Pembentukan CCP Sebagai Amanat UU untuk Mitigasi Risiko Sistemik Pasar Keuangan
MoneyTalk, Jakarta – Peluncuran Central Counterparty (CCP) pada 30 September 2024 menandai tonggak penting dalam penguatan infrastruktur pasar keuangan Indonesia. Lembaga ini dibentuk sebagai bagian dari mandat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) serta memenuhi kewajiban reformasi pasar derivatif over-the-counter (OTC) dari G20. Peluncuran ini dihadiri oleh tokoh-tokoh penting, termasuk Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Ketua OJK Mahendra Siregar.
Central Counterparty (CCP) merupakan lembaga yang bertugas untuk mengelola transaksi derivatif suku bunga dan nilai tukar (SBNT). Fungsi utamanya adalah untuk memitigasi risiko sistemik yang terkait dengan transaksi keuangan, terutama pada pasar derivatif yang beroperasi secara bilateral tanpa perantara yang kuat. Tanpa CCP, transaksi derivatif memiliki risiko kredit pihak lawan (counterparty risk), risiko likuiditas (liquidity risk), serta volatilitas harga pasar (market risk). Risiko-risiko ini dapat menciptakan ketidakstabilan yang dapat berdampak pada seluruh sistem keuangan.
Dalam perannya, CCP bertindak sebagai pihak ketiga yang menjamin transaksi antara pembeli dan penjual melalui proses novasi. Artinya, CCP akan menjadi pihak yang mengambil alih posisi pembeli bagi penjual, dan penjual bagi pembeli. Hal ini menciptakan transparansi dan kepastian dalam penyelesaian transaksi, sehingga risiko kegagalan pihak lawan dapat diminimalisir.
Pembentukan CCP merupakan amanat dari UU P2SK yang dirancang untuk memperkuat sistem keuangan Indonesia dan mengikuti ketentuan reformasi pasar derivatif OTC G20. Menurut Perry Warjiyo, Indonesia menjadi salah satu dari 16 negara G20 yang telah memiliki CCP. Ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk mendukung stabilitas keuangan global dan reformasi pasar derivatif yang diinisiasi oleh G20 setelah krisis keuangan global 2008.
Modal awal pendirian CCP berjumlah Rp 408,16 miliar, di mana Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia (BEI), dan konsorsium perbankan nasional menjadi kontributor utama. Bank Indonesia menyumbangkan Rp 40 miliar, BEI memberikan Rp 208,16 miliar, dan 8 bank besar Indonesia masing-masing menyetorkan Rp 20 miliar. Partisipasi institusi-institusi ini tidak hanya untuk memenuhi persyaratan modal, tetapi juga untuk memperkuat kepercayaan pasar terhadap keberadaan CCP sebagai lembaga yang kredibel dan tepercaya.
Dengan beroperasinya CCP, ada beberapa manfaat signifikan yang diharapkan untuk pasar keuangan Indonesia:
Efisiensi Transaksi Pasar Uang dan Valas, Pasar derivatif yang sebelumnya dilakukan secara bilateral kini akan lebih terpusat, sehingga efisiensi dalam proses kliring dan penyelesaian transaksi meningkat. Transaksi pasar valas dan pasar uang tidak lagi melalui mekanisme bilateral, tetapi dikelola oleh CCP yang mengurangi risiko kegagalan pihak lawan dan mempercepat transmisi kebijakan moneter.
Pengurangan Risiko Sistemik, CCP akan memitigasi tiga risiko utama dalam transaksi keuangan, yaitu risiko kredit pihak lawan, risiko likuiditas, dan risiko volatilitas harga. Dengan pengelolaan yang terpusat, risiko-risiko tersebut dapat diminimalisir sehingga stabilitas sistem keuangan terjaga.
Dukungan terhadap Kebijakan Moneter, Menurut Perry Warjiyo, keberadaan CCP akan mempercepat transmisi kebijakan moneter Bank Indonesia. Dengan pasar yang lebih likuid dan efisien, penentuan suku bunga di pasar uang akan lebih transparan, dan hal ini akan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.
Hedging dan Penguatan Likuiditas Pasar, CCP juga akan memfasilitasi instrumen hedging yang lebih baik bagi perbankan, investor, dan dunia usaha. Dengan adanya CCP, likuiditas di pasar uang dan obligasi pemerintah (SBN) akan meningkat signifikan, menciptakan pasar yang lebih dinamis dan stabil.
Sebagai bagian dari reformasi pasar keuangan, keberadaan CCP di Indonesia diharapkan dapat mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Namun, tantangan utama yang mungkin dihadapi adalah memastikan bahwa infrastruktur pendukung, seperti sistem Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan platform perdagangan elektronik (ETP), dapat berfungsi dengan optimal.
Bank Indonesia, melalui berbagai regulasi, berkomitmen untuk memperkuat kerangka operasional CCP, termasuk pemanfaatan sistem RTGS (Real-Time Gross Settlement) dan BI-SSSS (Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System). Hal ini diharapkan dapat mendukung kelancaran penyelesaian transaksi dan menjaga kepercayaan pasar terhadap CCP.
Pembentukan CCP di Indonesia bukan hanya merupakan pemenuhan mandat hukum, tetapi juga upaya strategis untuk memitigasi risiko sistemik dalam pasar keuangan. Keberadaan lembaga ini akan memberikan stabilitas yang lebih baik pada pasar derivatif, meningkatkan efisiensi transaksi, serta mendukung kebijakan moneter dan stabilitas keuangan nasional. Dengan partisipasi aktif dari Bank Indonesia, OJK, BEI, dan perbankan nasional, CCP diharapkan dapat menjadi pilar utama dalam memperkuat infrastruktur keuangan Indonesia di masa depan.(c@kra)