank Oke untuk kepentingan pihak lain, dan penampungan dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan dalam laporan keuangan dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan.
BPK juga menemukan adanya aktivitas pengeluaran dana tanpa underlying transaction, penggunaan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi, pembayaran operasional pribadi, serta rekayasa laporan keuangan perusahaan (windows dressing). Ada pula pembayaran asuransi purna jabatan dengan jumlah yang melebihi ketentuan.
“Permasalahan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp 278,42 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 18,26 miliar atas beban pajak dari penjualan fiktif FMCG,” tulis BPK dalam hasil auditnya di IHPS tersebut.
Dampak Terhadap Karyawan dan Aksi Protes
Selain masalah keuangan yang mencuat, Indofarma Group sempat tidak membayar gaji karyawan pada bulan Juni 2024, dan pada bulan-bulan sebelumnya, gaji dibayarkan terlambat hingga pertengahan bulan. Hal ini memicu karyawan untuk menggelar aksi unjuk rasa di Indofarma Marketing Office, Jakarta, pada Selasa, 2 Juli 2024.
Dengan temuan yang signifikan ini, BPK menyarankan adanya tindakan lebih lanjut dari pihak berwenang untuk menyelidiki dan menindak para pelaku yang bertanggung jawab atas indikasi tindak pidana korupsi di tubuh Indofarma.(c@kra)