Sudah Dirilis dalam Rakor Penegak Hukum, Kasus DJPL Pascatambang Bintan Diyakini Akan Menjerat Ansar Ahmad
MoneyTalk, Jakarta – Kasus Dana Jaminan Pascatambang (DJPL) di Bintan untuk periode 2010-2016 sempat diungkap oleh Kejaksaan Agung dalam Rapat Koordinasi Penegak Hukum di Kantor Kemenkopolhukam pada pertengahan Juli 2024. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi hal ini dengan menyatakan bahwa kasus DJPL yang berpotensi menyeret mantan Bupati Bintan, Ansar Ahmad, sudah ditangani sejak awal 2022. KPK juga menegaskan kesiapan mereka untuk menuntaskan kasus ini dan meningkatkan statusnya dalam waktu dekat.
Saat ini, Ansar Ahmad menjabat sebagai Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) untuk periode 2021-2024 dan mencalonkan diri sebagai petahana dalam Pilgub 2024-2029. Jika Ansar Ahmad terlibat dan menjadi tahanan KPK, sejarah kelam gubernur-gubernur Kepri sebelumnya yang tersangkut masalah hukum tampaknya akan terulang kembali.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa Gubernur pertama Kepri, Ismeth Abdullah, ditahan oleh KPK di akhir masa jabatannya pada 2009. Gubernur kedua, Muhammad Sani, meninggal dunia hanya tiga bulan setelah memulai periode kedua jabatannya pada 2016. Wakil gubernurnya, Nurdin Basirun, kemudian ditangkap oleh KPK menjelang akhir masa jabatannya pada 2019. Gubernur keempat, Isdianto, hanya menjabat kurang dari setahun. Kini, Ansar Ahmad berada di bawah bayang-bayang kemungkinan terseret kasus oleh KPK.
Menanggapi kondisi ini, Ketua Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86), Cak Ta’in Komari, yakin bahwa Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus DJPL akan segera diterbitkan, yang akan menyeret Ansar Ahmad.
“Kalau kasusnya sudah dirilis, artinya tidak akan lama lagi,” ucapnya dengan santai kepada media pada Senin (30/9).
Menurut Cak Ta’in, kasus yang menjerat Bupati Bintan sebelumnya, Apri Sujadi, kemungkinan besar akan terulang di Kepri. Ada indikasi SPDP akan diterbitkan menjelang atau pasca pelantikan pejabat baru, dengan wakilnya yang kemungkinan akan menggantikan posisi tersebut. Hal ini bertepatan dengan dilantiknya pimpinan KPK periode 2024-2029 oleh Presiden baru, Prabowo Subianto.
“Desember nanti, pimpinan KPK baru akan dilantik. Mereka tidak akan terbebani untuk menerbitkan SPDP terhadap kasus-kasus yang tertunda selama periode sebelumnya. Mereka bahkan bisa memulai gebrakan dengan menuntaskan beberapa kasus di awal 2025,” jelas Cak Ta’in.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa banyak pihak berharap presiden terpilih, Prabowo Subianto, yang akan dilantik pada 20 Oktober, dapat mendorong penegakan hukum yang tegas dan tuntas. Prabowo sendiri sudah menyatakan bahwa ia akan mengejar koruptor bahkan jika mereka melarikan diri dan bersembunyi di Antartika.
“Bidang pertambangan merupakan salah satu sektor strategis dalam pemberantasan korupsi untuk menyelamatkan uang negara. Banyak perusahaan tambang yang tidak memenuhi kewajiban mereka, mulai dari pembayaran pajak, jaminan reklamasi, dana CSR, hingga royalti. Menuntaskan kasus DJPL Pascatambang Bintan bisa menjadi pemanasan bagi KPK,” paparnya.
Kejaksaan Agung sendiri, berdasarkan laporan internal, menyebutkan bahwa laporan dari LSM LAPAN menemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum dan potensi kerugian negara yang dilakukan oleh 44 perusahaan tambang di Bintan pada periode 2010-2016. Atas laporan tersebut, tim operasional intelijen Kejaksaan Agung merekomendasikan agar kasus ini dilanjutkan dengan melimpahkannya ke Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri.
“Sepertinya Kejaksaan Agung ingin menangani kasus DJPL ini, tetapi KPK kemungkinan besar akan lebih dulu menerbitkan SPDP karena tim Gedung Merah Putih di Kuningan sudah bergerak lebih cepat. Sementara itu, Kejaksaan Agung justru akan melimpahkannya ke Kejati Kepri. Mari kita tunggu saja, termasuk langkah-langkah yang bisa diambil jika kasus ini berlarut,” pungkas Cak Ta’in.(c@kra)